MENU

Sidang Skripsi-Haul Bapak-9 Keponakan

            Lagi dan lagi aku menceritakan kisah pribadi. Ada yang mau dengar? Silahkan lanjut bacanya... Selamat menikmati. Kesempatan kali ini aku ingin mengisahkan tentang kejadian yang aku alami seharian ini (16 Agustus 2013). Pagi buta, aku sudah cuci piring, ngepakin barang, menata buku, persiapan untuk sidang skripsi 3 jam lagi dan kepulanganku ke rumah (Leces-Probolinggo) 5 jam lagi. Dalam bayanganku, yang terbesit adalah sidang skripsi dan sidang skripsi, ragaku tak terlalu selera pulang, ada banyak pikiran yang menghantui, bagaimana kalau aku tidak lulus? Bagaimana kalau aku tidak bisa menjawab pertanyaan? Bagaimana kalau terjadi banyak kesalahan dalam skripsiku? Beruntung kepalaku tak meledak...
            07.00 WIB aku meluncur ke arah Jln.Jumat Mangli No.94, tempat bertengger kampus hijau STAIN Jember. Bismillah, aku siap menghadapi skenario hidup kali ini. Meja XII yang berada di ruang VIP, menjadi tempat tujuanku. Belum ada penguji yang rawuh. Aku sibuk komat-kamit membaca do’a, Ya Allah, aku pasrah. Detik berlalu, dan peristiwapun berubah. Pak Kun, sekretaris sidang mulai datang. Pak Muhibbin selaku dosen pembimbingku menyusul 5 menit kemudian. Berselang beberapa detik, Pak Sofyan, Ketua Sidang memasuki ruang meja XII. Dan yang terakhir, Pak Amal, penguji utama dalam sidangku pagi ini. Lengkap. Jantungku seakan-akan pecah, dag dig dug.
            “Assalamu’alaikum wr.wb” ketua sidang membuka pertemuan ilmiah pagi ini. Sedikit demi sedikit aku mulai tenang, tak setegang beberapa menit sebelumnya. “Anda siap untuk diuji?” akupun menjawab pasti. “Enggeh pak, siap”. Pertanyaan demi pertanyaan dan komentar demi komentar serta kritik dan saran yang juga mengekor aku jawab, tanggapi, dan terima. Bagaimana hasilnya? Aku diminta menunggu diluar, karena beliau-beliau akan merapatkan hasil sidangku pagi ini. Tak lama kemudian, aku diminta kembali masuk. Senyumku merekah mengalahkan senyum daunan pada angin, padahal aku belum tahu hasilnya. “Mbak Atiyatul Mawaddah kok tersenyum bahagia? Ada apa?” aku jawab dengan senyum sederhana. “Mbak atiyatul siap tidak lulus? Sepertinya anda lulus tahun depan” Wah...aku tahu ini bohong, keempat dosen dihadapanku meluncurkan tawa dalam senyum. Tapi tetap saja aku sebagai wanita refleks menangis, antara percaya dan tidak. Tak ayal, airmata tak hanya menggenang tapi juga membanjiri pipi dinginku pagi itu. Jilbab putih yang kukenakan menjadi pengganti tissue, sebagai penghapus air mata. Aku menangis. “Bohong kan pak?” tanyaku langsung. “Selamat, anda dinyatakan lulus tepat pukul 08.37 dengan catatan revisi” dugaanku benar, akupun tersenyum lega, keluar ruangan, ganti baju, naek angkot, naek bus, dan tiba di rumah tepat pukul 11.31.
            Aku disambut dengan teriakan yang melengking dari para keponakanku “Leeeeeeeeeeek Atiiiiiiiiiiiiik”. Kesembilan keponakanku lengkap berada dirumahku, sedangkan ketiga kakakku, seperti biasa memanggilku dengan sebutan “Cal...cal...”, itulah nama jelekku yang entah sejak kapan panggilan itu dibuat. Komplit sudah keluarga umikku. 4 putra/i nya. 3 menantunya. 9 cucunya. Hari ini ada acara Haul Bapakku, Alm.H.Djamaluddin Fauzan. Undangan dimohon hadir ba’da shalat jum’at. Alhamdulillah aku belum telat-telat banget dan masih bisa bantu-bantu.
            Menu siang ini, selain sate gule dan kawan-kawan, ada si bundar pizza. Yang dibagikan pada semua undangan plus kami-kami juga. Kakak pertamaku, kakak keduaku, kakak ketigaku, dan aku. Sebagai si bungsu yang hidup sendiri, pizzaku jelas menjadi pusat perhatian untuk dirampok para kakak dan para keponakan. Karena mereka harus berbagi, sedangkan aku, dimakan sendiri dan sepuasnya. Yah...benar. Baru beberapa detik aku pegang, “Lek, aku minta dong lek”, “Lek, aku pinjem dulu dah, ntar diganti”, “Lek atik, bagi dong” dan  lain sebagainya. Ini dia, dua detik, sudah dua potong yang hilang...
2 detik, 2 potong
            Wah... aku pun dikejar-kejar dan diekorin para kurcaci-kurcaci kecil dan gedeyang tak lain adalah keponakanku sendiri. Selesai berbagi, mereka masih merengek. Aku pun menyimpan si bundar dalam brankas rahasia, belum apa-apa nanti sudah ludes. Padahal mereka sama-sama memiliki sibundar yang penuh keju dan sosis tersebut. Begitulah mereka... Akhir cerita, begitulah adanya... menit yang tegang, bahagia, seru, dan asyik. See U dah ya dipostingan selanjutnya...

Post a Comment

My Instagram

Designed by OddThemes | Distributed by Blogger Themes