MENU

Saatnya Mengidolakan DPR



            Indonesia bukanlah negara yang kecil dan berpenduduk sedikit. Seharusnya tak perlu susah-susah mengingat orang-orang terdahulu atau mencari sosok ke tetangga sebelah untuk dijadikan seorang ‘idola’. Tak tahukah kita bahwa negeri merah putih ini begitu banyak memiliki manusia berpendidikan dan berilmu. Tapi hanya sebatas formalitas saja, tak pernah digunakan. Jangan heran jika pemimpin menjadi musuh yang dipimpin. Kenapa ada kesenjangan dalam hubungan ini? Karena ada visi dan misi yang tak lagi seragam.
            Penulis bermimpi, suatu saat nanti telinga kita akan mendengar 12 suara mahasiswa yang mengejutkan. Mereka yang dikenal sebagai musuh DPR berubah status menjadi pengagum DPR. Ketika ditanya siapa idola mereka, masing-masing dari mereka akan menjawab:
Mahasiswa 1: “Aku mengidolakan Bapak DPR 1. Beliau begitu rendah hati. Tak pandang baju, semua orang beliau sapa dengan senyuman. Kehebatannya begitu terlihat meski tidak dinampakkan. Tak pernah sekalipun aku lihat dia memakai barang-barang impor dan bermerek. Sungguh, beliau terlihat begitu bersahaja. Tak pernah minta dihormati. Tapi ratusan juta kepala rakyat indonesia tertunduk untuknya.”
Mahasiswa 2: “Aku mengidolakan Bapak DPR 2. Kecerdasannya begitu mengagumkan. Tak hanya tubuhnya yang berdasi, otaknya pun juga berdasi. Kemampuannya begitu cemerlang dalam memecahkan masalah. Beliau membawa tugas kantor ke rumah yakni memikirkan rakyat di ruang pribadinya. Bukan sebaliknya, membawa tugas rumah ke kantor yakni tidur atau bermain di ruang kerja. Tak heran jika permasalahan yang dibawa kepadanya, akan menghadirkan sebuah solusi yang menguntungkan semua pihak. Beliau benar-benar brilian”
Mahasiswa 3: “Aku mengidolakan Bapak DPR 3. Aku ingin meniru kejujurannya yang begitu kuat. Tak pernah sekalipun dia absen masuk kantor kecuali sakit parah dan sangat parah. Begitu diangkat dan dipercaya menjadi seorang DPR, beliau benar-benar menjalankan tugasnya. Beliau berani berbeda suara dengan yang lainnya demi harga sebuah kejujuran. Hatinya tahu bahwa tindakan A akan merugikan rakyat, maka dengan lantang suaranya menentang. Beliau tidak ragu, beliau tidak pernah ‘ikut-ikutan’ dalam mengambil keputusan. Beliau begitu jujur sehingga mampu menyelaraskan hati dan suara”
Mahasiswa 4: “Aku mengidolakan Bapak DPR 4. Ketegasan dan keberaniannya membuatku terkagum-kagum. Tak perlu wajah tampan dan badan yang atletis untuk disegani rakyatnya. Cukup meniru Bapak DPR 4 saja, sudah cukup. Beliau tak takut dengan ancaman, beliau tak melihat status sahabat. Sekali salah tetap salah. Suaranya untuk yang benar bukan untuk siapa yang berbendera sama. Aku benar-benar salut melihat nyala api keberanian yang terpancar dalam diri beliau. Sedikitpun beliau tak gentar ketika membeberkan segala kebusukan yang tersimpan demi kemaslahatan Indonesia ke depan”
Mahasiswa 5: “Aku mengidolakan Bapak DPR 5. KKN menjadi musuh besar baginya. Lihat saja mobilnya, dari dulu sampai sekarang masih itu-itu saja. Rumahnya begitu sederhana, karena beliau hanya makan yang menjadi haknya. Sama sekali beliau tak tergiur dengan uang rakyat yang bukan haknya, jadi pantas saja jika proyek yang ditanganinya berjalan lancar, karena beliau seperti beruang ganas jika melihat orang lain melakukan KKN. Pasti akan langsung dibasmi dan diadili. Para koruptor tak ada yang berani melakukan kerjasama dengan beliau.”
Mahasiswa 6: “Aku mengidolakan Bapak DPR 6. Beliau begitu disiplin. Disaat kantor sepi karena masih pada awal jam kerja, beliau sudah duduk di kursi kerjanya bahkan datang 15 menit sebelumnya. Aku sebagai rakyat merasa tidak rugi membayar pajak selama ini. Karena rupiahku menjadi tidak sia-sia. Selain itu, Bapak DPR 6 disiplin dalam setiap pekerjaannya. Semua dikerjakan sesuai deadline, jadi rakyat dibuat tidak terlantar olehnya”
Mahasiswa 7: “Aku mengidolakan Bapak DPR 7. Beliau begitu peduli dengan rakyatnya. Beliau berjuang untuk rakyat Indonesia, baik di dalam kantor maupun di luar kantor. Beliau sama sekali tidak keberatan memiliki banyak musuh sesama rekan kerjanya yang tak mempedulikan rakyat sama sekali. Beliau masih bisa tersenyum, karena ada jutaan kasih untuk beliau dari tangan rakyat.”
Mahasiswa 8: “Aku mengidolakan Ibu DPR 8. Yang membuat aku mengidolakannya adalah kedermawanannya. Tangannya selalu berada diatas, memberi dan memberi. Baik itu materi, pikiran, dan tenaga. Karena kedermawanannya, sudah banyak tangisan yang terhenti, perut melilit yang mengenyang, tenggorokan dahaga yang tersiram air. Dia tak bisa duduk santai dalam mobil ber-@C ketika kerikil-kerikil tajam menyentuh telapak kaki rakyat Indonesia. Sungguh, beliau sosok yang luar biasa. Beliau melakukan segala kebaikan tanpa pamrih. Maka tak heran jika begitu banyak cinta dari kami sebagai rakyat untuk beliau.”
Mahasiswa 9: “Aku mengidolakan Ibu DPR 9. Beliau sangat bijak dan anggun. Lihat saja cara berpakaiannya, bijak menentukan ukuran dan anggun dengan warna yang sederhana. Sebenarnya bukan itu kebijakan dan keanggunan yang aku lihat, suara dan keputusannya begitu imbang. Dan beliau bijak dalam menghadapi segala hal. Keanggunannya terpancar karena dia mencontohkan bahwa wanita bukan bahan lecehan. Harga dirinya begitu tinggi, hingga kita tak pernah mendengar nama DPR Indonesia tercoreng lagi.”
Mahasiswa 10: “Aku mengidolakan Ibu DPR 10. Ratu adil. Begitulah aku menyebutnya. Karena beliau begitu adil membagi segala hal. Antara negara dan rumah tangganya. Antara rakyat dan keluarganya. Beliau memberikan porsi yang sepantasnya, karena adil tak harus sama.”
Mahasiswa 11: “Aku mengidolakan Ibu DPR 11. Padahal aku hanyalah rakyat biasa yang berstatus mahasiswa sekaligus wartawan. Tapi aku seperti orang penting saja ketika bertemu dengan beliau. Sapaannya begitu ramah, tutur katanya mengandung nilai kebaikan, senyumnya membuat aku lupa bahwa beliau adalah seorang pemimpin. Aku beranggapan beliau seakan-akan tetanggaku saja. Bagaimana tidak, ketika aku duduk santai menunggu narasumber di depan gedung DPR, aku melihat beliau berjalan kaki dan berkata selamat pagi mas, permisi ya sembari tersenyum dan menundujkan kepala. Ternyata masih tersisa orang sesopan beliau di dunia ini”
Mahasiswa 12: “Aku mengidolakan Ibu DPR 12. Beliau DPR yang patut dicontoh. Karena beliau adalah DPR yang merakyat. Begitulah angg`panku. Beliau bukan orang yang sok jadi pemimpin tapi beliau adalah orang yang sok jadi rakyat. Lucu kedengarannya, tapi memang begitulah adanya. Jadi ketika bertemu dengan beliau, kita tidak akan menemui tabir pemisah antara pemimpin dan bawahan. Mengapa? Karena tawa kita sama, harta kita sama, tangis kitapun juga sama. Jadi, aku berharap semakin banyak DPR yang seperti Ibu DPR 12, agar idolaku semakin banyak pula.”
Begitulah kira-kira mimpiku. Membuat para mahasiswa absen untuk berdemo di depan gedung DPR. Membuat para mahasiswa berhenti mencaci maki para DPR. Membuat para mahasiswa mencintai DPR. Bagaimana caranya? DPR berubah, sesuai keinginan mahasiswa yang juga sebagai rakyat.

Post a Comment

My Instagram

Designed by OddThemes | Distributed by Blogger Themes