Home Unlabelled Wajahku: Wajah Pelajar. ???
Wajahku: Wajah Pelajar. ???
Atiya Fauzan September 12, 2013 0
Hari ini ada pengalaman unik yang ingin aku bagikan. Cerita berawal dari lapangan Mangli. Pagi tadi (13/09/2013) aku menunggu angkot berwarna kuning khas Kota Jember disekitar area lapangan Mangli. (Kenapa? Karena pondok tempatku berdomisili tidak jauh dari tempat tersebut). 06.38 WIB, ada angkot yang merapat kearahku. Alhamdulillah tidak terlalu lama menunggu. Aku pun memilih bangku yang terjangkau dan akupun dibawanya meluncur di atas aspal.
Menit demi menit berlalu. Samar terlihat penyebrangan jalan, di alun-alun Kota Jember. Otomatis lisanku berkata “Baitul Amin Pak” (Kenapa? Karena sekolah tempatku mengajar tidak jauh dari kawasan tersebut). Si sopirpun membawa si angkot menepi. “Ini pak” ucapku sembari menyodorkan uang Rp 5.000. Sebagai penumpang umum, aku dikenai biaya Rp 4.000 dan Rp 2.000 untuk pelajar. Tak terlalu lama, pak sopir angkot memberikan uang kembalian. Aku hitung, Rp 3.000. “Lho? Kok bisa?” Tanyaku dalam hati. “Pak, saya bukan pelajar”. “Oalah... tak kirain pelajar mbak”. Oh...Ya Rabb... usiaku sudah 21 tahun. Masih adakah tampang anak SMA?
Mengenai pengalaman ini, aku ceritakan pada rekan kerjaku. Di ruang guru yang padat meja dan buku, aku bercerita tentang si angkot pada Bu Reni, yang saat itu asyik mengobrol denganku. Beliau membalas ceritaku dengan ‘tawa’ dan 15 detik kemudian tawa itu berhenti. Selanjutnya disusul oleh kalimat “Mungkin bu atiya disangka pelajar karena beberapa hal buk. Pertama, bu atiya gak pake lipstik, biasanya wanita yang sudah bekerja itu pake lipstik buk. Kedua, seragam guru kalau dikenakan ibu atiya, lebih mirip siswa yang PSG. Ketiga, ransel bu atiya yang warnanya pink menambah kesan pelajar. Dan yang terpenting, wajah bu atiya masih setara dengan pelajar SMA”. Oh...Ya Rabb...
Selepas mengajar, aku iseng berkunjung ke Gramedia Jember. Ada perbedaan yang otomatis mengubah keempat panca inderaku. Biasanya hidung mencium ke arah teenlit, komik, dan novel, biasanya tangan meraba-raba buku islami romantis, biasanya melakukan ritual cuci mata (pegang dan baca sinopsis saja) di rak novel lantai 2 *yang agak* pojok barat sebelah kiri, biasanya telinga hanya mendengar suara-suara hati dari novelis saja. Tapi detik ini berbeda, setelah sekian lama tak mengunjungi si gramed (begitu sapaan akrabnya), keempat inderaku berbelok ke arah buku-buku pendidikan dan buku-buku yang berbau ‘siswa’ dan ‘guru’. Wah... otomatis banget ya nih raga dan jiwa. Tapi yang namanya ‘kebiasaan’ dan ‘kesukaan’ tak bisa terlepas begitu saja, sebuah novel tentang jaman yang sangat dulu kala tetap aku daratkan ke kasir. “Selamat datang kawan baruku, selamat berdiri dirakku yang tak terlalu rapi”.
Siang yang terik, seharian ini ragaku berteman dengan pelajar. Di angkot dalam perjalanan berangkat, duduk diantara para pelajar. Di kelas, menerangkan ditengah-tengah pelajar. Ke toko buku pun, yang berseliweran juga pelajar. Perjalanan pulang dalam angkot, tetap ditemani para pelajar. Dan setibanya di pondok, aku juga satu pondok dengan pelajar + adek-adek mahasiswi. Oh pelajar, wajahmu menularkan aura pelajar ke wajahku. (Tapi, aku bangga pada kalian dan aku bahagia).
*Ruang Guru 13/09/2013 10:21 WIB +*Kamar TB3 13/09/2013 12:44 WIB
About Author
Subscribe to:
Post Comments
(
Atom
)
Post a Comment