Kuliner Fajar Karangmluwo #Mangli #Jember

Kuliner Fajar Karangmluwo - Pagi ini, seperti biasa, berkisar pukul 04.50 WIB hingga 05.15 WIB, aku menelusuri jalanan dusun karangmluwo kelurahan mangli kabupaten jember. Entah itu dengan langkah singkat atau dengan langkah panjang. Sekedar ke satu tempat atau mengitari jalanan kotak (Nurul Fikri-Bu Marem-Bu Resik-Selep-Nurul Fikri memiliki rute berbentuk persegi). Sebenarnya ada beberapa alasan mengapa aku rutin melakukan rutinitas ‘keluar pagi’ dan menjadi yang pertama membuka gerbang Nurul Fikri.

Pertama, untuk menikmati segala hal yang berkaitan dengan pagi. Karena aku mencintai pagi, yang menjadi penanda bahwa hari baru akan dimulai, yang mana akan ada cerita baru, tawa baru, ataupun tangis baru. Dan aku juga mencintai pagi karena pagi dingin, segar, lengang, serta apa adanya.

Kedua, untuk belajar dan berbagi. Karena pagi selalu berbeda setiap waktu. Hanya dalam pagi kita bisa menyapa manusia-manusia tanpa pakaian kebanggaan atau make up dan hanya dalam pagi kita bisa menemui manusia-manusia yang tersenyum apa adanya, tanpa beban tanpa pamrih.
Kuliner Fajar Karangmluwo #Mangli #Jember
Alasan ketiga, untuk menikmati kuliner yang sudah tersedia meski langit masih gelap dan embun masih utuh. Sejak pukul 04.45 WIB hingga pagi usai, di toko kelontong mbak ijah/pak tris, kita akan menemukan molen pisang (mini & maxi) yang memiliki kulit crispy nan lezat, dadar jagung gurih yang mampu menggoyang lidah, tahu isi mie yang memiliki varian rasa setiap hari, kue tirem/ hongkong/ ote-ote (atau apalah apalah kalian menyebutnya) yang terkadang enak dan terkadang tidak, dan terakhir adalah bolu coklat yang manis dan terasa manja di mulut. Bergeser ke arah utara dan belok ke arah timur, kita akan bertemu dengan welijo yang biasa mangkal di depan resto (tidak rutin dan biasanya di atas jam 5). Welijo tersebut menawarkan aneka jajanan pasar, mulai dari kue-kue tradisional (entah apa saja namanya) dan kue-kue semi modern. Selanjutnya berjalan ke arah timur dan belok ke arah selatan, tepat di pojok jalan, depan warung baru bu marem, kita akan menemui (dihari tertentu) ibu-ibu menjajakan cemilan tradisional (ketan, lopes, tiwul, dkk). Bergerak ke arah barat, tidak jauh dari TKP sebelumnya, kita akan menemui warung tanpa nama yang sudah buka. Di dalam toko berukuran kecil tersebut, meski jama’ah sholat subuh baru saja menuju arah pulang, si toko sudah siap dengan beraneka gorengan, seperti tape goreng, tempe goreng, tahu goreng, ubi goreng, dan pisang goreng.

Dan pagi tadi, ada sesuatu hal yang menggelitik. Begitu aku membuka gerbang Nurul Fikri, (karena suasana super dingin, mukena full hitamku masih aku kenakan, dan bertujuan hanya ke satu tempat) ada seorang anak kecil yang sedang mengayuh sepeda mininya menatapku heran lantas bertanya ramah, “Mbak mau kemana?” tanyanya sambil tersenyum lebar. Aku prediksi dia masih kelas 2 atau 3 sekolah dasar. Aku menjawab pertanyaan tersebut, “Mau ke mbak ijah”. Sepedanya pun mendahului langkahku. Dan benar saja dugaanku, si anak kecil dengan tubuh super menggemaskan tersebut, yang pertama kali aku lihat selama ratusan pagi yang aku lalui, sudah berdiri di dalam toko kelontong mbak ijah. Ibu-ibu yang juga melakukan rutinitas belanja, seperti terlihat akrab dengan si anak kecil. Semua orang ia sapa, ia berceloteh, bercerita, berbicara tanpa henti. Sekecil ini? Seaktif ini? Semua ibu-ibu hanya tertawa menanggapinya. Anak siapa sih? Kenapa aku baru mengenali wajahnya? Sepagi ini sudah ceria dan tersenyum ramah, seakan-akan semua orang adalah sahabatnya. Ibu-ibu yang belanja, bapak-bapak yang baru keluar dari masjid, pemuda/pemudi yang sekedar olahraga dan belanja, semua dalam genggamannya. Menakjubkan. Jiwa sosialnya membuatku terkagum-kagum. Dan semoga pagi-pagi esok, sebelum ramadhan datang aku bisa kembali bertemu dengannya.

Post a Comment

My Instagram

Designed by OddThemes | Distributed by Blogger Themes