MENU

Sakitnya Itu Disini


Aku punya cerita, tentang sebuah rasa ‘sakit’ yang dialami oleh seseorang. Tapi meski terluka, dia masih mengembarai kehidupan dengan senyuman, sembari memegang dadanya yang begitu nyeri. Bahkan meski hatinya tak berdarah merah, dia menutupi luka yang menganga dipenuhi lumuran darah maya, dengan sebuah kesyukuran dan keikhlasan. Dan dia begitu menikmati sang luka, hingga tak bergeming dengan tawaran disembuhkan dari manusia yang lainnya. Sakitnya itu memang disini (baca: hati), tapi dia merasa menjadi manusia sejati karena hatinya diuji. Selamat menyimak…

Panggil saja aku Ima.
Aku hanyalah gadis biasa yang mencintai pria luar biasa. Meski tahu dia terlalu sempurna, aku hanya bisa apa selain menerima anugerah ini apa adanya. Tanpa ingin memadamkannya atau merawatnya. Hati yang bersemayam dalam diriku bukanlah milikku seutuhnya. Maka aku tidak bisa bebas memerintah apa yang harus terisi di dalamnya. Ketika cinta itu ada, setelah jangka waktu yang lama aku menunggunya, aku tentu bahagia. Aku jadi bisa membuktikan bahwa cinta itu indah. Aku jadi tahu bagaimana rasanya jantung yang hampir meloncat, aku juga menjadi tahu apa itu grogi, ada banyak hal yang semakin aku tahu. Dan dari waktu ke waktu selama aku miliki sang cinta, hati dan otakku diliputi banyak praduga. Hasrat ingin memiliki? Aku terlalu pengecut untuk menanyakannya pada diri sendiri. Aku begini saja sudah bahagia, sungguh aku tak ingin lebih. Pada awalnya memang demikian, memiliki cinta dalam diam, dan tak pernah aku pelihara. Karena dalam doa, aku meminta cabutlah sang cinta jika tidak baik dan biarkan bersemayam selamanya jika cinta itu baik. Dan ternyata hingga detik ini, aku masih cinta. Dan sebagai wanita, aku sulit berkawan dengan logika. Maka aku biarkan perasaan bermain didalamnya. Terlalu GeeR? Pernah. Salah sangka? Pernah. Karena ketika cinta memberi setitik harapan, aku terlalu berlebihan menanggapinya. Hingga kecewa yang berakhir luka. Aku sudah dipercaya mengemban sang cinta bukan sehari dua hari atau seminggu dua minggu, tapi sudah lama. Dan aku menikmatinya. Dalam penantian setia yang aku yakini tak berujung apa-apa, aku menerima kabar bahagia bagi sang cinta namun tidak bagi hatiku. Sakitnya itu disini. Mengatakannya saja aku tak pernah, apalagi ingin memilikinya. Jika nanti tiba pada hari yang benar-benar menjadi akhirnya, aku ingin bersorak bahagia bahwa aku mampu mencintainya hingga akhir dan detik itu juga aku merdeka, terlepas dari sang cinta. Selanjutnya, aku ingin melabuhkan hati pada dermaga yang telah lama menanti tanpa beban tanpa muatan.”

Post a Comment

My Instagram

Designed by OddThemes | Distributed by Blogger Themes