MENU

Kampus, Miniatur Negeriku



By: Atiyatul Mawaddah
            Negeriku, Indonesia. Selain dikenal sebagai negara agraris, Indonesia juga dikenal sebagai negara kepulauan terbesar di dunia yang terdiri dari 13.487 pulau. Begitu luasnya negara yang dilalui oleh garis Khatulistiwa ini. Maka tak heran, jika jumlah masalah yang terjadi di dalamnya semakin panjang dan tak berkesudahan. Ada saja berita yang menghiasi layar kaca mengenai negeriku, Indonesia. Jika itu sebuah prestasi atau pencapaian positif, maka rakyat sepertiku akan tersenyum bahagia serta bangga. Namun, semuanya terjadi serba kebalikan. Mulai dari kasus KKN yang tak pernah tamat, pencurian dimana-mana, perilaku seks yang melewati batas logika, narkoba yang tak pernah sepi peminat, penganiayaan yang menjadi hobi, dan masih banyak lagi. Membuat banyak orang mengelus dada dan membawa topik itu kemana-mana untuk dibahas.

            Jika ada yang ingin menjelajahi Indonesia yang begitu luas untuk mengetahui seperti apa keindahan negeriku ini, maka akan membutuhkan waktu, tenaga, dan uang yang tak bisa dibilang sedikit. Tapi ada cara praktis untuk melakukannya, seperti mengunjungi Taman Mini Indonesia Indah (TMII). Di sana terdapat cuplikan Indonesiaalias bentuk Indonesia dalam skala yang lebih kecil, mulai dari budaya, adat istiadat, keindahan alam, dan kekhasan beragam hal tentang Indonesia. Namun, untuk mengerti segala permasalahan yang ada di Indonesia, ada sebuah cara yang efisien untuk mengetahuinya. Yakni, cukup mengunjungi ‘kampus’, sebutan khas untuk tempat para mahasiswa menimba ilmu. Segala macam problema Indonesia lengkap berada didalamnya. Tak perlu repot keliling Indonesia bukan?
            Negeri merah putih ini tak pernah sepi dari kasus KKN. Mulai dari pak RT yang memasukkan sumbangan untuk korban bencana ke kantong pribadi hingga ketua Mahakamah Konstitusi yang menerima suap. Cerita mengenai kolusi, korupsi, dan nepotisme tak pernah ditemukan ending-nya, selalu saja bersambung. Mengenai hal yang satu ini, di kampus pun juga ada. Korupsi, kolusi, dan nepotisme menjadi wacana akrab dengan kampus. Setiap periode selalu berganti topik dan pembahasannya. Petinggi kampus yang diduga menyelewengkan dana, mahasiswa yang memakan uang organisasi, dan staf kampus yang rajin melakukan korupsi waktu. Ada yang tercium oleh publik hingga demonstrasi pun tak terhindarkan. Dan ada juga yang tersimpan rapat dan rapi.Sama saja bukan? Di negeriku banyak yang berbondong-bondong memperkaya diri, menguntungkan diri sendiri. Dan di kampus juga demikian.
Pergaulan bebas, pelecehan seksual, dan sejenisnya, juga merupakan penyakit lain yang diidap oleh negeriku, Indonesia. Satu masalah yang begitu sering kita tonton di televisi dan kita baca di media massa. Rasanya, negeriku memang sedang kehausan moral. Ayah cabuli anak, sudah biasa. Ibu melakukan hubungan seksual dengan anak kandungnya, juga sudah sering. Pemuda-pemudi gonta-ganti pasangan, yang ini apalagi. Mau dibawa kemana negeriku ini sebenarnya?  Dan masalah ini juga bisa ditemui di kampus. Hamil di luar nikah? Ada. Mesum? Ada. Perselingkuhan? Ada. Aborsi? Ada juga. Komplit, maka tak salah kiranya jika aku berpendapat bahwa sebuah kampus memang benar-benar miniatur dari Indonesia. Jika di negeriku ada pejabat yang ‘main belakang’ dengan artis ibukota, maka di kampus ada dosen yang ‘main belakang’ dengan mahasiswinya. Benar - benar mirip bukan?
            Pencurian, perampokan, dan pencopetan juga merupakan masalah yang sepertinya tak akan habis dimakan masa. Tumbuh mengakar disetiap waktu. Semua hal bisa masuk dalam daftar pencurian. Mulai dari emas, kendaraan bermotor, gadget, tabung elpiji, bahkan sampai sandal jepit sekalipun. Jika hanya barang saja yang dirampas, mungkin korban hanya mengalami kerugian materi. Namun jika sudah membicarakan masalah keselamatan jiwa dan nyawa, masalah akan bertambah rumit dan semakin kompleks. Hal ini juga terjadi dalam kampus, pencurian helm di tempat parkir, laptop di serambi Masjid kampus, dan dompet di saku celana. Sungguh tidak pantas untuk dipercayai, kala tempat berpendidikan seperti kampus berisikan pencopet/ pencuri pemula yang tak lagi pantas disebut sebagai ‘orang yang berpendidikan’.
            Masalah lain yang juga menyita banyak perhatian adalah narkoba. Musuh terbesar bagi kita semua, tanpa terkecuali. Namun banyak diantara kita yang berani mengakrabkan diri dengan barang haram tersebut. Aku tersentak kaget kala media memuat berita mengenai jumlah narkoba yang berhasil digagalkan untuk diselundupkan, rutin. Aku jadi berpikir, itu hanya yang gagal, bagaimana dengan yang sukses diselundupkan? Sudah berapa kilogram? Aku juga terpukau dengan lalu lalang para pemakai narkoba, ada saja wajah baru yang menghiasi layar si kotak ajaib, televisi. Yang membuatku lebih miris lagi, narkoba telah mampu menjadi teman bagi siapa saja, pria-wanita, tua-muda, kaya-miskin, pejabat-pengangguran, dan lainnya. Barang yang memberik efek candu tersebut tak lagi asing di dunia kampus meski juga tak terlalu akrab, cukup sulit untuk mengendusnya, tapi sepandai-pandainya menyimpan bangkai pasti akan tercium juga. Di kampus ada ribuan mahasiswa didalamnya, isu hangat mengenai barang haram tersebut akan menyebar dengan cepat dari mulut ke mulut.   Mulai dari isu si mahasiswa jenius yang katanya coba-coba, si brandal yang teler dikosannya, dan masih banyak lagi. Mirisnya.
            Masalah lain yang menjadi kebiasaan di negeriku Indonesia adalah penganiayaan. Setiap hari ada saja kasus tentang hal yang satu ini. Mulai dari suami siksa istri, majikan sekap pembantu, guru aniaya murid, dan paman setrika keponakan. Kasus itu hanya untuk skala individu, belum lagi untuk skala kelompok dan grup, seperti antar sekolah, antar komplek, dan antar golongan. Benar-benar membutuhkan nurani negeriku ini, saat orang yang harus dicintai, disayangi, dikasihi, malah dianiaya dengan sadis. Hal serupa juga bisa kita temukan di kampus. Penganiayaan seperti pengeroyokan masalah asmara, terjadi. Pemukulan akibat silang pendapat, juga terjadi. Belum lagi penganiayaan batin, seperti diperlakukan tidak adil, dibedakan haknya, hanya karena bukan dari golongan yang sama dan lainnya.

Post a Comment

My Instagram

Designed by OddThemes | Distributed by Blogger Themes