MENU

Pendonor Darah Jember + HIV = ???




            Assalamu’alaikum sahabat Istana Tulisan. Sudah lama ya kita tidak berjumpa. Aku benar-benar minta maaf, karena lebih dari sepekan IT (istana tulisan-red) tidak tersentuh oleh kata-kata. Penyebabnya adalah 1) minggu kemarin sibuk persiapan pulang untuk menyambut Idul Adha 2) selama lima hari liburan di rumah, gak mood banget untuk internetan karena terlalu asyik menikmati menit bersama keluarga 3) begitu kembali ke Jember, aku disambut oleh lembaran jawaban yang harus dikoreksi, jam kerja aktif, dan workshop kewirausahaan (selama 3 hari) yang diadakan oleh pondok tempatku berdomisili. Dan pada akhirnya... sekarang aku kembali.
            Oke, sebelum ngelantur lebih panjang lagi, aku ingin membahas judul kita kali ini ‘Pendonor Darah Jember + HIV = ???’ Ada apa ya? Tentu itu yang ada dibenak kalian ketika membaca judul tersebut. Awal kisah, beberapa waktu lalu, aku mendonorkan darah untuk pertama kalinya selama hidup di dunia ini, tempatnya di SMKN 4 Jember. Meski ada yang bilang ‘cemen’ karena baru berani donor darah di usia ke-21, aku tersenyum saja, toh lebih baik terlambat daripada tidak sama sekali. Iya kan? Dalam periode waktu yang sama, yakni tiga bulan, kegiatan sosial ini memberikan hasil yang mengejutkan dan memberi citra negatif pada Kabupaten Jember. Kegiatan donor darah yang dilakukan oleh PMI Jember pada periode  3 bulan terakhir ini, ternyata menemukan 16 kantong darah positif HIV. Dan pemilik kantong tersebut mayoritas pria berusia sekitar 20 tahunan. Ngeri banget kan? Kota Jember yang kata Ibuku adalah kota santri, kota ter-aman, kota tempatnya orang-orang shaleh/shalehah, kotanya orang-orang yang mapan dalam segi ilmu agama. Karena alasan itulah Ibuku begitu ikhlas, tenang, dan percaya ketika aku menimba ilmu di kota suwar-suwir ini. Ibuku tak tahu Jember yang sebenarnya.
            Fakta mengenai 16 pendonor yang positif terserang virus HIV menjadi penanda akan sesuatu, yang mungkin bisa kita jawab sendiri cukup dalam hati saja. Bagaimana hawa pergaulan di kabupaten yang dipimpin oleh Bapak Djalal ini. Makin hari virus HIV makin menyerang banyak orang. Meminimalisir virus ini membutuhkan kerjasama dari semua pihak. Memang sih, mencegah lebih baik dari mengobati tapi yang perlu diingat, mengobati lebih baik dari membiarkan. Dulu tidak ada, kemudian ada, lalu jarang, dan pada akhirnya menjadi hal lumrah/biasa. What? Na’udzubillah ya... kalau keganasan situasi ini semakin berlarut-larut, aku membayangkan 25 tahun lagi (2038), di Jember, ketika ada seorang pria dan seorang wanita akan melangsungkan pernikahan, akan ada persyaratan baru yang  diajukan oleh KUA, yakni surat resmi dari Lembaga Kesehatan/dkk yang berisikan bahwa yang bersangkutan bebas virus HIV. Mengapa harus begini? Tujuannya hanya satu, menghindari kemudharatan atas bertambah pesatnya orang-orang yang mengidap HIV. Kalian setuju? Terserah, itu hak kalian. Oke, sampai disini saja dulu, sampai jumpa di postingan selanjutnya. Wassalamu’alaikum wr.wb.

Post a Comment

My Instagram

Designed by OddThemes | Distributed by Blogger Themes