Home Unlabelled Ingatan Yang Menampar
Ingatan Yang Menampar
Atiya Fauzan September 30, 2013 0
Detik ini mataku sulit terbuka secara sadar penuh, seperti ada lem yang merekat pada kelopaknya, mataku menahan dengan penyanggah yang bernama “keinginan”. Ya... aku ingin menyelesaikan tulisan ini. Mungkin tak terlalu berarti, berharga ataupun bernilai. Tapi aku harus menuruti kemauan jemari untuk menari-nari di atas tuts-tuts keyboard. Sungguh, aku teramat mengantuk, aku prediksi karena disebabkan dua hal. Pertama, aku tidak istirahat dalam seharian ini (mengajar + gladi bersih), lelah kah? Kedua, aku baru saja minum obat batuk yang menyebabkan kantuk. Dan akhirnya, aku mengantuk.
Ditemani ngantuk yang masih bisa dikompromi, aku teringat akan sebuah ingatan. (Bersambung...tertidur pulas didepan laptop yang menyala)
(Oke akan aku lanjut lagi, baru bisa menyambung tulisan ini setelah 24 jam kemudian. Maklumlah, seharian ini aku disibukkan oleh acara wisuda dan perjalanan pulang ke rumah). Aku teringat bayangan 6 tahun lalu. Saat aku masih duduk dibangku SMA, kala itu aku menjadi tim paduan suara untuk acara wisuda universitas milik yayasan pondok tempatku bernanung. Aku begitu mengirikan beliau-beliau yang memakai toga, mampukah aku mengganti rok abu-abu dengan toga itu? Hanya itu, dan kapan? Kapan? Saat aku memakai toga lengkap dengan topi, kalung, kebaya, dan make up yang tidak biasa. Aku terharu saat kuncir topi dipindahkan dari kiri ke kanan. Aku kembali bertanya, kapan saat itu tiba? Dan suatu detik di New Sari Utama, telah menjawab semua penantian panjangku. Apa yang aku inginkan dan aku tuliskan dalam mimpi, kini terwujud. Ini mimpi kesekian yang tercapai, aku semakin kuat untuk terus bermimpi, mengukirnya dalam hati, dan mengupayakannya dengan tindakan. Untuk hasil, tentu hanya bisa kita pasrahkan pada Sang Maha Kuasa.
Saat sebuah mimpi tercapai, ingatan usang tentang lahirnya mimpi itu akan menampar kita. “Ini yang pernah aku impikan dulu”. Jika kita tidak menginginkannya, bagaimana kita punya mimpi, lalu apa yang mau diwujudkan. Mau hidup seperti air? Mengalir begitu saja? Setidaknya air masih bermimpi untuk mengalir bersama air yang baik, bermimpi untuk tergenang ditempat yang baik, bermimpi untuk digunakan alias bermanfaat (tidak disia-siakan). Mimpi bagiku, seperti aliran listrik dalam rice cooker. Tanpa listrik, kita tidak bisa menanak nasi. Dan tanpa mimpi kita tidak bisa melanjutkan hidup yang berarti. Saat menanak nasi, yang penting ada listrik dulu, untuk beras, air, dan cara penggunaan alatnya bisa kita upayakan. Perihal matang tidaknya nasi atau pulen tidaknya nasi, kita pasrahkan saja. Tapi ingat, beras yang bagus, air yang bersih, dan cara yang tepat akan menghasilkan nasi yang baik. Begitupun dengan upaya kita. Usaha yang sungguh-sungguh dan do’a yang tak putus akan berpengaruh pada hasil akhir.
*Tulisan untuk 21 september kemarin, tapi baru diposting.
About Author
Related Posts
Subscribe to:
Post Comments
(
Atom
)
Post a Comment