MENU

Menaklukkan Si Kuda Besi


            Sebelum hari raya idul fitri, ada beberapa hari libur yang aku peroleh. Tak ingin menyiakan waktu, aku pun mulai belajar motor pada sahabatku. Karena aku pikir, naik motor kemanapun lebih baik daripada naik kendaraan umum. Dan aku pun mencobanya. Memang secara teori aku sudah menghafalnya diluar kepala, bagaimana menghidupkan mesin, bagaimana ketika ingin berbelok arah, bagaimana ketika ingin berhenti, dan lainnya. Ternyata, motor sama saja seperti sepeda kayuh biasa, aku mampu menaklukannya dan aku mampu menyeimbangkannya.
            Melihat kemampuanku, aku pun memberanikan diri untuk terjun ke medan pertempuran yang sebenarnya (jalan raya-red).
Teorinya pun sudah aku genggam erat. Bagaimana ketika ingin mendahului, bagaimana ketika berdampingan dengan kendaraan lain, bagaimana menghindari bahaya, dan lainnya. Namun, senyumku yang merekah tidaklah bertahan lama. Di jalan raya itu ternyata we o we (WOW) banget. Pertama, ketika akan berbelok ke arah kiri, aku yang berada di lajur kanan mencoba menepi, berhubung dari arah berlawanan arusnya padat, aku pun berhenti di tengah, seperti yang dilakukan orang-orang pada umumnya. Saat itulah jantungku hampirku copot, kakiku yang menyentuh aspal hampir terlindas oleh truk yang super besar dari lajur yang sama denganku. Kedua, aku hampir menyeruduk motor lain yang tiba-tiba ada di hadapanku, entah dari mana datangnya, begitu cepat saja, aku yang grogi tidak lagi ingat mana gas dan mana rem. Untuk kedua kalinya jantungku hampir copot. Ketiga, lampu merah yang membuat kendaraan lain berhenti dan merangkak lambat ke depan, membuat tanganku yang berada dibalik kemudi berkeringat dingin. Pasalnya, motor yang aku kemudikan tidak bisa berjalan lambat. Tidak lagi bisa membedakan bahwa pengendara lain tidak boleh ditabrak *hanya pagar yang boleh ditabrak #hehehe*. Jantungku hampir copot kembali. Ke empat, jika dilihat dan diamati, tindakan menyeberang menggunakan motor amatlah mudah. Namun prakteknya tidak. Jalan yang tak pernah sepi, membuat perasaanku resah, tertabrak gak ya? Akhirnya aku menepi di lajurku sendiri, dan menunggu dalam menit yang lama untuk jalan yang lengang. Aku pun bisa menuntun motorku dengan damai tanpa mengendarainya. Kelima, keenam, ketujuh, dan seterusnya masih banyak kengerian yang aku alami hanya untuk jarak 1 km.
            Aku yang mulai ke-pede-an mampu menaklukkan si kuda besi, mulai menciut. #KAPOK. Mengendarainya memang mudah ketika sendiri saja tanpa rintangan. Namun ketika di tempat ramai lengkap dengan berbagai rintangan, tak semudah yang aku bayangkan, susahnya membuat keringat dan jantung bekerja tidak normal. Tidak harus menunggu terluka *seperti yang lalu* untuk memutuskan berhenti. Aku menyerah. Ternyata lebih ‘enak’ naik kendaraan umum atau dibonceng saja. Lebih damai dan tenang. Hehehe…

            Begitu pula dengan kehidupan kawan, setiap manusia memang memiliki porsinya masing-masing, lengkap dengan kemampuannya. Jangan sampai, kita menginginkan kehidupan oranglain, padahal begitu banyaknya manusia lain yang ingin memiliki kehidupan seperti kita. Mengeluh dan membandingkan tidak pernah menyelesaikan apapun, sedikitpun tidak pernah. Karena setiap dari kita berbeda. Rasa takutnya, rasa beraninya, rasa tanggung jawabnya, rasa percaya dirinya, dan lainnya. Biarkan yang lebih mampu mengatakan ‘mudah’ untuk satu hal, itu sudah menjadi porsinya. Yang perlu kita lakuan, menjadi mampu untuk banyak hal, yang tidak bisa mereka lakukan. Semangat ya untuk semua. See you tomorrow…

Post a Comment

My Instagram

Designed by OddThemes | Distributed by Blogger Themes