Home Unlabelled “Gue Berhenti Rokok”
“Gue Berhenti Rokok”
Atiya Fauzan February 22, 2015 0
“Gue udah berhenti nge-rokok” ujar sahabat baikku. Agak tidak percaya memang ketika mendengarnya, karena menurut riset, pecandu rokok itu susah untuk menghilangkan kebiasaan mengepulkan asap. Apalagi diusia muda, katanya sih mulut terasa hambar dan asam. Namun, ternyata yang dibutuhkan untuk memulai sesuatu bukanlah siapa kita, apa status kita, berapa usia kita, tapi cukup satu hal saja, yaitu niat. Membicarakan hal yang satu ini, memang agak sedikit sensitive bagi sebagian manusia (pro rokok) maupun yang kontra. Membahas kelebihan-kelebihan dari aktifitas ‘merokok’ nanti dihujat sama yang kontra, dikira mendukung rokok. Dan jika mengulas kerugian-kerugiannya, yang pro malah tidak terima, katanya hak asasi manusia. Nah lho?
Sebenarnya aku disini bukan ingin membahas keduanya, hanya ingin menuliskan gado-gado tentang rokok tanpa bermaksud memasukkan ideology pribadi. Apakah aku berada di pihak pro atau pihak kontra, biarlah menjadi rahasia dibalik lembar tulisan ini.
Aku mulai dari cerita pertama. Suatu sore, saat kakiku menapaki jalanan aspal kecil disekitar pondok untuk mencari makan sore, biasanya disepanjang jalan terlihat para warga duduk-duduk santai di depan teras rumah masing-masing. Dan di sepanjang jalan ini, berdiri deretan rumah penduduk tanpa spasi. Ketika berada dalam arah jalan pulang, ada sebuah motor yang mendahului langkahku. Sepasang anak kecil yang sedang berboncengan, dan semua mata warga mengarah kepada sang pengendara motor yang mendadak menjadi sorotan. Penasaran, akupun ikut mengamati. Anak kecil yang aku tebak masih berada di kisaran usia 10 tahun, jemarinya sudah lihai memgang batangan rokok yang memiliki bara diujungnya. Sembari berada di atas motor, si anak kecil yang berada di boncengan, sibuk memamerkan hisapan dan kepulan asap rokoknya. Sama halnya dengan manusia-manusia yang sibuk mengelus dada saat melihatnya, aku pun demikian, terheran-heran sendiri. Kemanakah orangtuanya? Ada yang bisa menjawab? Disinilah pentingnya menanamkan nilai CCTV pada anak. Apa nilai CCTV? Sebenarnya, istilah ini aku yang membuat dan mendefinisikannya sendiri. Nilai CCTV adalah nilai pengawasan, dimana menumbuhkan rasa takut pada anak untuk tidak melakukan kesalahan dimanapun berada dan kapanpun waktunya. Dan hingga akhirnya si anak merasa diawasi 24 jam, meskipun ia seorang diri dan jauh dari pengawasan orang tua.
Untuk cerita kedua. Sepulang sekolah, seperti biasa aku menaiki angkot untuk kembali ke pondok hunianku. Dan apa yang aku lihat di dalam angkot? Para pelajar yang berseragam putih biru maupun putih abu-abu, kompak menyulut rokok. Tanpa merasa bersalah dan berdosa, bara itu pantang dipadamkan. Meski ada penumpang lain didalamnya, mereka terlihat begitu santai memaksa kami menjadi perokok pasif. Dan ketika ada tetua angkot yang mengkritik, para pemuda harapan bangsa tersebut mendengus kesal, seakan-akan tidak terima hak merokoknya dalam angkot diganggu. Para penumpang yang menjadi korban berdecak emosi pada sikap si anak-anak muda tersebut. Sangat tidak mencerminkan akhlaq yang baik. Marah ketika diberi masukan? Merasa dirinya sempurna? Wah, wah wah sepertinya pelajar dalam angkot ini juga butuh penanaman nilai CCTV.
About Author
Ibu rumah tangga yang selalu dibuat bahagia oleh imam hidupnya
Subscribe to:
Post Comments
(
Atom
)
Post a Comment