Home Unlabelled Kehidupan Seorang Santriwati
Kehidupan Seorang Santriwati
Atiya Fauzan March 05, 2014 0
Jika ada mantan polisi, mantan dokter, dan mantan-mantan yang lain, maka itu tidak berlaku untuk kata seperti guru dan santri. Karena sekali guru tetap guru dan sekali santri tetap santri. Dan dalam tulisan ini aku ingin membahas sedikit tentang kehidupan seorang santri yang pernah aku jalani dan lalui. Selamat menyimak.
Usia 11 tahun aku sudah hidup jauh dari keluarga, hidup dibalik dinginnya tembok pesantren. Seperti apa pesantren itu? Lebih ketat dari asrama yang aku tinggali kemarin dan juga lebih ketat dari pondok yang aku tinggali saat ini. Semuanya serba dibatasi, ada begitu banyak rentetan aturan, banyak hal yang dilarang, dan lainnya. Seperti dilarang melewati gerbang, dilarang berpakaian ketat, harus bangun jam segini, harus mengikuti kegiatan ini, dan lainnya. Namun, manisnya dari ribuan aturan dan keharusan itu akan dirasakan setelah keluar darinya, arti kedisplinan, keotomatisan diri untuk melakukan sebuah rutinitas, dan lain-lain.
Dalam dunia pesantren, kita selalu mendengar tembok tinggi. Dan itu memang benar adanya, aku dikelilingi oleh tembok tinggi setiap hari selama 6 tahun. Dan hanya nampak ujung-ujung daun dari sebuah pohon jika dilihat dari dalam pesantren, butuh naik ke lantai atas untuk melihat batangnya, dan butuh keluar pesantren (pulang/ sakit) untuk melihat akarnya, itu artinya aku hanya melihat akar pohon setahun dua kali, karena itulah libur yang ku peroleh.
Tembok-tembok itu menandakan sebuah pembatasan dengan dunia luar. Maka jangan heran jika aku gaptek saat itu. Anak SMP kelas 1 sekarang mungkin sudah kenal mbah google, tapi aku kala itu (2003) tidak tahu siapa itu mbah google. Tidak ada televise, tidak ada film, tidak ada handphone, tidak ada internet. Yang ada hanyalah buku, kitab, novel, dan majalah yang boleh masuk pesantren. Alhasil aku harus membunuh kejenuhan saat itu, tanpa gadget apapun 24 jam non-stop selama 6 tahun. Aku pun rajin berimajinasi dan mengarang sebuah cerita, karena hanya itulah yang bisa dilakukan oleh seorang santri sepertiku.
Aku menciptakan banyak tokoh fiksi. Ada yang aku tulis dan ada yang aku simpan dalam pikiran. Seperti “Antara Nana dan Navo”, “Cinta Segi Empat”, dan masih banyak lagi. Tak ada hiburan, itu tak membuat para santri buntu dan jenuh. Aku yang hobi cuap-cuap, menceritakan sebuah novel yang aku karang sendiri (tapi tidak pernah aku tulis), aku hanya suka menulis inti dan alurnya saja. Untuk penjabaran aku menceritakannya dihadapan para santri lain yang kebetulan sekamar denganku atau tetangga kamar. Aku mencoba untuk menjadi bioskop hidup yang berjalan. Yang paling membuatku terharu adalah (aku masih ingat hingga saat ini), saat salah satu pendengarku menitikkan airmata karena terharu dengan alur dan cerita yang aku buat. Dan tak hanya karangan belaka, aku juga rutin menceritakan Reality show “termehek-mehek” yang saat itu popular. Aku minta sahabatku yang kebetulan satu kelas denganku tapi dia tidak ‘nyantri’ (berangkat sekolah dari rumah) untuk menceritakan ulang tayangan yang sudah dia tonton. Sepulang sekolah aku menyalurkannya pada santri lain yang berminat mendengar ceritaku. Begitulah kehidupan santri, tetap berupaya menjadi hiburan ditengah keterbatasan kehidupan. Akupun mencoba menjadi televise hidup dan berjalan.
Aktifitas menghibur diri yang pernah aku lakukan selain mengarang dan cuap-cuap, aku juga terjun di dunia pendramaan. Dramaku juara I kala itu, aku menjadi seorang tokoh antagonis sebagai ibu tiri. Dan betapa bangganya ‘aku kecil’ saat itu bersama sahabat-sahabatku. Selanjutnya aku menyutradarai dan juga menuliskan sebuah naskah untuk drama akhir tahun di pesantren. Aku benar-benar tidak tahu seperti apa teori menulis, teori sutradara, teori mengarang, teori public speaking, teori berimajinasi, aku hanya melakukan dan melakukan. Menulis saja cerita-cerita itu, berbicara saja, mengatur saja para pemain drama, berakting saja. Hanya seperti itu. Begitulah ‘atiya remaja’ sebagai seorang santri.
About Author
Subscribe to:
Post Comments
(
Atom
)
Post a Comment