MENU

Menjadi Pengusaha Sekaligus Pendakwah



“Menjadi Pengusaha Sekaligus Pendakwah”
            Sekali mendayung, 2 pulau terlampui. Kiranya pribahasa inilah yang cocok dengan profesi yang saya (penulis) sebut dengan P kuadrat (Pengusaha dan Pendakwah). Bagaimana tidak, sekali bekerja kita bisa melakukan dua pekerjaan sekaligus, berwirausaha dan mengajak oranglain pada kebaikan. Ini berarti P kuadrat memiliki nilai plus, karena kelebihannya bisa mendapatkan dua hal padahal melakukan satu hal. Tak hanya menguntungkan diri sendiri, tapi juga menguntungkan banyak orang. Saatnya para pemuda Muslim untuk berpikir ‘bagaimana cara menjadi manusia yang bermanfaat bagi manusia yang lain’. Maka segala sesuatu yang akan dilakukan tidak menuntut balasan alias tanpa pamrih.
            P kuadrat adalah suatu profesi yang hanya bisa dilakukan oleh orang-orang yang berstatus Muslim. Kita bisa mendapatkan materi (rupiah) dan pahala sekaligus. Karena dalam P kuadrat kita  diminta untuk menyatukan dua hal yang berbeda, yakni berwirausaha dan berdakwah. Maksudnya, kita berdakwah sambil berwirausaha atau berwirausaha sambil berdakwah.
            Jika saja bibit-bibit Muslim mampu melakukannya, maka kita tidak akan lagi mendengar istilah “Islam KTP” atau melihat umat Muslim menggadaikan imannya demi sekilo beras. Kenapa? Karena pengusaha muda Muslim mampu menawarkan sebuah solusi bagi sesamanya. Yakni memilih jalan untuk menekuni P kuadrat. Tidak lagi untuk mencari keuntungan semata/ memperkaya diri, tapi lebih pada berbagi dan memberi, baik berupa materi ataupun non-materi.
            Dapat dicontohkan dalam kehidupan saya pribadi. Ketika ide P kuadrat menghampiri pikiran, saya mencoba merealisasikannya. Yakni berdagang buku. Dizaman yang kebutuhan serba mahal ini, saya coba menganalisa problem tentang daya tarik membaca. Bagi kaum menengah ke atas, tidak adanya minat membaca disebabkan oleh faktor internal. Yakni dalam diri si pembaca, bisa karena malas, tidak suka, dan lainnya. Tapi, untuk kaum menengah ke bawah, mayoritas penyebabnya adalah ketidakmampuan untuk membeli sebuah buku. Hingga muncul sebuah celotehan, “Lebih baik tidur daripada membaca, satu buku harganya sama seperti dua kilo beras”
            Berangkat dari hal di atas, saya coba berjualan buku bekas tapi masih bagus dan layak baca. Yang terpenting dari sebuah buku adalah isi dan pesan yang disampaikan bukan tahun berapa buku itu terbit atau siapa penulisnya. Harga buku yang saya tawarkan sangatlah bersahabat dengan kantong pelajar/ mahasiswa/ masyarakat umum. Mulai dari Rp 1.000 hingga Rp 20.000.
            Dari berdagang buku tersebut, saya bisa mendapatkan sebuah keuntungan materi dan keuntungan non-materi. Mengenai keuntungan yang pertama (materi), sangatlah jelas beberapa lembar rupiah saya dapatkan dari usaha tersebut. Sedangkan keuntungan yang kedua (non-materi), mampu mengurangi daftar nama umat Islam yang masih berstatus ‘pengangguran’. Selanjutnya, bisa mempermudah umat Muslim untuk mendapatkan sebuah ilmu. Dan dari buku-buku itulah pesan saya tersampaikan. Untuk lebih mengenalkan islam pada umat.
            Jika wabah pengusaha dan pendakwah menyerang para pemuda Muslim, maka akan bermunculan para pengusaha yang gemar sedekah dan pendakwah yang juga memikirkan keadaan umat Islam dalam jangka panjang (bukan satu atau dua jam jetika berceramah saja). Jadi, umat benar-benar terurus. Masalah mereka menjadi masalah kita. Tidur seorang pengusaha sekaligus pendakwah tak akan nyenyak jika melihat saudaranya kedinginan berselimut malam. Makannya tak akan enak jika melihat tetangganya menahan lilitan lapar di perut.
Para pelaku P kuadrat tidak hanya bisa mengatasi masalah perekonomian atau keagamaan semata tapi juga mampu mengatasi masalah sosial, politik, budaya, dan lainnya. Mengapa? Karena jika seseorang sudah memiliki kekuatan agama dan ekonomi, apakah masih akan lahir seorang koruptor atau masihkah akan bermunculan peristiwa pelecehan seksual. Jawabannya ada pada diri kita masing-masing, para pemuda yang diharapkan bangsa dan agama.
Yang menjadi pertanyaan selanjutnya adalah mengapa harus pemuda? Mengapa bukan orangtua saja? Karena pemuda memiliki sesuatu yang tidak dimiliki oleh orang tua, yakni sebuah semangat baru. Para orang tua sudah cukup lelah memikirkan segala problema yang ada ketika masa mudanya, sekarang saatlah para pemuda untuk bergerak. Tak hanya menggagas ide tapi juga harus menjalankan ide tersebut.

Post a Comment

My Instagram

Designed by OddThemes | Distributed by Blogger Themes