Karena Jakarta, Aku Berbeda



Gambar ini hanya ilustrasi

Sebelum aku memulai tulisan ini, aku ingin meminta maaf pada ibuku tercinta dan almarhum ayahku tersayang. Karena sebuah prinsip dan amanah, dengan berat hati aku langgar, demi manfaat dan keselamatan. Itu artinya gak pa-pa kan ya? Wallahua’lam.
            Sebelum kepergianku ke Jakarta minggu lalu, jika saja ada yang bertanya, “pernah berboncengan dengan seorang pria yang bukan saudaramu?” Maka dengan pasti aku menggelengkan kepala sembari menjawab, “tidak pernah”. Namun, setelah aku berkunjung ke Ibukota karena alasan kompetisi, jika ada seseorang yang menanyakan pertanyaan yang sama, aku akan menjawab dengan tiga kata, “iya, aku pernah”. (Maaf ibu, maaf ayah)
            Namanya Erick, entah siapa nama lengkapnya. Beliau adalah salah seorang wartawan surat kabar Republika. Pria asli Solo ini, menempati posisi wartawan bagian otomotif. Tak heran jika ceritaku memiliki benang merah dengannya.
            Awal cerita, aku mengikuti lomba menulis di blog yang diadakan oleh Daihatsu Indonesia. Bersyukur, aku lolos ke seleksi 50 besar dan lolos ke tahap selanjutnya. Alhasil, aku pun memperoleh undangan untuk ke Jakarta. Dan singkatnya, begitu tiba di Jakarta, aku buta rute. Dan ternyata untuk menuju tempat acara yang tertera di undangan dari Daihatsu memiliki jarak yang cukup jauh dari penginapanku. Tak hanya itu, waktu yang dibutuhkan pun lama dengan segala kemacetannya, dan rutenya pun lumayan ribet.  Melihat kebingungan ini, sahabat hebatku, Binti (yang juga wartawan Republika) berusaha mencarikan jalan keluarnya.
            Dan, nasib baik pun menghampiriku. Diwaktu dan tempat yang sama, rekan kerjanya Erick ternyata akan melakukan liputan ditempat acara Daihatsu. Aku mengiyakan tawaran Binti untuk turut serta ‘nebeng’ menuju tempat acara. Lebih efektif dan efisien, pikirku.
            Pagi menjelang dan Erick pun datang. Deru motornya dari kejauhan begitu dihafal Binti, dia memberi kode untuk turut beranjak dan bersiap berangkat. Dan ternyata, memang benar Erick yang datang, rekannya, bukan Erika menurut dugaanku, rekan lainnya yang menurut ekspektasiku berhijab atau setidaknya berambut panjang. Erick? Pria? “Oh my god” ucapku dalam hati.
            Untuk pertama kalinya aku melakukan ini. Berboncengan dengan seorang pria, yang berhubungan darah pun tidak. Aku begitu merasa bersalah. Bersalah. Bersalah. Dan bersalah. Tapi, pada akhirnya aku naiki saja tempat duduk kosong tepat dibelakang sang pengemudi motor. Kemudian si kuda besi memecah kemacetan dan melalang buana dalam angkuhnya gedung tinggi kota metropolitan. Yah aku melakukannya. Sesuatu yang sulit untuk dilupakan, karena sudah terlanjur tercatat  dalam buku sejarah kehidupanku sendiri, selamanya. Didetik itulah, otakku merekamnya. Yang terjadi, tak akan pernah bisa benar-benar dihapus. Oh, Jakarta.
           

Post a Comment

My Instagram

Designed by OddThemes | Distributed by Blogger Themes