Asrama Ala Hotel Bintang Lima





           
 (Assalamu'alaikum sahabat Istana Tulisan. Selamat pagi, selamat beraktifitas dalam keadaan nikmat iman dan sehat. Aamiin. Untuk hari ini, aku ingin membagikan mengenai tulisan yang aku rangkai beberapa tahun silam. Tentang sebuah tema yang bersifatnya dari masa depan. Dan intinya, tulisanku berikut datang dari tahun 2034. Selamat menyimak)
           Bahagia menyergap ketika memasuki gerbang Asrama Putri UIN Jember. Kembali teringat kenangan masa-masa 25 tahun silam. Kini, taman indah berhiaskan rumput hijau bersih menyambut setelah pintu gerbang terbuka.  Air mancur dengan gagah menambah pesona Asrama yang seperempat abad lalu berhiaskan semak belukar. Menuju pintu utama yang begitu canggih, hanya (mau) terbuka untuk wanita saja (dengan pengaturan terlebih dahulu). Aku yang sedang mengantarkan anakku (yang diterima di Asrama setelah menjalani rangkaian tes masuk) tak henti-hentinya berdecak kagum.

            Tak lagi ditemui pegangan tangga yang berkarat. Tangga yang dulunya begitu licin digantikan dengan lift dan escalator yang mempermudah mahasantri menjalankan aktifitasnya. Tak akan ada lagi kejadian terpeleset ketika musim hujan datang. Perubahan lainnya adalah lantai Asrama yang keseluruhan terbuat dari keramik berwarna putih bersih. Sayangnya, langit tak terlihat langsung, ada sebuah atap megah yang menutupi keseluruhan Asrama. Anakku tak akan pernah merasakan, asyiknya air tergenang di depan kamar ketika hujan mengguyur. Dan kejadian cacing berjalan-jalan ria di depan kamar mahasantri dimusim hujan tak bisa kembali terulang.

            Mendengar info dari anakku, Asrama Putri UIN Jember kini memiliki 5 gedung yang masing-masingnya terdiri dari 10 lantai. Anakku berada di gedung B lantai 7. Setiap kamar dihuni oleh dua orang mahasantri. Setiap inchi isi kamar tak luput dari pandanganku. Anakku tak perlu mengantri panjang (hingga telat kuliah), karena ditiap kamar sudah tersedia kamar mandi yang dilengkapi dengan bathub, hot water, and cool water. Dua buah lemari lengkap (pakaian dan buku) berdiri tegak disamping tempat tidur yang begitu kokoh tanpa rayap. Dipojok kamar atas terlihat sebuah benda berbentuk kotak kecil berwarna hitam. Yang kata anakku benda itu berfungsi untuk mendengar segala pengumuman formal/informal mengenai Asrama. Seperti, pengumuman jama’ah, pengumuman ada tamu, pengumuman sanksi, dan lain-lain. Ternyata anak Asrama jaman ini tidak perlu lagi membuang-buang suara, berteriak tak karuan. Perbedaan lainnya adalah, dua buah meja belajar yang begitu layak pakai. Anakku tak perlu berebut meja dengan teman kamarnya sendiri (seperti yang dialami oleh ibunya dulu, satu meja berempat dan multifungsi juga). Di kamar anakku juga terdapat pendingin ruangan, yang hal ini tak berani diimpikan oleh ibunya dan kawan-kawannya dulu.

            Disetiap lantai, terdapat sebuah kantin (restaurant mahasantri) yang menyediakan makanan dan minuman lengkap. Para penghuni Asrama tak perlu lelah mencari warung yang jauh dari jangkauan. Sungguh beda cara hidupku dulu dengan anakku sekarang. Dia sekarang tak perlu berjalan kaki jauh-jauh hanya untuk print ataupun fotocopy,karena semuanya tersedia dilantai dasar setiap gedung Asrama. Hal luar biasa lainnya adalah sebuah ruangan besar yang mirip aula, ternyata ruangan itu adalah mushola yang mampu menampung seluruh penghuni Asrama. Mahasantri tak perlu khawatir untuk tidak kebagian tempat. Padahal aku dulu harus rela berdesakan dan terkadang shalat sendiri di kamar karena mushola Asrama dulu tak lebih luas dari kamar anakku sekarang.

            Begitu hendak pulang, dipintu utama aku berpapasan dengan wanita paruh baya yang begitu anggun, yang akrab dengan mata mahasantri. Matanya teduh, senyumnya mengembang. Ketika aku menanyakan sosok wanita itu, anakku menjawab, “Beliau adalah Rektor UIN Jember. Beliau sering kesini, kadang sehari sekali kadang juga dua hari sekali”. Waw,,, perbedaan lain yang tak kalah mengagumkan.






Post a Comment

My Instagram

Designed by OddThemes | Distributed by Blogger Themes