Home inspiratif Hidup Tanpa Pacaran
Hidup Tanpa Pacaran
Atiya Fauzan January 29, 2014 1
“Ayolah… posting tulisanmu yang ini, aku aja jadi pengen niru, siapa tahu juga ada yang pengen niru, iya kan?” Rengekan dari sahabatku, memaksa aku untuk memosting judul ini, tentang aku dan kehidupan cintaku. Oke, aku mulai.
Setiap orang yang baru mengenalku akan membelalakkan mata, menganga, dan bertanya “serius?” ketika mengetahui bahwa aku tidak pernah pacaran selama ini. Berbeda dengan sahabat lamaku dimasa pondok pesantren dulu, mereka mengernyitkan dahi dan bertanya “kamu masih seperti dulu?” Dan untuk sahabat-sahabatku kini, mereka bersikap biasa saja, mendukungku untuk tidak pernah memiliki mantan ‘kekasih’.
Kata siapa dunia akan berakhir kalau tidak memiliki pacar? Mulai dari bedug maghrib dihari rabu pada 3 juni 1992 (waktu kelahiranku) hingga detik ini, aku baik-baik saja, aku sehat, dan aku normal, meski sekalipun aku belum pernah merasakan seperti apa rasanya memiliki seorang pacar. Kata siapa kegalauan itu karena tidak ada yang sms kita untuk sekedar bertanya sudah makan apa belum? Aku dan perjalanan hidupku jarang tersandung galau akut yang begitu parah, aku makan dengan normal dan tepat waktu meski tidak ada yang mengingatkannya. Kata siapa hidup akan terasa hambar tanpa seorang kekasih yang begitu perhatian dengan setiap inchi pada diri kita? Aku bahagia dengan keluargaku yang begitu peduli, dan juga sahabatku. Ada ibu yang mencemaskan dan menghawatirkan aku bukan setengah mati tapi beliau cemas dan khawatir disetiap tarikan nafasnya. Kata siapa juga kita tidak bisa berprestasi karena tidak ada motivasi belajar dari seorang pria yang berstatus ‘pacar’? Aku tetap bisa berprestasi untuk skalaku. Belajar dengan benar, tidak memiliki nilai merah, dan membanggakan keluarga. Itu saja. Memang prestasiku tidak muluk-muluk, seperti juara olimpiade nasional/ internasional. Bukan. Tapi aku masih semangat belajar, belajar dan belajar.
Ada yang bilang bahwa diriku ‘aneh’ karena tidak pernah pacaran. Aku hanya berlenggak menjalani kehidupan. Ini hidupku, aku yang memilih. Terserah apa kata manusia lainnya, aku percaya bahwa disetiap cibiran akan ada obatnya, yakni orang-orang yang mendukung. Dan itu benar, keluargaku-sahabatku, mereka semua mendukungku untuk tetap seperti biasa dan apa adanya.
Jika ditanya mengapa? Mungkin ATIYA kecil yang baru berusia 11 tahun lulusan SD yang tiba-tiba masuk pondok pesantren untuk waktu 6 tahun, akan menjawab “Takut dimarahi mas aan”. Dan ATIYA remaja yang sedang puber berseragam abu-abu akan menjawab “Kan gak boleh, begitu aturannya, bukan muhrim”. Dan ATIYA dewasa yang baru selesai diwisuda mungkin akan menjawab “Awalnya terpaksa, lalu terbiasa, dan ternyata itu sebuah kewajiban, dan pada akhirnya menjadi kebutuhan”. Aku masih ingat betul, tahun 2003, sebelum kelulusan SD dan pemberangkatanku ke pondok, mas aan (kakakku no.3) dengan gaya seram menakutiku untuk tidak berhubungan lebih dengan kaum adam, aku yang baru umur 11 tahun, setengah paham setengah tidak.
Banyak yang bertanya padaku, bagaimana aku bisa hidup tanpa cinta? Aku tersenyum saja. Kawan, aku hanya tidak pernah pacaran, bukan berarti aku tidak pernah jatuh cinta. Aku manusia normal, aku juga merasakan ketertarikan dengan pesona kaum adam, aku juga wanita yang pernah jatuh cinta. Hanya saja aku tidak mengaplikasikannya, hanya saja aku pendam dalam diam, hanya saja aku menyibukkan diri untuk tidak kehilangan focus hidup. Dan aku hanya ingin memiliki cinta yang halal. Itu saja, tidak lebih.
O ya, aku masih ingat betul diawal perkenalan aku menjadi seorang guru dihadapan murid-muridku. Setelah nama, alamat, dan jebolan kampus mana yang aku jawab, mereka pasti akan menanyakan status (Ibu guru sudah punya pacar?). Aku mencoba menjawab apa adanya, seisi kelas hampir tidak percaya. Dan banyak celetukan dan pertanyaan yang membuatku tersenyum, “Gimana rasanya buk?” “Kok bisa sih bu?” “Wah…aku jadi pengen kayak ibu” “Serius bu?” Dan mereka pun berbisik. Begitulah di dunia nyata, entah bagaimana jika di dunia maya. Maka aku memilih bungkam saja. Dan akhirnya, paksaan dari salah seorang sahabatku membuatku men-share tulisan ini. Selamat siang.
About Author
Subscribe to:
Post Comments
(
Atom
)
Wah...terima kasih sudah mampir. Saya juga sudah membaca hidup lebih tenang tanpa pacaran.
ReplyDelete