Home puisi Ketika Aku Bangun Cinta
Ketika Aku Bangun Cinta
Atiya Fauzan June 23, 2015 0
Aku bukan jatuh cintaAku sedang bangun cinta
Aku mencintaimu bukan sekedar pengakuan, “I love you”
Tapi cinta bagiku adalah pengaplikasian
Aku merindukan-mu
Aku memikirkan-mu
Aku berjuang karena-mu
Aku mendo’akan-mu
Aku ada untuk-mu
Dan milyaran kata kerja aktif lainnya, dimana aku sebagai subyek, dan kamu sebagai obyek
Dan begitulah caraku mencintaimu
Aku bukan jatuh cinta
Aku sedang bangun cinta
Aku mencintaimu bukan karena apa, siapa, mengapa, dan bagaimana
Tapi mencintaimu bagiku adalah perasaan yang dilahirkan tanpa alasan
Kamu mengecewakan-ku
Kamu membenci-ku
Kamu melupakan-ku
Kamu marah terhadap-ku
Kamu mendiami-ku
Sungguh tidak mengapa, ikrarku mencintaimu, terucap sekali untuk dilakukan selamanya
Sungguh aku mengerti, bahwa ada banyak warna dalam dirimu
Aku bukan jatuh cinta
Aku sedang bangun cinta
Aku mencintaimu bukan untuk terjatuh di dunia dan terpuruk di akhirat
Tapi mencintaimu bagiku adalah untuk mencapai kebahagiaan di bumi dan surga
Kita tercipta di dunia
Kita dalam cerita yang sama
Kita ditakdirkan bersua
Kita mengenal cinta
Kita selamanya kita
Adalah hal luar biasa, karena dalam takdir ‘aku’ dan ‘kamu’ telah menjadi ‘kita’
Adalah anugerah terbesar yang aku syukuri selama mata terbuka
***Terinspirasi dari seorang ibu yang teramat sangat mencintai putri kecilnya dan terinspirasi dari yang lainnya.
(Berikut, cuplikan status di Facebook yang aku tulis tentang ibu hebat tersebut:
"Saya bekerja di Singapura mbak." Matanya memerah, dan terlihat ada air yang menggenang di dalamnya. Meski siang semakin terik, ia tetap semangat menemani sang putri melalui antrian panjang proses pendaftaran, kemudian tes fisik, dan berakhir di mejaku, tes wawancara (Jurusan Broadcasting). Aku yang mendengarnya mencoba memahami air mata itu. Dengan menggunakan dua bahasa (Indonesia-Inggris) sang Ibu begitu berjuang menahan tangisnya. Dua hal yang aku tahu, dari pasangan ibu dan anak yang terlihat mirip orang Jepang tersebut. Pertama, uang berlimpah bukan segalanya. Ada hal lain yang begitu diinginkan keduanya, yaitu kebersamaan dengan orang terkasih. Ada cinta, ada rindu, yang bersarang dalam hati keduanya, namun materi tidak mampu mengobati cinta dan rindu yang tertorehkan. Kedua, jauh dari orang-orang yang disayang, adalah puncak kesedihan dalam kehidupan. Adakah yang lebih membahagiakan dari tersenyum bersama orang yang kita cinta? Keduanya seperti tidak ingin dipisahkan, namun skenario yang dimilikinya begitulah adanya. Bagaimana cerita akhirnya, ibu dan anak yang penuh semangat tersebut lebih memilih memaksimalkan upaya kebaikan yang ada saat ini. Mungkin mereka percaya bahwa, manusia yang mencintai Tuhan-nya akan memiliki akhir cerita yang luar biasa bahagia, jika detik ini masih ada kesedihan, itu berarti ceritanya belum selesai ditulis. #GoodMorning #BackToSchool *Untuk ibu-ibu luar biasa diluar sana, pahlawan devisa, yang menyimpan cinta, menahan rindu, semoga dikuatkan dalam segalanya.*)
About Author
Ibu rumah tangga yang selalu dibuat bahagia oleh imam hidupnya
Subscribe to:
Post Comments
(
Atom
)
Post a Comment