MENU

Pelangi Di Bumi Tembakau #PART 1




Aroma semerbak bulan suci mulai tercium. 120 jam lagi aku akan bersua dengan bulan yang dinanti oleh jutaan umat muslim. Namun, ramadhanku kali ini akan diselimuti mendung. Akan ada hujan airmata dan wajah pekat tanpa tawa. Sungguh ramadhan paling kelabu tanpa ayah dan ibu. Aku harus melalui 30 hari puasa bersama orang asing dan lingkungan baru. Kurasa padang rumput berwajah hijau alami dan gunung yang berbaris rapi akan menjadi kawan baruku. Entahlah…
Dalam kesendirian di pojok ruang, aku rangkai abjad hingga tersusun sebuah syair: Rabb… biarlah tulangku rebah di bumi tembakauMu, ijinkanlah hatiku bertaut dengan gunung yang bisu, di atas tikar lusuh aku menumbuk rindu, mengakrabi  jeritan syahdu yang mendayu 16 Juli 2012 21:30.
Pagi pertama, aku disuguhi rapat panjang tak berkesudahan. Rancangan program KKN dibahas habis-habisan. Jenuh dan lelah yang kurasa melihat cuap-cuap teman baruku. Aku khawatir prediksiku tidak meleset “TIDAK BETAH”. Kemana aku harus mencari pelukan ibu, surga duniaku begitu jauh dari pelupuk mata. Kemana harus aku cari belaian ibu, sedangkan waktu tak mau berkompromi untuk mempercepat diri.
Siang dihari kedua, sedikit senyuman tersungging di wajahku. Apa ini? Kenangan di Asrama dulu seakan-akan di copy paste dalam kehidupanku saat ini. Tujuh wanita yang menjadi teman poskoku (sahabat) tak mengerikan seperti bayanganku, tak sadis seperti prediksiku, dan tak jahat seperti perkiraanku. Ada Sa’adah yang unik dengan kelucuannya, Mbak Afifah yang bijaksana dalam kesederhanaannya, Farid yang begitu gokil menapaki sesuatu, Zainab yang membahanakan hal sepele, Asri yang begitu humoris dalam ke’gila’annya, Heria yang begitu anggun dengan sifat keibuannya, dan Mbak Luluk yang sangat dewasa dalam menyikapi segala hal. (Bersambung)
#Tulisan ini untuk rubrik Kenangan (Jumat) Maaf terlambat, laptop eror.

Post a Comment

My Instagram

Designed by OddThemes | Distributed by Blogger Themes