MENU

One Day Seven Juz



            Adalah salah satu sanak keluargaku. Beliau merupakan salah satu adik dari ibuku. Beliau adalah seorang pengusaha, dan sudah semestinya tidak memiliki jam terikat seperti pekerja kantoran. Alhasil, saat para pekerjanya bekerja dari pagi hingga sore, beliau asyik bercengkerama dengan Al-Qur’an di sebuah ruang di tempat kerjanya. Ibu selalu menceritakan sosok beliau padaku, ibu selalu mengajarkan untuk mencontoh hal baik pada setiap orang serta simpan dan maafkan hal buruknya sebagai pelajaran. Hari ini ibu bercerita, besoknya ibu bercerita lagi, dan lusanya ibu tetap bercerita, cerita yang sama. “Pamanmu bisa khatam Alqur’an tiap minggu sekali, kalau bulan Ramadhan biasanya empat hari sekali”.
Aku tahu maksud ibuku, bahwa bernafaslah dengan ayat Al-Qur’an. Jangan pernah melewatkan 24 jam tanpa mengingatnya. Ibu selalu membanggakan adiknya di depan putra-putrinya (tentunya setelah membanggakan suaminya terlebih dahulu *Hehehe* #Dad). Mungkin karena kami masih pada One Day One Juz bahkan Two Days One Juz sedangkan di bulan Ramadhan masih pada One Day Two Juz. Seorang ibu tentu hanya ingin anak-anaknya memiliki hari ini yang lebih baik dari hari kemarin, selalu begitu, tak pernah berubah.
            Maka saat manusia diatur oleh waktu, kita hanya bisa menjalani sebuah rutinitas yang sudah dijadwalkan dunia, tak boleh dibantah. Masalah hiburan, siraman rohani, dan obat hati, kita dipaksa untuk mencuri-curi waktu dari schedule yang tak bisa dirubah. Aku jadi teringat permintaan ibuku bulan lalu “Jadi guru saja ya nak? Ibu tidak bisa melepasmu menjadi jurnalis atau broadcaster di kota besar. Karena ibu hanya ingin kamu yang mengatur waktu bukan waktu yang mengaturmu. Kerjamu untuk mengamalkan ilmu, bukan untuk mencari nafkah. Kamu adalah seorang wanita, nantinya akan menjadi seorang istri dan ibu. Dan menjadi ibu rumah tangga adalah karir paling mulia di dunia ini.” Aku membenarkan pernyataan dalam permintaan ibu. Aku jadi teringat masa-masa Praktek Kerja waktu kuliah, 2 bulan menjadi Jurnalis, dikejar deadline, liputan berjam-jam, wawancara narasumber, dkk. (Kenapa dulu aku begitu memimpikannya???)
            Aku ingin seperti pamanku, begitu menghargai waktu, karena kita tahu bahwa waktu tak pernah kembali dan tak ada yang tahu kapan waktu kita terhenti. Hidup tidak melulu tentang jasmani yang tampak oleh dunia, tapi juga ada rohani yang tak nampak wujudnya namun sudah jelas mengenai hak-haknya.

***Tulisan ini tidak bermaksud untuk menyinggung para pekerja atau memuji para pengusaha. Namun tulisan ini bermaksud untuk menyinggung orang-orang yang tidak bijak memanfaatkan waktu luang serta memuji orang-orang yang bijak menggunakan waktunya, berapapun jumlah menitnya. Bukan waktu ‘banyak’ #kuantitas, tapi waktu ‘emas’ #kualitas. (Termasuk untuk mengingatkan diri sendiri J)
           
           

Post a Comment

My Instagram

Designed by OddThemes | Distributed by Blogger Themes