Dia, Pria Sederhana (Cersing)

Dia, Pria Sederhana (Cersing) - Dia pria sederhana. Tidak banyak kata romantis yang keluar dari lisannya, namun aku tahu ada namaku disetiap lipatan do’anya. Dia pria sederhana. Tidak sering terukir kalimat-kalimat perhatiannya, namun aku tahu seluruh keringatnya diabdikan untuk senyumku. Dia pria sederhana. Tidak merasa penting mengingat tanggal-tanggal istimewa, namun aku tahu sosokku selalu spesial di hatinya. Dia pria sederhana. Tidak pernah member hadiah indah, namun aku tahu bahwa inginku diturutinya, butuhku dipenuhinya. Dia pria sederhana. Karena itu dia istimewa.
***
Dia, Pria Sederhana (Cersing)
            Dia mulai menguapkan kantuk. Jalanan depan sekolahku melengang seiring detik yang memalam. Beginilah siklus kebiasaan, selalu saja orang-orang akan kembali kerumah saat langit gelap pertanda malam. Tapi dia tetap berdiri di samping kuda besinya, meski waktu larut dan meski raga lelah.
            Aku tetap duduk mengikuti segala rangkaian acara perkemahan sekolah, sembari sesekali menatap kearah luar sekolah. Melihat dia, mengkhawatirkan dia.
            Ku lirik lagi arloji, sudah pukul 10 malam.
            “Ayah cukup mengantarku saja, tidak perlu ikut menginap di sekolah” kataku padanya penuh cemas.
            Dia yang kupanggil Ayah, tersenyum, menghidupkan mesin motor dan siap memboncengku.
            “Ayo, nanti kamu telat” sahutnya.
            “Ayah juga akan ikut menginap di sekolahmu, kamu focus saja pada acaranya”
            Begitulah dia. Selalu menunjukkan ungkapan cintanya dengan cara yang sederhana, tapi bagiku cara itulah yang luar biasa istimewa.
***
            “Ini” ucapnya seraya menyodorkan satu kotak coklat favoritku.
            Aku yang duduk santai di depan televise jelas terperanjat dan bertanya-tanya, ada apa? Kenapa ada hadiah di sore hari? Kenapa ada coklat saat dia pulang kerja?
            “Ayah, ini untuk apa? Ulang tahunku masih bulan depan, hasil ulanganku masih belum dibagikan” tanyaku padanya yang berlalu memasuki kamar.
            “Ayah harus memiliki alasan?” dia balik tanya.
            Aku mendengarnya dengan membungkamkan diri. Ah, iya. Dengan tanpa ekspresi, dengan lelah yang masih tersirat, dengan seragam kerja lengkapnya, dia menyodorkan hadiah. Meski ini bukan sekali dua kali terjadi, aku masih merasa heran. Percaya atau tidak, tepat dihari jadiku, dia selalu mengucapkan sebaris do’a serta ucapan selamat dan berlalu pada pekerjaan dan aktifitas rutinnya. Tanpa hadiah dan tanpa surprise. Maka dari itulah aku menyebutnya pria sederhana, yang memiliki sikap spekta dalam penunjukan cintanya.
***
            “Shadaqallahul ‘adzim. Maha suci Allah dengan segala firmannya” aku mengakhiri penampilanku. Perpisahan kelas tingkat akhir, sekaligus pengumuman nilai akhir. Aku melihat sosok ‘dia’ duduk di deretan kursi wali murid. Matanya memerah, pipinya basah. Ayah menangis? Aku kembali kebelakang panggung dengan perasaan bangga yang menyeruak. Dia memang berbeda, dan dia memang sederhana.
            “Liburan nanti Ayah mengajakku ke Malang” tutur salah seorang teman kelasku yang juga sedang santai di balik panggung.
            “Sekarang Ayahmu hadir?” tanya yang lain.
            “Ayah ada kesibukan, jadi kakakku yang mewakili” jawabnya.
            Ayahku tidak seperti Ayahnya memang, untuk liburan panjang, Ayah lebih sering menyuruhku di rumah saja. Dia sederhana. Tapi untuk keperluan pendidikan dan agamaku, Ayah menempatkannya di atas segalanya. Rutin mengambil rapor, rutin menghadiri evaluasi baca tulis Al Qur’an-ku, dan kerutinan lainnya.
            Mengingat wajah haru Ayah tadi, aku jadi bergumam sendiri dalam hati.
“Ayah… Ayah adalah pria paling sederhana, yang paling istimewa, dan luarbiasa.Yang mengkhawatirkanku dalam nyata bukan kata. Yang menganggap semua hari spesial, yang tidak pernah memiliki alasan untuk memberi hadiah. Yang menomorsatukan kepentinganku di atas kepentingan Ayah. Dan… ribuan sebab lainnya yang membuat Ayah menjadi nomorsatu di hatiku. I love you, Ayah”
***

***Cersing memiliki kepanjangan Cerita Singkat. Apa itu cerita singkat? Istilah darimana? Santai dulu ya… Istilah ini aku buat sendiri. Cersing, cerpen, cerbung, memang serupa. Hanya berbeda pada tingkat panjang pendek cerita. Untuk cersing, berkisar 1 hingga 2 halaman. So, ada yang setuju atau ada yang ‘gerah’ dengan istilah yang aku buat sendiri, monggo… bebas bersuara, bebas berpendapat.

Post a Comment

My Instagram

Designed by OddThemes | Distributed by Blogger Themes