Seksinya Bikin Jatuh Hati

Matematika menjadi nama yang mengerikan di telinga mayoritas pelajar Indonesia. Namun bagi aku pribadi, matematika adalah nama terindah yang selalu aku nantikan kehadirannya.

Entah kenapa, sejak sekolah dasar hingga sekolah menengah atas aku begitu mencintai matematika.Sangat, sangat, dan sangat. Percaya atau tidak, setiap kali melihat jadwal pelajaran selama sepekan, hari yang begitu menggembirakan bagiku adalah hari dimana ada matematika bertengger disana. Bak bertemu artis idola, begitulah perasaanku setiap bertatap mukan dengan mapel yang dipenuhi angka tersebut. Bahagia, senang, gembira, berbunga, dan sejenisnya.
Ketika masa SD, matematika adalah pelajaran terseksi yang pernah aku temui. Angka-angka, perhitungan, soal yang butuh pemecahan, rumus yang gagah, I love its. Aku masih ingat betul nilai matematikaku selalu tertinggi kala itu, di rapor dan di setiap ulangan harian. Menjadi yang pertama memecahkan soal tersulit, sungguh bukan untuk membanggakan diri pada siapa-siapa, tapi lebih pada menyenangkan diri sendiri *sembari bergumam, “aku bisa menaklukanmu, matematika”*. Jika mengingat matematika, membuatku otomatis mengingat ayah, ruang tamu yang dihiasi serakan buku dan dilengkapi dengan suara ayah yang menjelaskan lebih dalam tentang keseksian matematika. Ah, masa SD membuatku klepek-klepek sama matematika.

Seksinya Bikin Jatuh Hati

Memasuki masa putih biru, matematika tetap bertengger nomor 1 di hatiku. Soal-soalnya yang begitu njelimet membuatku semakin jatuh hati untuk memecahkannya. Aku merasakan sebuah kepuasaan tersendiri setiap menyelesaikan misi yang ditawarkan oleh matematika. Rasanya itu seperti mendapatkan tiket umroh gratis. Bahagia pooolll. Maka tak heran jika aku rutin mendapatkan hadiah dari guru matematika, yang memang khusus diberikan pada pemilik nilai tertinggi di setiap ulangan *terima kasih Bu Dina*.Aih, bukannyas ombong.Aku hanya ingin menjawab setiap pertanyaan dari kawanku sekalian, “kenapa masih ada yang menyukai matematika, padahal bikin stress dan pusing?”. Dan inilah jawabannya, karena cinta. Just about love guys. Simple.
Dan tiba pada masa SMA, kegilaanku pada matematika semakin menjadi-jadi. Kebanyakan siswi di sekolahku menghindari Bu Atik *guru matematika terkeren sedunia*, namun aku selalu menghitung hari, kapan bisa bertemu dengan Bu Atik plus matematika. Serius. Dan mungkin ada yang mencelotehiku ‘gila!!!’. Tapi sungguh, perasaanku pada matematika tidak main-main. Ketika aku mencintai matematika maka sebaliknya matematika juga mencintaiku. Permasalahan angka dan rumus yang membutuhkan jawaban dalam matematika, membuatku semakin jatuh hati dan jatuh hati berkali-kali. Dan pada masa yang sama pula *SMA*, untuk pertama kalinya aku mengenal akuntansi. Katanya sepupuan sama matematika, yakni sama-sama dipenuhi angka. Dan aku pun bertekad untuk mengenal siapa akuntansi sebenarnya. Benar saja, ternyata akuntansi sama seksinya dengan matematika.

Aih, hatiku terbelah menjadi dua. Setengah untuk matematika dan setengah lagi untuk akuntansi. Keduanya hamper sama, sensasi memecahkan soalnya, keseksian rumus-rumusnya, butuh pemikiran yang teliti, dan hal ini semakin mengokohkan perasaanku terhadap keduanya. Tak heran jika di semester selanjutnya setelah mengenal akuntansi, aku diutus oleh sekolah untuk mengikuti olimpiade akuntansi tingkat kabupaten Probolinggo. Alhamdulillah, namaku masuk dalam daftar sepuluh besar dalam olimpiade yang diadakan setiap tahun tersebut. Dan pada akhirnya *singkat cerita*, matematika dan akuntansi tidak lagi aku temukan dalam hati ini. Seiring berjalannya waktu, selama hamper enam tahun ini, aku tidak lagi bergelut serius dengan matematika maupun akuntansi. Kiranya pantas jika lambatlaun semuanya memudar kemudian hilang tak berbekas. Merindukan matematika setiap hari, menangis ketika tidak mendapatkan nilai sempurna untuk matematika, kecewa ketika guru matematika berhalangan hadir, memeras otak menjawab teka-teki matematika, semua itu sudah tidak pernah aku rasakan lagi. Sepertinya perasaanku pada matematika benar-benar harus berakhir seperti ini. Oh. *dilarang mengeluh dan dilarang berandai-andai* Okay, fine..

Post a Comment

My Instagram

Designed by OddThemes | Distributed by Blogger Themes