Memulai Pendidikan Yang Terkoneksi Dengan Ketahanan Pangan Keluarga


Kulihat ibu pertiwi, sedang bersusah hati. Air matanya berlinang, emas intannya terkenang. Hutan, gunung, sawah, lautan, simpanan kekayaan. Kini ibu sedang lara, merintih dan berdoa…”

Cuplikan lirik lagu yang berjudul Ibu Pertiwi di atas, rasanya tepat untuk menggambarkan kondisi Indonesia di tengah pandemi Covid-19 kemarin. Karena pandemi, pemerintah menghimbau untuk bekerja dari rumah, belajar dari rumah, menjaga jarak secara fisik, dan menerapkan kebijakan karantina wilayah. Hal tersebut tentu membuat perubahan hampir diseluruh aspek kehidupan, salah satunya adalah sektor ketahanan pangan keluarga.

Ada ribuan pekerja yang harus di-PHK, jutaan pelajar berjuang dengan kuota internetnya, dan para pedagang yang kehilangan pelanggannya. Tentu hal ini membuat status ekonomi banyak keluarga berada di bawah garis cukup. Dari tiga kebutuhan pokok utama sebuah keluarga (sandang, pangan, papan), ada satu yang paling utama dalam keseharian hidup, yakni pangan. Karena kebutuhan akan pangan menjadi sesuatu yang tidak dapat ditunda.

Kunci dari ketahanan pangan keluarga adalah ketersediaan pangan yang cukup dan merata bagi anggota keluarga. Dan bagi seorang kepala keluarga, menjaga ketahanan pangan di tengah pandemi merupakan tantangan sulit yang harus dihadapi. Sebab harus berdiri di kaki sendiri dan berusaha di tengah orang-orang yang juga sedang kesusahan. Bukanlah hal mudah memastikan keluarga bisa makan, disaat rupiah sulit untuk didapatkan.


Maka, untuk bangkit dari kekhawatiran akan kelaparan di masa mendatang tanpa pangan, pemerintah dalam hal ini sekolah bisa untuk menyelesaikannya dengan pendidikan. Yakni memulainya dengan pembelajaran yang mendorong kesadaran siswa untuk mencintai alam. Belajar untuk memanfaatkan lahan ataupun ruang yang ada di rumah.

Materi ketahanan pangan keluarga bisa diajarkan oleh guru kepada peserta didik dengan praktek untuk menanam sayuran dan buah-buahan serta memelihara hewan seperti ikan. Sebelumnya, peserta didik harus memahami dampak positif dari sikap mandiri dalam berkebun dan berternak dari rumah. Pertama, untuk mencintai dan mendekatkan diri dengan alam. Kedua, untuk menjaga ketersediaan pangan keluarga. Ketiga, membantu perekonomian keluarga. Dan keempat untuk menumbuhkan semangat berwirausaha sejak dini.

Besarnya manfaat dari pendidikan yang dihubungkan dengan ketahanan pangan keluarga, seharusnya membuat pemangku kebijakan untuk merespon hal ini dengan mengkonsep ulang pembelajaran pasca pandemi. Sistem pembelajaran yang mendorong kesadaran siswa untuk mencintai alam dengan berkebun dan berternak secara mandiri, dapat memberi kesadaran yang sama kepada orang tua siswa. Yakni kesadaran bahwa betapa besarnya manfaat dari mengefektifkan lahan dan ruang untuk menghasilkan bahan pangan, seperti sayuran, buah-buahan, serta ikan.


Aku sebagai pribadi yang berprofesi sebagai guru, sangat mengetahui kondisi dibalik senyum lebar siswa-siswiku. Pasca pandemi, ada banyak siswa dan wali siswa yang mengeluhkan atau sekedar curhat ringan mengenai kondisi perekonomian keluarga. Terbatasnya uang saku, belum bisa ganti sepatu yang sudah lusuh, hingga seragam kekecilan yang tetap dikenakan.

Melihat hal tersebut, aku berinisiatif untuk berbagi ilmu kepada anak-anak mengenai ketahanan pangan keluarga dimulai dari rumah. Dengan belajar secara otodidak, aku mencoba kunjungi rumah mereka satu per satu, untuk bisa menganalisis sumber daya apa saja yang mereka miliki dan bisa dimanfaatkan untuk menghasilkan cuan.

Setelah beberapa waktu, kami melalui komunitas kelas dan wali siswa bekerjasama untuk saling memberi manfaat untuk keberlangsungan program mandiri dalam ketahanan pangan keluarga. Hasilnya, setelah beberapa bulan kemudian, banyak diantara mereka yang mampu mandiri memenuhi pangan keluarga dan bahkan bisa membangun sebuah wirausaha dengan lahan dan modal seadanya.

Ada yang menjadi peternak lele, budidaya selada, hingga menjadi pengusaha keripik terong. Meski tidak 100% berhasil, setidaknya tahun ini lebih baik dari tahun kemarin saja aku sudah sangat bersyukur. Perlahan tapi pasti, akan aku bantu menyelesaikan kerutan permasalahan yang menimpa siswa-siswiku. Yakni bagaimana membuat mereka beserta keluarga memiliki kehidupan layak dengan mandiri berwirausaha.

Hal kecil sederhana berupa pengetahuan dibidang kewirausahaan yang aku miliki, membuatku terharu bahwa kebahagiaan terindah adalah ketika kita bisa menjadi manfaat bagi orang lain. Dan tentunya aku selalu merekomendasikan JNE dalam wirausaha kecil mereka. Mengapa? Karena hanya JNE lah yang mampu membantu mengantarkan kebahagiaan untuk pelanggan setia ke seluruh Indonesia.

Aku percaya bahwa jika semakin banyak pendidik menerapkan pembelajaran yang berdasarkan pada katahanan pangan keluarga, maka semakin banyak pula keluarga yang terselamatkan dari krisis pangan. Karena dari berkebun dan berternak secara mandiri, sebuah keluarga bisa memenuhi kebutuhannya dengan lebih efektif, kreatif, dan inovatif.


Tulisan di atas kami ikutsertakan dalam Writing Competition JNE 2023

#JNE32tahun

#JNEBangkitBersama

#jnecontentcompetition2023

#ConnectingHappiness.







Post a Comment

My Instagram

Designed by OddThemes | Distributed by Blogger Themes