Home Unlabelled SOUL dan MATE (Dwi Ani Farida)
SOUL dan MATE (Dwi Ani Farida)
Atiya Fauzan May 26, 2012 1
Kamu artikan bahwa soulmate adalah jiwa-jiwa yang berjodoh, apakah kita benar-benar berjodoh?
Soul untuk kamu dan mate untuk aku, kita adalah jiwa-jiwa yang akan berjodoh sejak pertemuan pertama itu.
2002
Tahun keduaku di sekolah menengah pertamaku. Di kelas yang menurut beberapa guru adalah kelas unggulan, dan semua kisah ini di mulai. Kelas yang menjadi saksi betapa seringnya aku memandang dia dari jauh, mengamatinya dengan penuh tanda tanya. Bahkan aku masih mengingat dengan jelas untuk pertama kalinya kami mengobrol adalah saat antrian panjang peminjaman buku di perpustakaan. Mulanya aku mengira dia adalah orang yang sok pintar, bisa jadi aku iri karena dia unggul pada hampir setiap mata pelajaran. Tetapi itu tidak lantas menghilangkan rasa kagumku padanya, kerajinan dan ketekunannya dalam menimba ilmu membuat aku menyadari satu hal, tidak semua orang seberuntung kami yang mampu mengeyam pendidikan sekolah.
Aku masih 14 tahun, belum bisa mengartikan perasaan apa yang ada untuknya saat itu, yang aku tahu hanyalah mataku tak pernah lelah memandang ke tempatnya duduk. Kebiasaan memandangnya dari jauh itu seakan terusik tatkala terjadi insiden pada tangan kanannya pada saat pelajaran olahraga, insiden itu membuatnya harus menulis dengan tangan kiri. Dia mungkin tidak pernah menyadarinya, aku selalu memandang ke arahnya setiap saat. Lagi-lagi aku masih 14 tahun, tidak tahu harus berbuat apa, tidak tahu kenapa begitu menyenangkan memandangnya dari jauh.
Dan ketika tiba-tiba sebuah kalimat yang tanpa sengaja dia lontarkan telah melukai hatiku, hati seorang remaja 14 tahun yang masih sangat naif. Kalimat yang dia lontarkan tanpa sadar saat teman-teman menggoda kami yang telah sangat menyinggung perasaanku. Seingatku itu terjadi setelah kami tanpa sengaja jalan bersama saat pulang sekolah, bukan berdua, banyak teman yang lain dan posisinya saat itu adalah kami terpisah oleh jalan raya, aku di seberang jalan yang satu dan dia di seberang jalan yang lain, kami mengobrol saling bersahutan, momen yang masih tergambar jelas di otakku. Muncullah sebuah gosip yang membuatnya mengatakan kalimat yang membuatku sakit hati.
Maka yang terjadi selanjutnya adalah aku habiskan sisa waktuku di sekolah itu dengan membencinya, dengan penyesalan karena telah mengaguminya. Bahkan saat aku melihatnya menyanyi dalam sebuah acara pentas seni sekolah, dia mewakili kelas kami untuk menyanyi. Aku ingat sekali, semua orang meneriakinya tetapi dia tetap menyanyi, saat itu aku merasa antara kagum karena dia tetap menjalankan amanah warga kelas dan merasa jengkel karena dia mempermalukan dirinya sendiri di depan semua orang. Seharusnya dia tidak menyanyi, aku tidak suka semua orang mengejeknya seperti itu tetapi apa daya, aku masih 14 tahun, aku tidak mengerti harus berbuat apa untuknya.
Di tahun terakhir aku berada di sekolah itu, aku benar-benar ingat, aku nyaris tak pernah mau menyapanya. Terkadang aku ingin sekali menyapanya seperti dulu saat semua itu belum terjadi, memandangnya dengan kekaguman tetapi ego dan gengsiku terlalu tinggi. Aku memilih untuk tetap membencinya dengan segala kekagumanku padanya hingga seragam putih – biru itu harus disimpan sebagai kenangan dan digantikan dengan yang baru, putih – abu-abu.
2004
Aku sudah menjadi siswa SMA, sekolah favoritku. Memulai hari-hari yang baru sebagai gadis belia 16 tahun, tentu saja kedewasaan masih jauh di depanku. Masih banyak hal yang harus aku pelajari dalam hidupku, dan yang aku tahu, aku masih belum bisa mengartikan apa-apa.
Namun ada sebuah peristiwa yang hingga kini masih aku ingat dan terkadang aku sesali, surat cintaku yang pertama darinya. Aku membacanya hanya sekilas dan langsung membuangnya begitu saja. Aku bersumpah tidak akan pernah memaafkannya, aku membencinya setengah mati hingga aku benar-benar tidak pernah mengingatnya selama 5 tahun.
2006
Aku seorang mahasiswa jurusan Matematika, bisa jadi wajahku sudah mirip sebuah angka. Aku benci pelajaran menghafal, terlebih pelajaran Sejarah. Mulanya, aku pikir jikalau aku berada di jurusan ini berarti segala hal yang menuntut hafalan akan lenyap dari hidupku. Dan ternyata aku salah, hafalan itu masih mengejarku. Di awal-awal semester, aku seakan ingin lari, benar-benar tidak suka dengan semua mata kuliah yang menuntutku untuk menghafal. Sebuah awal yang buruk, kemalasanku berawal dari sini dan aku terlena sehingga tanpa sadar aku harus membayarnya dengan mahal untuk 3 tahun ke depan.
2007
Aku di hadapkan pada sebuah kenyataan hidup, merasakan jatuh cinta yang benar-benar jatuh sampai-sampai aku tidak bisa merasakan sakitnya lagi. Kemalasan sejak awal semester telah membuat nilaiku hancur, dan semakin terlihat hancur tatkala aku patah hati.
Aku tidak pernah memilih harus jatuh cinta kepada siapa, saat aku tersadar, sudah terlambat untuk menghentikan rasaku, aku masih 19 tahun tetapi aku yakin dengan perasaanku.
Kedewasaan lelaki yang telah mematahkan hatiku itu membawaku pada mimpi-mimpi indah penuh khayalan, aku bahkan seakan tak ingin bangun dari mimpi indah itu. Sempat juga aku berpikir untuk berhenti dari kuliahku dan menerima ajakan dari dia untuk menikah, entah aku sedang mengalami cinta yang gila atau memang aku sudah benar-benar gila, bersamanya selalu terasa menyenangkan, bersamanya seakan aku tak butuh siapa-siapa lagi. Aku membolos kuliah hanya untuk pergi dengannya, namun kenyataan yang ada dia bukan pangeranku dengan kuda putihnya dan aku harus merelakannya pergi bersama pilihan hatinya.
2009
Aku memiliki sebuah prinsip baru setelah hari-hariku berlalu hanya dengan tangisan dan penyesalan, “Aku pasti bisa jatuh cinta lagi dan memang harus jatuh cinta lagi”.
Tentu saja rasa itu masih ada, tidak mungkin hilang begitu saja. Aku bahkan tidak sadar, terlalu banyak kesempatan yang mampir kepadaku tetapi pergi begitu saja. Mungkin benar, aku masih takut membuka diri lagi karena aku masih ingat bagaimana rasanya terjatuh, aku membangun tembok pertahananku, hanya karena takut terluka kembali.
Dan ceritaku dengan dia yang 5 tahun sudah tak pernah aku ingat berlanjut disini, dialah pria yang berhasil membalut dan mengobati lukaku dengan kelembutan dan kesabarannya. Lewat sebuah jalan Tuhan yang bernama kebetulan, kami dipertemukan untuk kembali merajut kisah kami yang selama 5 tahun terkubur begitu saja.
Pada awalnya, aku hanya berniat menjalin tali silaturrahmi dengannya, meminta maaf tentang kelakuanku yang mungkin memang sangat kekanak-kanakan, benar saja aku masih 14 tahun bukan waktu itu?
Namun semua harus terjadi diluar rencana, aku tidak pernah berandai-andai bisa duduk berdua makan dengannya dan mendengarkan isi hatinya secara langsung, tentang niatnya berhubungan serius denganku.
Dan aku menerimanya bukan karena terpaksa, bukan pula karena aku suka. Aku menerimanya karena aku melihat ketulusan dimatanya, melihat kejujuran dan keteguhannya. Untuk mengatakan itu sebuah cinta masihlah terlalu cepat, aku masih sakit, masih sangat sakit.
Hari-hari baru bersamanya, dengan status long distance relationship karena dia bekerja di sebuah perusahaan pertambangan asing di luar pulau. Aku belajar menerimanya dengan sepenuh hati, belajar membuka hatiku kembali, belajar mencintai kembali. Kesabarannya itu yang membuatku berusaha untuk membuka hati kembali.
Tetapi ketika aku merasa tidak mampu, dengan keberadaan orang tuaku yang tidak menyetujui hubungan kami, aku menyerah, aku berhenti berjuang dan menghilang darinya. Aku masih ingat, dia berjanji tidak akan membuatku patah hati namun kenyataan yang ada, akulah yang telah mematahkan hatinya.
2010
Aku berlari sekuat aku mampu, mencoba mengusir bayang-bayangnya yang semakin lama semakin jelas. Kemanapun aku memandang, dimanapun aku berada, dia selalu menari-nari di otakku. Aku bahkan mempergunakan prinsipku kembali untuk jatuh cinta lagi namun yang terjadi aku selalu mencari sosok dirinya hampir di setiap orang yang dekat denganku.
Dan ketika secara tiba-tiba dia hadir di hari ulang tahunku yang ke-21, itu membuat aku tak mampu berbuat apa-apa. Aku tidak terkejut, aku tahu dia pasti akan datang hanya saja aku tidak memiliki banyak persiapan untuk menghadapinya. Bayang-bayang dirinya sudah cukup membuatku gila apalagi harus bertemu dengannya.
Yang kemudian terjadi, selang beberapa bulan sejak surprise yang telah membuatku tampil sebegitu konyol, entah apa yang menggerakkan hatiku, entah kekuatan darimana sampai-sampai aku mengiriminya pesan singkat, sebuah permintaan maaf. Setelah itu, aku bingung, apa artinya? Apa berarti kami membangun hubungan yang baru kembali? Aku masih dengan ego dan gengsiku. Dan dia dengan penuh kesabaran telah menunjukkan padaku bahwa ini adalah cinta.
Rasaku masih belum tertata dengan rapi, aku masih benar-benar memilah, benarkah keputusan yang aku ambil? Tak berdosakah aku karena telah mengingkari janjiku kepada orang tuaku untuk tidak menjalin hubungan dengannya?
Dan yang membuatku tetap berani untuk maju, aku bersama ALLAH, aku tahu Dia tidak pernah tidur, aku tahu Dia tidak pernah meninggalkanku. Aku hanya bisa berdoa dan berlari kepadaNya, aku hanya bisa memohon kepadaNya untuk segala keputusan yang aku buat.
Aku bahkan masih ingat, aku pernah mengatakan kepadanya bahwa aku adalah orang yang jahat. Dengan sangat yakin dia memberiku jawaban yang menakjubkan, “aku akan merubah kejahatanmu menjadi kelembutan”.
Tentang “First Date”, hal yang sakral bagiku pergi menonton ke bioskop dan aku ingin mengabadikan momen itu bersama seseorang yang aku percaya mampu menjagaku seumur hidupku. Dan aku mempercayainya untuk menjadi penjaga hatiku, menaruh harapan besar padanya bahwa dialah yang akan menemaniku menghabiskan sisa usiaku.
Melalui dia, ALLAH menguatkanku dan memberiku keberanian besar, merubahku menjadi lebih baik, mendewasakanku dengan segala ego dan gengsiku. Aku mulai rajin untuk menyelesaikan tanggung jawabku sebagai mahasiswa, untuk pertama kalinya aku ingin segera lulus. Dan memang benar, aku harus membayar mahal kemalasanku diawal semester, aku benar-benar harus bekerja ekstra keras untuk membuktikan kepada orang tuaku bahwa aku akan menjadi sarjana.
Dia selalu memotivasiku, memberiku semangat yang tanpa henti, menemani saat-saat sulitku menyelesaikan tugas akhir walaupun hanya lewat pesan singkat, itu sangat berarti bagiku. Dia benar-benar bisa diandalkan, dia begitu percaya dan yakin aku mampu menyelesaikan ini semua. Dia bahkan seperti ayahku yang tidak pernah meragukanku dan selalu percaya bahwa aku mampu melewati segala hal.
Yang ada dalam pikiranku saat itu adalah aku hanya ingin berjuang mendapatkan cintaku, cinta tidak akan datang dengan sendiri tanpa usaha. Aku tahu, tidak mungkin selamanya menyembunyikan hubungan ini, cepat ataupun lambat, orang tuaku harus tahu. Dengan sisa waktuku yang ada, aku mencoba menguatkan dan meyakinkan hatiku, dia adalah pilihanku sampai kapanpun. Dan aku percaya, dia adalah pangeranku dengan kuda putihnya yang akan menjemputku suatu hari nanti untuk merangkai mimpi indah bersama.
2011
Aku menganggap ini adalah tahun kami, tahun milik kami. Tahun dimana aku lulus walaupun harus menyelesaikan masa study-ku sepanjang 4,5 tahun, aku tetap merasa bangga, tetap merasa bahagia dan bersyukur karena dia selalu ada untukku. Dan kedatangannya di hari wisudaku dengan pengorbanannya langsung datang dari tempat kerjanya menjadi sebuah hadiah terindah. Aku bahkan masih menyesali kebodohanku karena tidak bisa berlama-lama bersamanya, namun aku tetap bahagia dan benar-benar bersyukur telah memilikinya yang tanpa lelah membuatku merasa akulah wanitanya sampai kapanpun. Bahkan saat aku harus singgah di kota lain untuk mengais rezeki, menemukan kehidupan yang baru, terpisah dengan orang tua dan keluarga untuk yang pertama kalinya, dia tetap ada untukku, menemani hari-hariku yang kesepian karena jauh dari siapapun. Dia tidak pernah berubah, tetap yang sama, pria yang 2 tahun lalu memintaku menjadi orang yang spesial dihatinya.
Semakin merasa bahagia ketika sebuah pintu untuk kebersamaan kami telah terbuka setelah perjuangan panjang kami, dengan penuh rasa syukur, orang tuaku telah merestui hubungan kami. Semua seperti mimpi, jikalau benar mimpi aku tidak akan pernah mau bangun karena kebahagiaan ini terlalu indah.
Seketika, aku teringat impianku masa kecil, bukan hanya tentang pangeran berkuda putih. Ini tentang pendamping hidup, tentang impianku untuk menikah hanya dengan pria seperti ayahku karena aku ingin seberuntung ibuku.
Ayahku adalah tolak ukurku dalam menilai setiap pria, aku pikir aku tak akan pernah seberuntung ibuku yang bisa bersuamikan ayahku. Sepanjang usiaku, aku selalu mencari sosok seperti ayahku, mencari celah untuk bisa menjadi seperti ibuku, aku pikir tak akan ada lagi pria seperti ayahku namun dari sekian pria yang ada di hadapanku, aku berhasil menemukan pria itu, priaku, just limited edition.
Hingga kini akhirnya aku yakin, pria itu adalah dia. Dia adalah priaku yang telah menyembuhkan lukaku sampai aku lupa bagaimana rasa sakitnya. Dia adalah priaku yang mengajariku bersabar untuk merangkai dan mengejar mimpi. Dia adalah priaku yang selamanya tak akan pernah tergantikan dihatiku. Aku mencintainya dan aku kini aku sedang menunggunya untuk sebuah impian besar kami.
Narasi
Mengisahkan tentang dua anak manusia yang berjuang untuk cinta mereka, tentang pengorbanan, kesetiaan dan kepercayaan, tentang rasa saling menjaga. Mereka memulai kisah itu semenjak usia belia, sebuah kisah yang menyentuh hati, kisah yang mengajarkan bahwa cinta itu dimiliki setiap insan yang bernafas tanpa mengenal usia. Perjalanan cinta yang tidak berjalan mulus, pertentangan dengan orang tua tentang pilihan hati, cobaan yang harus menjalani cinta jarak jauh. Banyaknya cobaan yang mereka hadapi semakin menguatkan cinta mereka, semakin membuat mereka saling menumbuhkan rasa saling percaya, saling menjaga perasaan masing-masing, saling mengasihi satu sama lain. Sampai akhirnya kisah mereka mendapatkan restu namun masih harus menunggu dengan sabar untuk sebuah waktu dimana mereka akan dipersatukan dalam sebuah hubungan yang sakral. Ini merupakan kisah nyata yang dialami penulis, selama bertahun-tahun mencari pangeran impiannya, mencari sosok yang mampu menjadi imam dalam hidupnya. Tanpa disadarinya, sosok tersebut telah ada sejak lama, telah dipersiapkan olehNya. Segalanya seperti sebuah dongeng yang menjadi kenyataan, hanya ucapan syukur yang mampu dia panjatkan seraya menunggu datangnya hari bahagia itu.
About Author
Subscribe to:
Post Comments
(
Atom
)
Cinta Yang Indah...
ReplyDelete