Home inspiratif Sejarah Yang Indah
Sejarah Yang Indah
Atiya Fauzan March 01, 2015 0
Panglima Besar Jenderal Soedirman |
“Tahun 1949, usianya 33 tahun, masih muda sekali, untuk ukuran waktu itu--apalagi sekarang. Tapi di pundaknya sudah terpikul sebuah beban yang luar biasa. Jenderal. Itu bukan gelar yang diinginkannya, bukan pula ambisinya, apalagi karena nepotisme, kolusi, tapi empat tahun sebelumnya, dalam sebuah pemilihan bersama di antara anggota TKR, dia terpilih menjadi Panglima TKR Yogyakarta. Sejak saat itu, hidupnya berubah, tanggung-jawab besar ada di genggaman.
Tahun-tahun itu, dengan kalahnya Jepang dalam perang dunia II, Belanda kembali ke Indonesia--yang justeru memproklamirkan kemerdekaan, dengan segera perang tidak terhindarkan. Anak muda ini memerintahkan perang di Ambarawa, menyerang pasukan Inggris dan Belanda, juga perang-perang lainnya melawan Agresi Militer ke-1 Belanda yang hendak berkuasa lagi. Pertempuran mempertahankan kemerdekaan meletus.
Jika kalian membayangkan dia adalah Jenderal besar dengan fisik gagah perkasa, tidak. Apakah dia jenderal dengan penampilan megah? Juga tidak. Sebaliknya, tubuhnya kurus karena menderita penyakit TBC, pakaiannya sederhana, pembawaannya bersahaja. Tapi jangan tanya soal tekad baja, keberanian dan kepintaran, dialah panglima besar sesungguhnya.
Indonesia terdesak setelah Perjanjian Renville, sesuai kesepakatan, 35.000 tentara Indonesia harus ditarik dari wilayah yang telah berhasil direbut. Saat tentara Indonesia ditarik, Desember 1948, Belanda meluncurkan lagi Agresi Militer ke-2nya, kota Yogyakarta berhasil dikuasai, dan dengan jatuhnya Yogyakarta praktis seluruh kekuatan militer Indonesia berhasil dipukul mundur. Sang jenderal bersama kelompok kecil tentara dan dokter pribadi, bergerak keluar dari Yogya, mendirikan markas di dekat Gunung Lawu, memulai perang gerilya yang akan selalu dikenang sejarah. Tinggal di dalam rimba.
Tapi situasi semakin rumit. Resolusi PBB untuk mendukung Indonesia ditolak mentah-mentah oleh Belanda, mereka bilang, Indonesia sudah tidak ada lagi di atas bumi ini. Sudah dihapus setelah keberhasilan Agresi Militer Belanda. Propaganda itu sangat berbahaya, karena sekali dunia internasional percaya diplomasi Belanda, maka tidak ada lagi yang peduli dengan sebuah negeri jajahan bernama Indonesia. Menyikapi hal ini, maka anak muda usia 33 tahun ini, dengan tubuh semakin kurus, menyeka dahak berdarah saat batuk karena TBC-nya, mengumpulkan sisa pasukannya. Mereka akan merancang sebuah serangan yang akan dikenang dunia. Serangan yang akan memutarbalikkan fakta, bahwa sesungguhnya Indonesia masih ada.
Maka tanggal 1 Maret 1949. Persis hari ini, puluhan tahun lalu, dengan heroiknya, ribuan tentara Indonesia menyerbu Yogyakarta (juga kota Magelang, Solo, diserang secara serentak). Misi mereka sederhana, kuasai Yogyakarta beberapa jam, sebarkan ke seluruh dunia, bahwa tentara Indonesia masih bersama rakyat. Belanda tidak pernah berhasil menguasai Indonesia.
Malam hari, mereka merayap diam-diam memasuki kota Yogyakarta, persis pukul 6 pagi, saat sirene berbunyi, serangan besar dilakukan. 300 tentara Indonesia tewas, 53 anggota polisi Indonesia juga tewas, dan tidak bisa dihitung pasti korban rakyat. Jaman itu, ketika penduduk masih sedikit, angka itu sangat besar. Tapi itu harga yang pantas dibayar untuk sebuah eksistensi. Berita serangan umum 1 Maret 1949 disebarkan ke seluruh dunia.
Belanda terperangah, mereka telah dipermalukan. Negara-negara di dunia akhirnya meyakini bahwa Indonesia, hingga kapan pun akan tetap berjuang demi membela kemerdekaannya. Akhir tahun 1949 Belanda menyerahkan kekuasaan kepada Indonesia. Satu bulan setelah itu, 29 Januari 1950, Anak Muda itu menghembuskan nafas terakhir, kalah oleh TBC yang dideritanya, meninggal di usia 34 tahun.
Dialah Jenderal Soedirman. Panglima Besar.
Saat dimakamkan, 4 tank, 80 mobil, ribuan tentara dan rakyat mengiringinya. Sejarah mencatat, sepanjang 2 kilometer rakyat berbaris, menyemut, mengantar Jenderal Soedirman ke tempat peristirahatan terakhir. Panglima besar yang hidupnya sangat bersahaja.
Hari ini, 1 Maret, kenanglah Jenderal Soedirman, maestro dibalik Serangan Umum 1 Maret sesungguhnya.”
*Penulis : Darwis Tere Liye
Sudah selesai membaca sejarah di atas? Bagaimana rasanya? Asyik bukan? Aku pribadi merasa ‘enjoy’ membaca sejarah yang berjudul 1 Maret tersebut. Kalimatnya indah, penyusunannya menggugah. Tidak seperti rangkaian sejarah yang ditulis pada umumnya, kaku dan monoton. Jika saja di buku-buku pelajaran sejarah dan LKS (lembar kerja siswa) sejarah, seperti rangkaian di atas, mungkin akan jadi best seller nantinya. Mungkin bukan?
About Author
Ibu rumah tangga yang selalu dibuat bahagia oleh imam hidupnya
Subscribe to:
Post Comments
(
Atom
)
Post a Comment