Home curahan Teori 100% Praktek 0%
Teori 100% Praktek 0%
Atiya Fauzan August 24, 2015 0
Beberapa hari ini, aku dipertemukan kembali dalam komunikasi dengan salah satu sahabat masa SMP, Uyun Nur Rahmawati (setelah 9 tahun). Sahabat kami yang khas dengan rambut pendek ini (dulu) biasa dipanggil dengan sebutan “Dora”. Selama tiga tahun kami ditakdirkan dalam satu kelas, tak heran jika hubungan kami dekat (Aku, Dora, Dini, Mina, Faiz, Citra, dan Hilda).
` Sering bersama ketika di sekolah, dan ketika di pesantren, membuat kami mencolok sebagai perkumpulan yang terlihat akrab dimata santriwati lainnya. Memakai baju yang sama, memiliki barang yang sama, mengerjakan tugas bersama, nongkrong bersama, de el el. Tak heran jika kami saling hafal kepribadian masing-masing. Saling tahu kelemahan masing-masing. Dan saling paham serba-serbi favorit masing-masing.
Menjelang senja, beberapa waktu yang lalu, terlihat sebuah panggilan dengan nama ‘Dora’. Begitu aku angkat, langsung terdengar suara gaduh nan cerewet. Dalam banyak menit kami bernostalgia, dilanjut dengan pembahasan kisah ‘masa kini’.
“Kamu tuh ya, masih tetep rame, kalau ngomong cepet kayak kereta jepang. Hadeh, bu guru kok gitu” komen Dora atas obrolan kami.
“Emang dari situnya, mau diapain lagi Dor. Tapi tenang, kalau sama yang lain aku diem kok. Hahaha” aku membela diri.
“Oh iya, aku baca blogmu. Kamu masih sama ya? Hahaha… cuma omong doang. Nulis-nulis tentang cinta, pegang tangan cowok aja belum pernah. Hahaha… emang sih, kamu tuh teorinya 100% tapi prakteknya 0%. Hahaha…” Dora tertawa bahagia.
“Jahatnya kamu Dor, ntar aku tulis di blog ya sindiranmu nih” balasku dengan nada tangis yang dibuat-buat.
“Tulis aja, aku tunggu” tantang Dora
Begitulah sekilas dari percakapan kami sore itu. Dengan kelelahan yang tersirat sepulang kerja, aku tersenyum mendengar ocehan Dora. Begitu pun Dora tertawa terbahak-bahak mendengar ocehanku (maklum, aku kan muridnya Raditya Dika). Meskipun kami memiliki prinsip dan pemikiran yang berbeda satu sama lain, tapi hal tersebut bukan untuk diperdebatkan dan dipertengkarkan, tapi untuk dipelajari dan dibagi baiknya bagaimana.
Dora yang mengaku sudah 11 kali pacaran (atau memiliki 11 mantan pacar) dengan renungan dalam memikirkan kalimatku, “I’m single and very happy”. Sebenarnya bahagia itu sederhana, sangat sederhana. Mempraktekkan cinta yang kita punya pun, tak selamanya tentang hubungan antara Adam dan Hawa. Masih ada orangtua, kakak, keponakan, sahabat, dan lainnya. Bukan berarti pula, yang berpengalaman jauh lebih hebat dari yang tidak memiliki pengalaman apa-apa (jangan cemberut Dora), tapi yang lebih penting adalah seberapa banyak ‘hikmah’ yang bisa kita petik untuk dijadikan pelajaran dalam kehidupan kita. Entah dari kisah pribadi maupun kisah orang lain.
Dan, bukan karena manusia berbeda satu sama lain, lantas tak boleh bertukar cerita, berbagi kisah, serta memberi masukan. Bukan. Dora setia mendengarkan ocehanku (yang katanya ‘ceramah’) tanpa sikap jenuh sedikitpun. Aku pun dengan setia mendengarkan berbagai kisah Dora dengan mantannya (yang kalau dijadikan novel bisa 900 halaman). Hehehe… (peace Dora).
Sahabatku yang juga jebolan Fakultas Ekonomi Universitas Muhammaddiyah Malang ini, memberi banyak hikmah terhadapku atas kisah-kisahnya. Dia mengaku, hubungan asmara terpendeknya adalah 2 minggu dan terpanjangnya adalah 2 tahun. Aku jadi tahu satu hal, menemukan dan mendapatkan pria baik, tidak diukur dari seberapa sering kita ‘keluar’ bersamanya dan menghabiskan waktu bersamanya. Tapi, semuanya terletak pada ‘waktu yang tepat’, ‘do’a yang istiqomah’, dan ‘keyakinan yang diminta’. Dia juga bercerita tentang karakter mantannya, mulai dari yang paling tampan bak artis, yang kaya raya putra tunggal pengusaha emas murni Malang, yang super romantis layaknya aktor Korea, dan lainnya, Dora bagikan semua kisahnya padaku. Kembali, aku jadi tahu satu hal, pria yang bisa membahagiakan wanitanya bukan yang terlihat baik tampilan fisiknya, banyak materinya, bukan. Tapi, yang memiliki cinta luar biasa (yang hanya karena Allah SWT) untuk wanitanya. Maka cukup dengan hal itu, semua yang dilakukan si pria mampu membahagiakan wanitanya (do’anya, akhlaqnya, perhatiannya, perjuangannya, dan lainnya).
Bijaknya Dora, setelah perjalanan panjang yang dilaluinya, dia tidak pernah sedikit pun mempengaruhiku untuk sepemahaman dengannya. Aku masih ingat dia berkata, “Kamu gitu aja, nunggu yang halal, jangan berubah.” Aku tahu, dia baik. Sangat baik malah. Bagiku, santriwati yang baru keluar dari pesantren (kelulusan) dan menghadapi kehidupan dunia luar, ibarat kertas putih bersih nan kosong. Apa yang ada dalam kertas itu, seberapa banyak coretannya, tergantung dari lingkungan yang dimiliki dan seberapa kuat kertas itu bertahan.
Setelah menghabiskan ratusan menit bersama Dora dalam beberapa hari, setelah ribuan kata yang keluar dari lisan kita masing-masing, setelah banyak kisah yang kita bagi, aku memahami satu hal, Dora tidak berniatan untuk menjalin hubungan ‘pacaran’ lagi. Dia memahami ‘halalkan aku tanpa jalan haram’ (peluk Dora dari Jember). Horeee… Selama ini, bahagiaku selalu menjadi bahagianya Dora, begitupun bahagianya Dora juga selalu menjadi bahagiaku.
Dan sebagai penutup dari tulisan ini, tentang 0.1% sosok Dora dimataku, kami (aku dan pembaca blog ini) mendo’akan semoga Dora diberi kebahagiaan bertubi-tubi, dimudahkan segala niat baiknya, dan dilancarkan segalanya bersama pria yang diyakininya selama ini (inisial SH). Aamiin… (langsung Halal, rek!)
*Dora, aku akan mengingat kalimatmu itu, seumur hidupku. “Teori 100% Praktek 0%”. Hiks. Hiks. Hiks. Tapi, tak apa kan menurutmu? Ibarat ‘ilmu renang’, teorinya boleh dipelajari sendiri, dari buku, dari orang lain, dan dari sumber lainnya. Dan untuk prakteknya, harus didampingi oleh seorang tutor, kalau tidak nanti bisa tenggelam. Tutornya tidak boleh sembarang tutor kan? Selain juga harus tahu teori renang, harus bersertifikat halal dari MUI ya? Hahaha.. Dora oh Dora...
About Author
Ibu rumah tangga yang selalu dibuat bahagia oleh imam hidupnya
Subscribe to:
Post Comments
(
Atom
)
Post a Comment