MENU

Goodbye Jakarta




Sudut pandang yang berbeda dari ibu dan anak tentang ibukota Jakarta. Selamat menyimak.
Ibu: Ada apa dengan Jember? Kamu sudah bosan?
Anak: Bukan begitu bu. Aku hanya ingin terjun ke dunia pertelevisian, ada kesempatan emas di depan mataku bu. Aku ingin berkecimpung di dunia broadcast.
Ibu: Lalu, menjadi guru bukan kesempatan emas? Kamu lebih mencintai NET TV daripada ibumu ini.
Anak: Tentu tidak bu. Jika aku lebih mencintai NET TV, tentu tanpa meminta izin dan tanpa membujuk ibu, aku akan langsung terbang ke ibukota. Percayalah, aku sayang ibu.
Ibu: Terkadang, dengan rayuanmu, hati ibu luluh dan bersedia menuruti permintaanmu. Tapi tidak untuk satu hal ini. Seabad pun kamu memohon, jawaban ibu tetap sama.
Anak: …
Ibu: Nak, kamu dan ibu bebas mengeluarkan pendapat dan wajib mendengarkan pendapat satu sama lain. Coba jelaskan, kenapa kamu ingin menjadi… apa sih sebutannya kalau untuk orang yang bekerja di dunia televise?
Anak: Broadcaster bu
Ibu: Iya itu. Apa alasanmu? Ibu juga akan kemukakan alasan ibu
Anak: Aku ingin ke Jakarta dan menerima tawaran NET TV, karena ibu sudah menguliahkanku di jurusan yang selaras dan aku ingin mengaplikasikan ilmu yang sudah aku dapat di bangku kuliah. Dan juga, aku ingin mengenakan seragam NET TV.
Ibu: Ibu menguliahkanmu, bukan untuk menjadi apa atau apa. Tapi ibu hanya ingin kamu memiliki ilmu. Itu saja. Dari alasanmu tadi, terlihat sekali jika kamu sangat mengejar dunia. Bangga ya saat mengenakan seragam NET TV? Bangga juga saat berkarir di ibukota?
Anak: Tapi kan ibu juga ikut bangga, semisal namaku muncul di layar kaca. Tertulis “Tim Kreatif: Atiyatul”
Ibu: Jika setelah menimba ilmu dibangku formal kamu ternyata mendapatkan pekerjaan, itu bonus dari Allah. Menuntut ilmu ya menuntut ilmu. Ibu hanya bangga saat kamu sungguh-sungguh melakukan pekerjaan, Dan urusan duniamu tidak melupakan akhiratmu. Meski kamu lebih pintar dari ibu, tapi ibu lebih paham darimu. Bisakah kamu tetap istiqomah dari apa yang kamu lakukan saat ini ketika sudah masuk ke dunia televise? Syuting, dikejar deadline, rapat dan rapat. Kamu juga tidak bisa menjamin, calon rekan kerjamu nanti akan mendukungmu. Kamu akan memiliki atasan, yang tentunya kamu akan lebih patuh padanya daripada patuh pada hatimu. Bagaimana prediksi ibu?
Anak: Iya bu. Aku juga tidak bisa menjaminkan apa-apa pada ibu. Maafkan aku bu.
Ibu: Syukurlah jika kamu mengerti. Kamu sekarang sepenuhnya adalah tanggung jawab ibu, jadi ibu berhak untuk kamu dengar apa-apa pendapat ibu. Dan alasan lain yang ibu miliki adalah, karena kamu wanita, seorang diri di kota metropolitan tanpa didampingi seorang muhrim. Kamu tentu tahu maksud ibu. Hati ibu tidak akan pernah tenang dan ibu tidak akan pernah bahagia disini, meski kamu sukses di sana. Kehidupanmu yang sekarang adalah sumber kebahagiaan ibu sebenarnya.
Anak: Iya bu, aku mengerti. Aku tidak akan membahas masalah televise lagi. Aku menyesal. Aku akan tetap menjadi seorang guru sesuai keinginan ibu.
Ibu: Bagus. Menjadi guru itu pekerjaan mulia. Karena kamu bisa berbagi ilmu setiap hari. Jangan sampai kamu dilkalahkan oleh nafsumu sendiri. Paham?
Anak: Iya bu. Maafkan aku bu.
Sang anak pun memeluk erat sang ibu, disertai derasnya linangan airmata. Goodbye Jakarta. Ibu jauh lebih berharga dari apapun di dunia.

BERSAMBUNG…

Post a Comment

My Instagram

Designed by OddThemes | Distributed by Blogger Themes