MENU

Jawa Jember-an



            Setiap hari sabtu pagi, aku punya jadwal untuk telepon ibu. Suatu ketika, saat sedang asyik menelpon, teman sebelah kamar menggedor pintuku untuk meminjam sesuatu. Aku mempersilahkan dia masuk dan terjadilah komunikasi dengan menggunakan bahasa jawa 100% *dia asli Banyuwangi*. Telepon yang tidak aku tutup, membuat ibuku tersentak kaget dengan perbincangan logat jawaku.
“Kamu jago ya bahasa Jawa, tapi Jawamu aneh”
ungkap ibuku dengan penuh tanda tanya.
Aku mengiyakan saja. Beginilah Jawaku, Jawa Jember-an. Meski sudah 5 tahun hidup di Jember, yang mayoritas Jawa, aku masih saja kikuk dan kaku jika berbicara menggunakan bahasa Jawa halus *formal*. Untuk jawa resmi, lidahku masih blepotan, jadi aku memilih diam mengenai hal ini. Aku sama sekali tidak bisa (Hanya tahu, ENGGEH dan MBOTEN). Karena selama itu aku hidup di lingkungan usia yang sejajar atau lebih muda *asrama/ kampus/ pondok* jadi apa yang aku serap dari kawan-kawanku, itulah yang aku kuasai, JAWA JEMBERAN.
            Bahasa ibuku adalah bahasa Madura, jadi bisa dimaklumi jika aku putri Jawa tapi tidak ahli bahasanya. Back to topic, mengenai Jawa Jemberan, ada banyak kosakata yang memang hanya bisa di dengar di kota suwar-suwir ini. Seperti contoh kalimat di bawah ini:
Beh, mak gak sido budal (Kok gitu, kok nggak jadi berangkat)
Duduk gak po’o, gilani men ae (Bukannya tidak apa-apa, sangat jorok banget saja)
Koen ket mau gridu ae (Kamu mulai tadi berisik aja)
            Dan masih banyak lagi kalimat-kalimat Jawa khas Jember-an. Jawa seperti itulah yang aku pahami, pelajari, dan kuasai. Untuk ‘jawa resmi’, telingaku tak terlalu mahir menangkap dan mendefinisikannya. Sedangkan untuk jawa khas jember ini, wah… aku jagonya. 24 jam non-stop aku ceramah menggunakan bahasa jawa model suwar-suwir ini pun, aku siap. Ah, aku jadi teringat sahabat-sahabatku di Asrama Kampus, bertahun-tahun bersama, satu atap dan satu gedung, berinteraksi menggunakan bahasa mbois ki (keren ini), membuatku terlalu mampu menjiwainya hingga mengalir ke sel-sel memoriku.
            Apapun bahasa ibu kita, tetaplah terbuka untuk mempelajari bahasa ibu sahabat kita. Begitulah hakikat komunikasi, saling mempelajari dan saling mengerti. Apa kabar mbk entong, faiz, evi, lujel, atin, sofi, zidni, zizi, rifah, faiq, pioh, ripen, tipe, kayiz, mufida, sulis, nyonya, uuk, ria, rini, chilya, lani, nange, lail, mbk ida, nanik, selvi, yurike, mbk ayun, intan, mbk ibah, qathi, nayla, ela, mbk uur, aila, khusnul, Zahra, iim, jien, dan zizah. Piye kabare rek?


Post a Comment

My Instagram

Designed by OddThemes | Distributed by Blogger Themes