Tenggelam Bersama Senja (Cerpen)

*Senja terakhir dibulan Januari.


Cafe di tengah hiruk pikuk kota kecil, Jember. Sepasang muda-mudi masih asyik berhadapan, mengobrol ringan, sembari sesekali menyeruput coklat hangat. Tak ada pelanggan lain, hanya tersisa mereka berdua. Sepasang manusia yang membuat iri mata yang memandangnya. Si wanita, begitu kentara memiliki darah campuran India-China-Indonesia. Sedangkan si pria, berwajah layaknya anggota K-Pop di televisi, berkulit putih bersih lengkap dengan hidung mancung dan mata sipit dan perfect.

Pelayan cafe akan dengan mudah menebak bahwa pasangan berwajah sempurna itu sedang dimabuk asmara. Tatapan yang penuh cinta, pegangan tangan yang menyentuh jiwa, belum lagi perhatian kecil yang meluluhkan rasa. Seperti pemberian hadiah kecil berupa jepit rambut berwarna perak yang langsung si pria sematkan pada rambut hitam nan indah si wanita. Pelayan cafe begitu menikmati suasana pelanggannya. Bak menonton film drama gratis, dengan pemain yang berpenampilan melebihi artis.
Tenggelam Bersama Senja (Cerpen)



“Tata, apakah kau sanggup mencintaiku selamanya?” tanya si Pria penuh keseriusan
“Aku akan mencintaimu selamanya Lee Jae. Aku berjanji, asalkan kau juga mau berjanji akan mencintaiku selamanya” jawab Tata dengan suara lembut
“Aku akan setia pada hatimu Ta, kini dan selamanya”

“…”

“Kau wanita pertama dalam hidupku, kau yang paling aku inginkan, dan hanya kau yang bisa membuatku bahagia. Apapun akan aku lakukan demi bersamamu. Apapun.”

“Gomawo oppa. Saranghae”[1] ucapnya dengan mata berkaca-kaca.

Lee Jae dengan tanggap menghapus buliran air mata Tata yang baru saja jatuh melewati pipi halus dan meronanya. Para pelayan cafe bertepuk tangan kecil hingga nyaris tak terdengar, tak kuat menahan keromantisan tersebut.
Senja terakhir dibulan Februari.

Lalu lalang kendaraan sore kota Jember terlihat ramai lancar tanpa kemacetan. Semua itu terlihat dan dinikmati oleh Tata bersama pria barunya dari bawah pohon rindang di taman Alun-alun Jember. Mereka duduk berdampingan dengan tangan yang saling menggenggam erat. Entah apa yang dipikirkan keduanya, tanpa bahan obrolan, mereka terlihat ‘menyepi’ daripada ‘kencan’. Tapi dari kejauhan, semua orang akan tahu bahwa mereka sepasang kekasih, terlihat dari pegangan tangan itu, yang secara tersirat berbunyi “dia milikku”.

“Kenapa kau diam saja Ta?” akhirnya si Pria berbadan atletis itu menoleh ke samping kirinya dan memandang sang gadis, Tata.
“Tidak apa-apa. Hanya ingin menikmati suasana ini saja” balasnya tanpa ekspresi
“Kau ingin putus denganku?”
“Hei Robi, kenapa kau menyebut kata putus?” Tata melepaskan tangannya dari genggaman Robi
“Aku hanya… aku tidak tahu harus berkata apa. Kita baru 10 hari jadian, dan aku hanya tidak ingin kehilanganmu Ta” jelas Robi dengan suara parau
“Aku hanya ada masalah, dan aku ingin tenang sejanak Robi. Itu saja”
“Kau tak seceria saat bersama Lee Jae, kau tak semesra saat bersama Lee Jae. Kau berbeda Ta. Apakah kau terpaksa menerima cintaku?”
“Cukup” lantas Tata bangkit dari duduknya
“Benarkan??? Kau terpaksa???”
“Kemarin aku ceria, kemarin juga aku bersikap mesra padamu. Apakah aku harus setiap hari seperti itu?”
“Iya, karena kau kekasihku. Dan harus membahagiakanku”
“Robi, kita putus” ucap Tata dan berlalu pergi
Senja terakhir dibulan Maret.

Senja akan berakhir dan istirahat di peraduannya. Namun, Tata masih asyik menikmati laut Papuma Jember yang begitu mempesona nan indah. Dia tak seorang diri. Ada pria berkaca mata yang memiliki rahang tegas dan berambut rapi di sampingnya. Yang selalu memandangnya penuh cinta. Mereka belum beranjak dan belum merasa lelah menikmati keindahan alam. Senja. Tak lupa mereka abadikan momen kebahagiaan tersebut dalam sebuah jepretan kamera. Berbagai gaya selfie telah mereka coba.

“Kamu bahagia?” tanya si Pria yang terlihat memakai kaos yang sama persis dengan yang dikenakan Tata
“Sangat bahagia” balas Tata
“Syukurlah”

“…”

“O ya Ta, aku ingin bertanya, kenapa wanita secantik dirimu mau membalas cintaku? Aku tahu, kamu adalah mahasiswi tercantik di kampus sepanjang masa selama kampus kita berdiri, bukan hanya tercantik di fakultas”
“Aku yang sebenarnya ingin bertanya padamu Aldi, kenapa menyatakan cinta pada kakak angkatan yang tidak sejenius dan seteladan dirimu? Apa hanya karena aku cantik?” Tata balik bertanya pada si Pria yang bernama Aldi
“Tidak, aku mencintaimu apa adanya Tata. Dan juga, aku ingin membantumu menyelesaikan tugas akhir”
“Wow. Kamu begitu baik Aldi. Seharusnya kamu tidak memilihku. Masih banyak wanita baik di luar sana”
“Tidak. Aku hanya ingin dirimu. Dan sudahlah, kita tidak perlu membahas alasan-alasan itu lagi. Aku ada hadiah buku untukmu, untuk merayakan 3 hari jadian kita. Terimalah” ucap Aldi sembari menyodorkan sebuah buku
“Terima kasih. Dan aku ingin memberikan sesuatu padamu, lihatlah foto ini. Apa tanggapanmu tentang sosok dalam foto tersebut?”
“Menyeramkan dan menakutkan. Orang ini menggunakan make up monster kah Ta?”
“Dia ibuku. Dan dulu dia lebih cantik dariku. Tapi karena sebuah kecelakaan dan penyakit, ibuku berubah. Dan bagaiamana jika suatu saat nanti aku juga berubah? Apakah kamu masih ingin bersamaku?”
“…”
“Aldi?”
“…”

*Senja terakhir dibulan April.
Melalui waktu sore di Jalan Jawa Jember, tidak akan bisa benar-benar dinikmati dalam ketenangan. Karena di jalan ramai inilah berjejer puluhan gerobak dan tempat makan lesehan dengan menu special ayam crispy dan ayam bakar, dan harganya begitu sesuai dengan dompet anak kos. Karena di sekitar jalan yang terkenal tidak pernah sepi ini, dikelilingi ratusan kos pria maupun wanita. Dan sore itu, Tata menghabiskan waktunya di salah satu tempat lesehan bersama teman prianya, yang berpakaian rapi lengkap dengan dasi dan si Pria terlihat jauh lebih dewasa dari Tata.
“Tata, maaf ya. Aku mengajakmu makan di tempat lesehan” ucap sang Pria dengan wajah tersenyum bercampur sesal.
“Tidak apa-apa Mas Ervian. Tempat lesehan terlihat lebih romantis” balas Tata sembari tersenyum
“Syukurlah. Aku pikir wanita secantik dirimu tidak pantas rasanya makan di tempat seperti ini. Dan aku kira kamu akan marah”
Tata membalas gombalan itu dengan tawa kecil, yang membuat pesonanya semakin menguat. Lima belas menit kemudian, pesanan mereka datang, lengkap dengan tempat cuci tangan dan es teh manis. Tak ada yang memulai pembicaraan, area disekitar keduanya terlihat sepi. Hanya fokus pada suap demi suap makanan yang mereka telan. Lalu kemudian,
“Tata…” panggil Ervian ditengah kegiatan makannya
“Iya mas?” Tata akhirnya berpaling dari piring ke wajah Ervian
“Maukah kau jadi kekasihku?”
“Kekasih?”
“Iya, setelah berteman denganmu, aku ingin menjadi kekasihmu, dan mungkin setelah menjadi kekasihmu, aku ingin menjadi suamimu. Maka terimalah cintaku dan menikahlah denganku”
Ibu pemilik tempat lesehan dan pembantunya beserta pelanggan lain yang berada dalam radius ‘mendengar’ pembicaraan tersebut otomatis menoleh ke arah Tata dan Ervian. Semua berhenti dari kegiatan masing-masing. Tata mematung dan bungkam. Sudah jauh-jauh hari Tata prediksi bahwa Ervian, putra salah satu dosennya yang bekerja di Bank swasta akan mengatakan hal demikian. Karena setiap pria yang mengenal Tata akan melakukan hal yang sama dengan apa yang dilakukan Ervian, menembak alias menyatakan cinta.
“Iya mas, saya bersedia” jawab Tata kemudian
Sontak saja ada yang berdehem dengan sengaja bahkan bertepuk tangan atas ‘tembakan’ berhasil yang dilakukan oleh Ervian. Keduanya hanya tersenyum dan melanjutkan makan.

*Senja terakhir dibulan Mei
Adzan maghrib 30 menit lagi akan berkumandang. Sore memang, namun Tata masih terdiam di salah satu deret kursi di kantin kampus. Hanya ditemani segelas jus semangka yang belum tersentuh. Tanpa seorang pria. Untuk pertama kalinya Tata seorang diri melalui senjanya. Yah… tanpa satupun kaum Adam di sampingnya. Namun beberapa detik kemudian terlihat seseorang menarik kursi di hadapannya dan duduk tepat di depan Tata dan satu meja dengannya.

“Boleh saya duduk sini mbak?” tanya si penarik kursi
“Iya silahkan” Tata berusaha tersenyum dan keluar dari lamunannya
Yang terlihat di hadapannya adalah sesosok wanita dengan jilbab abu-abu dan kaos berwarna senada yang terlihat longgar dan sebuah rok jeans lebar berwarna hitam. Memang wanita itu tidak secantik dirinya, namun Tata berpikir bahwa wanita berlesung pipi dihadapannya terlihat lebih anggun dan menarik.
“Tata” tiba-tiba Tata menyodorkan tangan dan memperkenalkan diri
“Nay” balas si wanita berjilbab ramah
“Nama yang unik. Anak ekonomi ya?”
“Nama mbak Tata malah bagus bukan sekedar unik. Iya, aku anak ekonomi”
“Pantas aja, seperti pernah lihat. Kok belum pesan apa-apa?”
“Insya Allah puasa mbak, pesanannya datang pas bedug maghrib”
“Sekarang senin ya. O iya tadi kamu bilang namaku bagus?” tanya Tata penuh rasa penasaran
“Hajarul Aswadita. Semua orang di kampus ini mengenal nama itu, nama lengkap mbak Tata” jelas Nay dengan penuh kekaguman
“Kamu bisa saja. Hmmm… o iya, kenapa buka puasa sendirian? Ini kan momen penting, seharusnya kamu menikmati santapan buka puasa bersama orang terkasih. Kalau keluarga jauh, bisa sama pacar. Aku biasanya begitu kalau bulan ramadhan” Tata mencoba memberi saran pada adik angkatannya tersebut
“Keluargaku di Gresik mbak. Kalau pacar, aku tidak pernah pacaran” jawaban Nay membuat kedua alis Tata bertaut
“Tidak pernah pacaran? Kok bisa? Kenapa?” tanya Tata bertubi-tubi
“Islam tidak mengenal kata pacaran mbak. Islam melarang pacaran. Karena hal tersebut mendekati zina, dan lebih-lebih tidak ada manfaatnya sama sekali. Islam sudah mengatur hubungan pria dan wanita agar hati mereka terjaga dan mulia. Yaitu proses ta’aruf, khitbah, dan nikah. Sedangkan proses pacaran tidak pernah ada dalam kamus Islam mbak. Jika mbak Tata tanya kenapa, sama pun halnya dengan jawaban atas pertanyaan kenapa aku tidak makan babi, satu jawaban, haram. Bukankah hidup di dunia ini untuk memiliki akhir yang indah di JannahNYA. Aku tidak pernah tahu kapan nyawa akan terlepas, maka dari itu setiap hari aku harusnya mengingat mati dan akhirat, agar dosa itu sedikit bisa aku kurangi. Dan juga, jodohku adalah cerminan dari diriku. Wanita baik untuk pria baik, begitupun sebaliknya. Dan wanita buruk, untuk pria buruk, begitu pula sebaiknya. Dan manusia yang baik itu bukan yang elok rupanya, yang banyak hartanya, atau yang tinggi jabatannya, tapi yang beriman dan bertakwa pada Allah. Itulah wanita baik atau pria baik. Maaf mbak, aku jadi bicara panjang lebar. Sekali lagi maaf, bukan maksudku untuk menggurui mbak Hajarul Aswadita. Ilmuku masih jauh dibawah mbak Tata” Nay menundukkan kepala di akhir penjelasannya
“Aku menitikkan air mata mendengar kalimatmu dan mendengar kamu menyebut nama lengkapku. Sepertinya kamu begitu mengenalku Nay. Dan masalah pemahaman dalam ilmu, aku juga pernah mendengarkan hal yang kamu sampaikan, tapi tentu kamu yang lebih hebat karena kamu mengamalkannya, sedangkan aku mengacuhkannya” jelas Tata sembari menghapus air matanya
“Maaf mbak, sebenarnya aku junior mbak Hajarul Aswadita waktu di pesantren dulu, jadi aku tahu mbak Tata diantara ribuan santri dan mungkin mbak Tata tidak pernah tahu aku” ucap Nay sembari memegang erat jemari tangan Tata
“Aku menangis bukan salahmu. Ini karena dosa-dosaku. Maaf, aku tak mengenalimu. Tapi aku bangga padamu karena sudah menjadi wanita baik. Dan maaf juga jika namamu merasa tercoreng, karena kita alumni pesantren yang sama namun berpenampilan dan bergaya hidup yang begitu berbeda seratus delapan puluh derajat. Aku minta maaf, aku merasa sangat bersalah. Maukah kau menjadi temanku Nay? Meski sudah bertahun-tahun kita hidup di lingkungan yang sama, namun tidak bertegur sapa. Aku harap, kamu mau menjadi temanku yang sesungguhnya, sejak saat ini”
“Mbak Hajarul Aswadita, sejak beberap tahun silam aku sudah menjadi temanmu yang sesungguhnya”

Tata bangkit dari kursinya, mendekat ke arah Nay. Dan mereka berdua berpelukan bersamaan dengan adzan maghrib yang berkumandang. Senior dan junior yang berkawan lama, namun baru sempat dipertemukan untuk saling mengenal.

*Senja terakhir dibulan Juni.
Kantin kampus. Dua gadis berjilbab senada, yaitu merah muda, asyik berdiskusi sembari menunggu adzan Maghrib. Hari kamis. Mereka berdua sedang melaksanakan ibadah sunnah puasa senin-kamis. Semua seisi kampus tahu siapa mereka berdua, Tata dan Nay. Tata yang dicemooh sebagai artis taubat yang cari perhatian karena mulai istiqomah dengan hijabnya. Dan Nay yang dicemooh sebagai tukang pengaruh karena Tata berubah drastis sejak mengenalnya. Tata dan Nay menghadapai itu semua dengan senyum dan sabar, karena yang menyanyangi mereka lebih banyak dari orang yang menghujat mereka.

“Mbak Tata masih suka menulis? Dulu di pesantren mbak Tata kan langganan juara cerpen” tanya Nay membuka obrolan
“Masih, tapi sejak kuliah sudah tidak pernah menulis fiksi lagi. Dan beberapa hari ini mulai membuat beberapa cerpen. Ingin bernostalgia saja. Kenapa?” jawab Tata antusias
“Mbak Tata buat blog saja, nanti di posting dan dibaca oleh banyak orang. Bisa melatih kemampuan sekaligus dakwah juga. Keren kan?” saran Nay
“Wah, benar juga kamu Nay”
“Coba deh mbak buka sembilanramadhan.blogspot.com. Blognya keren dan tulisannya indah. Aku yakin bloggernya orang hebat dan baik”
“Kok bisa?”
“Tulisan-tulisannya sarat motivasi dan mengajak untuk menjadi insan yang lebih baik lagi. Dan dibalut dalam diksi yang mempesona dan rendah hati”
“Aku coba cek dulu ya” ujar Tata sembari mengeluarkan laptop dari tasnya. Membaca sekilas, Tata sudah terpana pada profil blogger yang bernama Rama tersebut. Apalagi kata-kata mulia yang belum pernah ia dengar dari banyak pria yang pernah menghiasi hidupnya, kata-kata sederhana yang berbunyi: Cukuplah yang Sederhana. Tak perlu mencari pasangan yang begitu sempurna untuk menjadi calon pendamping hidupmu. Cukuplah sosok yang sederhana saja. Seseorang yang akan merasa bahagia telah mendapatkanmu. Seseorang yang akan merasa bangga telah memilikimu. Seseorang yang selalu rela berkorban demi bahagiamu. Karena dia punya satu alasan. Yaitu ingin selalu hidup setia bersamamu.

Alhasil, dari Rama lah Tata belajar banyak hal. Membuat imajinasi, memilih kata, dan merangkainya menjadi kalimat yang indah.

Keesokan harinya, Tata mulai meninggalkan komentar di setiap tulisan yang Rama posting. Diseluruh ratusan tulisan yang sejak 3 tahun silam sembilanramadahan.blogspot.com itu ada. Dan akhirnya setelah seminggu berlalu, Rama memulai chat dengan Tata, melalui Blackberry Mesengger. Dari sanalah semuanya bermula, yang awalnya mengucapkan terima kasih, lalu saling mengenal, berdiskusi, tukar pikiran dan saling mongereksi karya. Namun, beberapa hari setelah bulan Juni berakhir, chat itu berhenti tanpa ada yang berani memulai kembali. Hanya ada satu alasan. Karena baik Rama maupun Tata, keduanya sama-sama terserang virus merah jambu alias saling jatuh cinta. Meski keduanya tidak pernah bertatap, cinta itu tetap kuat. Dan mereka berusaha menjaga agar cinta itu tetap mulia dan tidak melampui batas.

Sebuah postingan puisi dalam blog pribadi Tata yang berbunyi:
Cinta tanpa rupa
Cinta itu ada
Tanpa aku tahu seperti apa engkau berupa
Cinta itu tumbuh
Meski yang aku pahami hanya hatimu
Cinta itu menetap
Meski sekalipun kita tidak bertatap
Cinta tetap cinta
Sekarang atau seabad lagi
Cinta tetap cinta
Dalam duka maupun tawa
Cinta tetap cinta
Disini atau disana
Cinta tetap cinta
Dalam lebihmu atau dalam kurangmu
Jangankan untuk kurangmu hari ini
Bahkan untuk esokmu
Keriputmu
Pikunmu
Sakitmu
Jatuhmu
Gendutmu
Sudah aku terima sebelum Tuhan menyemaikan cinta, di hatiku
Kehidupan seperti roda yang terus berputar
Di sisi manapun engkau berada
Disitu pula aku ada
Usia tak pernah berkompromi dengan waktu
Kapanpun engkau tiada
Aku akan menjaga namamu dengan setia
Manusia adalah makhluk yang sulit diterka
Seperti apapun engkau nantinya
Aku tetap disampingmu selamanya
Karena cinta ini fitrah
Yang Tuhan sematkan di hatiku hanya untuk mencintai hatimu
Seperti halnya nyawa yang Tuhan titipkan di raga
Kapanpun, cinta ini bisa dicabut olehNya
Namun, do'aku untuk mencintaimu setiap hari untuk selamanya
Dan hingga detik ini, do'aku nyata disetiap waktunya, diijabah olehNya
Karena masih belum aku temukan hari tanpa mencintaimu
Karena puisi inilah Rama berani menuliskan sebuah kalimat dalam chatnya dengan Tata setelah berhari-hari chat itu sepi tanpa kata. Assalamu’alaikum Hajarul Aswadita. Istikharahku dan puisi mu yang berjudul Cinta Tanpa Rupa, membuatku berani memintamu satu hal, berta’aruflah denganku. Aku tunggu pertemuan pertama kita kamis sore di Rumah Makan Lestari. Aku akan datang dengan muhrimku. Wassalamu’alaikum.
Tata bergetar membaca pesan itu, dan menitikkan air mata bahagia.

*Senja terakhir dibulan Juli
Senja kali ini adalah senja paling membahagiakan selama 25 tahun Tata hidup di dunia. Karena ini adalah senja pertama yang ia lalui dengan menyandang status baru nan agung, yaitu ‘seorang istri’. Meski Rama hidup dalam keterbatasan fisik karena ia tidak memiliki kaki kiri, sungguh, hal tersebut sama sekali tidak memudarkan cinta Tata padanya, sungguh apa adanya Rama adalah kesempurnaan tak terhingga bagi Tata. Sejak pertemuan pertama mereka di Rumah Makan Lestari, cinta Tata untuk Rama tetap sama. Karena Tata yakin Rama adalah pria baik yang menjadi jawaban dari istikharah dan do’a panjangnya. Tata juga yakin, manusia diciptakan tidak sempurna dan diciptakan berpasang-pasangan agar menjadi sempurna. Bagi Tata, Rama memang tak sempurna, dan dirinya pun sama, juga tak sempurna. Namun, saat mereka bersama, kesempurnaan itu ada.

Dan pagi tadi, Rama sudah mengucapkan kalimat yang paling Tata tunggu, yaitu: Saya terima nikah dan kawinnya Hajarul Aswadita binti Ahmad Fauzi dengan mas kawin Sembilan puluh Sembilan ribu rupiah dan seperangkat alat sholat dibayar tunai. Dan akad nikah itu menjadi pertanda bahwa cinta Rama dan Tata sudah halal dimata negara maupun agama.

Dan sore kali ini, Tata nikmati bersama suami tercinta di atas balkon rumah baru mereka. Tata setia duduk di samping suami dan kursi rodanya.

“Dik Hajar, coba lihat senja yang hampir tergelincir itu. Seharusnya hati manusia seperti senja. Segala kenangan buruk, kebencian, sifat buruk harus ditenggelamkan bersama senja yang tenggelam disetiap sorenya. Agar dipagi hari kita memiliki hati yang baru, yang kosong, dan siap diisi oleh kebaikan. Bukankah senja selalu baru dan berbeda disetiap harinya? Begitupun hati kita”
“Mas Rama benar, seharusnya demikian. Namun masih ada beberapa manusia yang menenggelamkan kebahagiaan dan kebaikannya bersama senja, hingga yang dilakukannya hanyalah keburukan dan keburukan. Dan senjanya pun berbeda baginya, semakin hari semakin buruk”
“Semoga aku mampu menjadi imam yang baik yang bisa memperindah senja kita berdua”
“Aamiin”

[1] Terima kasih kakak (lk2)/ sayang. Aku mencintaimu.

Post a Comment

My Instagram

Designed by OddThemes | Distributed by Blogger Themes