Hiks, Kurasa Ini Rindu


Bu Ketua Asrama Sofiah
Bu Sekretaris Asrama Huri Hilyatul Ulya
Bu Bendahara Asrama Atiyatul Mawaddah


            Tempo lalu, aku melihat bangunan asrama yang baru. Super megah dibanding asrama kita (Cc: Seluruh anak asrama yang tidak bisa aku sebutkan satu per satu) dulu. Aku jadi berpikir, tulisanku tentang asrama yang dimuat IMAGILASI (Millenium) ternyata bisa menjadi kenyataan. Padahal banyak orang dulunya menganggap tidak mungkin. Dan aku tahu, kalian yang hanya mengatakan ‘pasti’, hanya kita yang optimis, hanya kita yang percaya pada mimpi bersama, dan hanya kita yang berharap semuanya lebih baik. Dan kita pernah menanyakannya, bagaimana kesibukan si ketua asrama mengurus ratusan mahasiswi bukan puluhan, dibayangkan saja sudah ribet. Bagaimana pula si sekretaris asrama mengurus tumpukan surat yang keluar dan masuk. Serta bagaimana si bendahara asrama akan menangani uang ratusan juta dan mengurusi SPP ratusan mahasiswi, sekali lagi bukan puluhan.


            Hiks, kurasa ini rindu. Mulai aku temukan saat bertemu dengan adik angkatan alumni asrama yang menyapaku ‘bu bedum’ dan ‘mbak mpok’ di jalan. Begitu pula lisanku memanggil kalian dengan sebutan yang sudah kita sepakati bersama. ‘Bu ketum’, ‘chil’, ‘pingoh’, ‘lujel’, ‘cidnong’, ‘ripen’, ‘nange’, ‘aten’, ‘jien’, de el el. Rasanya lamaaa… banget tidak mendengar sebutan itu. Rasanya sudah seabad kita tidak nge-gokil bareng. Tiga tahun satu atap, satu tawa, satu airmata, satu bahagia, dan satu derita, bukanlah waktu yang sebentar memang. Tapi kini, kita punya kehidupan sendiri-sendiri. Ada yang dipucuk sana dan ada pula yang dipucuk sini. Semua dari kita tetap melakukan apa yang menjadi mimpi yang pernah terbesit dulu. Dan masing-masing dari kita sudah memiliki ceritanya sendiri, yang tidak mungkin lagi bareng-bareng dibahas, dikomentari, dibully, dan dibagi.


            Satu tahun hingga dua tahun setelah keluar dari asrama, kita masih bisa berkumpul bersama, masih sempat mengadakan acara bersama. Tapi kini, kita memiliki kehidupan masing-masing. Meski kebersamaan itu direnggut oleh kesibukan dan kehidupan baru, setidaknya ada dua hal yang berharga yang kita dapatkan dari kebersamaan. Yaitu, ‘kenangan’ dan ‘rasa persaudaraan’. Mau selama apapun kita berpisah, mau sejauh apapun jaraknya, kenangan itu tetap ada. Terekam dalam ingatan, terbingkai dalam foto, dan terjabarkan dalam tulisan. Kita berharap semuanya tidak terhapuskan. Wajah jelek kita saat mengantuk di kajian kitab pagi Pak Syef, mukena miring awut-awutan saat belajar bahasa asing dipagi hari, antrian panjang yang berujung ‘cuci muka dengan air galon’, memasang wajah imut saat menggunakan kaca umum asrama sebelum kuliah, kesibukan memasak disetiap kamar dengan belasan aroma yang berbeda, berebut remote TV, semangat 1945 dan semangat 2000 kita mengikuti diniyah malam, mengantri bakso dan mie ayam di depan asrama, berburu air di kampus saat musim kemarau, senam pagi bersama, piket bersama, dihukum bersama, de el el. Ah, masa itu indah bukan?


            Hal kedua yang kita peroleh adalah ‘rasa persaudaraan’. Rasanya berbeda ketika bertemu dengan kalian atau teman lainnya. Ada mata yang berbinar, ada senyum lebar yang tercipta, ada pelukan hangat yang siap mendarat, ada cipika-cipiki yang harus hukumnya, dan tentu ada do’a yang tersembunyi. Meski tidak lagi di atap yang sama, bahagia satu bahagia semua, sedih satu sedih semua. Dan tentu, karena kenangan yang kita ukir, kita memiliki keterikatan hati, rasanya tidak bisa diam jika saling bertemu. Akan ada serbuan pertanyaan, akan ada tumpukan cerita yang siap dibagikan, dan akan ada jeritan histeris diawal perjumpaan. Benar bukan?

***Untuk semua orang yang masih berkumpul dengan para sahabatnya, entah dalam satu pesantren atau dalam satu asrama. Hargailah waktu bersama, ciptakan kenangan indah yang tak terlupakan, karena saat waktu tidak lagi bisa diajak kompromi, kalian akan merindukan semuanya dan akan menyesali sesuatu. Percaya deh.

Post a Comment

My Instagram

Designed by OddThemes | Distributed by Blogger Themes