Pertanyaan Biasa, Namun Berbahaya

Seorang wanita bertanya pada sahabat baiknya, "Kapan nikah? Kok belum ada kabar undangan"
Si sahabat menjawab, "Belum tahu, belum ketemu jodohnya"
Wanita itu menimpali, "Sudah umur segitu lho, kapan lakunya? Temen-temen yang lain sudah naik pelaminan semua" 
(Yang awalnya ia bersabar dalam penantian dengan terus menyibukkan diri, tiba-tiba gundah gulana, stress dengan beban deadline menikah, pada akhirnya studi, karir, dan hobinya berantakan)

Saudara laki-lakinya bertanya saat kunjungan seminggu setelah adik perempuannya menikah, tepat dihari jadi sang adik.
"Hadiah apa yang diberikan suamimu dihari ulang tahunmu?".
"Tidak ada" jawab adiknya pendek. 
Saudara laki-lakinya berkata lagi, "Masa sih, apa engkau tidak berharga di sisinya? Aku bahkan sering memberi hadiah istriku walau tanpa alasan yang istimewa".
(Siang itu, ketika suaminya lelah sepulang dari kantor menemukan istrinya merajuk di rumah. Mengkritik sang suami karena tidak seromantis kakaknya. Keduanya lalu terlibat pertengkaran. Sebulan kemudian, terjadi perceraian antara suami istri tersebut. Dari mana sumber masalahnya? Dari kalimat sederhana yang diucapkan saudara laki-laki kepada adik perempuannya)

Saat arisan seorang ibu bertanya, "Rumahmu ini apa tidak terlalu sempit ya Jeng? Bukankah anak-anakmu banyak?"
(Maka, rumah yang tadinya terasa lapang, sejak saat itu, mulai dirasa sempit oleh penghuninya. Ketenangan pun hilang saat keluarga ini mulai terbelit hutang kala mencoba membeli rumah besar dengan cara kredit ke bank)

Seorang teman bertanya, "Berapa gajimu sebulan kerja di toko itu?"
Ia menjawab "2 juta rupiah".
"Cuma 2 juta rupiah? Sedikit sekali ia menghargai keringatmu. Apa cukup untuk memenuhi kebutuhan hidupmu?"
(Sejak saat itu ia jadi membenci pekerjaannya. Ia lalu meminta kenaikan gaji pada pemilik toko dan sang pemilik toko menolak dan malah mem-PHK nya. Kini ia malah tidak berpenghasilan dan menjadi pengangguran)

Seseorang bertanya pada kakek tua itu, "Berapa kali anak bungsumu mengunjungimu dalam sebulan Kek?" Si kakek menjawab, "Sebulan sekali".
Yang bertanya menimpali, "Wah, keterlaluan sekali anak bungsumu itu. Diusia senjamu ini seharusnya dia mengunjungimu lebih sering".
(Hati si kakek menjadi sempit padahal tadinya ia amat lapang dan rela terhadap anak bungsunya yang jauh disana. Ia menjadi sering menangis dan kesehatan fisiknya mulai memburuk)

Hikmah yang bisa kita petik dari cuplikan cerita di atas adalah:

Apa sebenarnya keuntungan yang kita dapat ketika bertanya seperti pertanyaan-pertanyaan di atas?
Apa sebenarnya yang kita peroleh dengan pertanyaan usil yang sama sekali tak memotivasi?
Tidak ada.

Karena itu, jagalah diri dan lisan dari mencampuri kehidupan orang lain, dengan mengecilkan dunia mereka. Menanamkan rasa tak rela pada yang mereka miliki. 
Mengkritisi penghasilan, kehidupan pribadi, dan keluarga mereka. Mengkerdilkan hati yang awalnya besar. Menghilangkan syukur yang semula subur.

Kita akan menjadi #AgenKerusakan di muka bumi dengan cara yang demikian. Bila ada bom yang meledak, cobalah introspeksi diri, bisa jadi kitalah yang menyalakan sumbunya.

~Tulisan ini aku dapatkan dalam grup WA, dengan beberapa pengurangan dan penambahan kalimat dariku ~ Atiya Fauzan

Post a Comment

My Instagram

Designed by OddThemes | Distributed by Blogger Themes