MENU

Menulis Untuk Diri Sendiri



            Menulislah untuk diri sendiri kawan. Aku menulis untuk diriku sendiri. Karena aku ingin dan butuh maka aku menulis. Jika ada yang membaca maka itu nilai plus dilain cerita nanti. Aku hanya menulis apa yang ingin aku tulis, begitu selalu. Terserah kita ingin menulis tentang apa saja. Tulislah dulu, jangan sibuk memikirkan hal-hal yang akan mengekor nantinya. Bagaimana jika ada yang tidak suka? Bagaimana jika gaya penulisanku blepotan? Bagaimana jika tulisanku bertele-tele dengan pesan yang minim? Buang itu semua. Buang.
            Menulislah saat hati dan pikiran ingin menulis, ikuti saja kemauan jemari, huruf mana yang akan ia sentuh, ikuti, salah atau benar, itu masalah belakangan. Karena inti dari memperbaiki itu adalah membenarkan yang salah bukan membenarkan apa yang akan dilakukan (alias menulis baru diedit bukan menulis sambil diedit). Jika tulisan akan diposting atau dishare, tetaplah menulis apa saja yang kita inginkan, selama tidak mengandung keburukan (menghina/ pelecehan/ fitnah dan lainnya), berekspresilah sebebas-bebasnya yang tetap dalam aturan.
            Jika hanya untuk diri sendiri (bukan untuk publik) aku menuliskan segala macam bentuk tulisan baik atau buruk. Saat emosi akan sesuatu hal menggebu, aku merasa semakin bergairah untuk menulis, mengalir tanpa hambatan. Seperti menulis kesalahan manusia lain, namun menyadari ‘informasi dan komunikasi’ memiliki aturannya, maka tulisan-tulisan emosi itu aku simpan begitu saja. Dan akan tetap menjadi rahasia, bukankah kita semua tahu kasus Prita yang mengkritik sebuah instansi. Akupun dan orang-orang disekitarku juga demikian, pernah merasa kecewa pada individu, kelompok, dan organisasi yang ada. Namun aku hanya menulis untuk diriku sendiri, biarlah, bukankah mencemarkan nama baik itu tidak baik? Polisi yang berbau alkohol saat rombonganku terkena musibah, pejabat kecil yang menyembunyikan dana besar, penghinaan pada konsumen, kerugian dalam transaksi, dan masih banyak lagi yang aku dan orang-orang sekitarku alami.
            Dalam setiap tulisan yang kita bagikan pada publik, sifatnya selalu dua arah. Ada komentari pada facebook dan blog, ada balas pada twitter, ada kotak saran kritik pada buku, iya kan? Itulah mengapa kursi di taman selalu memiliki ukuran lebih dari setengah meter, itulah mengapa motor ada boncengannya, itulah mengapa mobil memiliki dua kursi di depan. Karena kita dilarang keras untuk egois. Karena kita adalah makhluk sosial yang diharuskan untuk ‘berbagi’. So, menulislah untuk diri kita sendiri dan pada akhirnya menulis karena oranglain. Dan pada akhirnya akan menyadari bahwa menulis adalah ibadah. Temukan itu.

*Terinspirasi Lagi.

1 comment :

  1. Maaf semua, ini tulisan tanpa konsentrasi, alurnya sangat kocar-kacir. Terlalu banyak pesan yang nggak nyambung. Suwun.

    ReplyDelete

My Instagram

Designed by OddThemes | Distributed by Blogger Themes