Home Unlabelled Kisah Guru Baru: “Aku Ingkar Janji”
Kisah Guru Baru: “Aku Ingkar Janji”
Atiya Fauzan July 20, 2013 0
![]() |
"X BC, Maafkan Saya" |
Pagi ini aku mengisi mapel Teknik Penyiaran dikelas X BC. Tepat pukul 09.00 WIB. Aku baru teringat sebuah janji yang aku ikrarkan kemarin lusa. “Dipertemuan selanjutnya, Ibu akan membawakan hardcopy mengenai lomba menulis dan fotografi, untuk kalian ikuti”. Dan didetik itu, aku divonis sebagai orang munafik dibalik meja kerjaku. Tak mau divonis begitu saja, aku keluar ruangan mencari tempat print out terdekat. Seonggok flashdisk tua aku seret menemani langkah yang tak lagi teratur. Tujuan pertama adalah koperasi sekolah, namun aku harus menelan ketentuan pahit, komputer setempat rusak. Akupun bertanya pada mbak2 penjaga koperasi, jemari dan lisannya menunjuk Polres. Tanpa berpikir panjang, aku ayunkan langkah, tak terlalu dekat memang, tapi ini yang bisa aku tempuh.
Seperti menemukan mata air di tengah gurun, mataku berbinar melihat tempat fotocopy yang berdiri tepat disamping Polres, dan ternyata aku harus menelan ketentuan pahit kembali. Tak ada tempat untuk print out di stand tersebut. Akupun sok akrab menyapa salah satu oknum polisi, menanyakan tempat ‘print’ terdekat. Beliau menunjuk ke dalam area Polres, ‘dipojok sana mbak, tempat print untuk umum kok’, lisannya berucap. Akupun mengikuti arahannya. Aku masuki saja area polres, ku telusuri, tak ada tanda-tanda kehidupan printer. Jarum jam menderit dari detik ke detik, 08:15 WIB, aku masih mematung di Polres Jember. Akhirnya aku memilih bertanya lagi pada oknum polisi yang berbeda, jawabannya mengejutkanku, “gak ada tempat print untuk umum disini mbak, disekitar sini juga gak ada, yang ada mungkin di SMKN4 Jember”. Ya Rabb...sebutku dalam hati. Pak polisi, terima kasih telah menipu dan mengerjai aku, terima kasih memberiku kesempatan untuk bersabar, terima kasih untuk hadiah kecilmu di bulan suci ini, terima kasih pak, engkau menguatkanku untuk tak percaya pada sejenismu.
![]() |
"Sekali Lagi, Maafkan Saya" |
Aku tetap berjalan, memutar arah tujuan 180 derajat. Aku tak boleh ingkar janji pada anak X BC, kalimat itu yang aku ulang. Aku pun menuju ke arah jalan raya, sesuai intruksi penjaga sekolah. Melewati flexi center, lembaga baitul amin (yang juga aku tanyakan, tapi nihil), dan sederet toko yang bertetangga dengan Syafia. Satu persatu tempat yang memungkinkan untuk ‘print out’ file, aku datangi dan aku tanyakan. Nihil. Salah seorang pemilik toko menunjukkan warnet terdekat (menurutku jauh), tapi selama masih bisa ditempuh dengan kaki, aku akan tetap berjalan.
![]() |
STOP !!! |
Warnet yang berderet dengan warung soto disebuah gang menjadi harapan terakhirku. Dan apa yang aku temukan, “maaf mbak, printernya rusak”. Aku hanya bisa tersenyum. Kembali aku langkah kan kaki, 08:40 WIB, dua puluh menit lagi sudah harus memasuki kelas. Akhirnya, aku mengambil jalan pintas, aku berencana meminta bantuan salah seorang anak buah pamanku disebuah perkantoran dekat SMKN4 Jember (dikantor itu pasti bisa print tapi tdk bisa utk umum *pikirku). Aku harus buang topeng malu, demi sebuah kata “tepat janji”. Begitu aku datangi, “maaf mbak, ini hari sabtu, karyawan libur”. Ya Allah... aku tetap melangkah ke arah sekolah. Siap dengan vonis sebagai orang MUNAFIK.
Di ruang guru, aku bertemu dengan kepala jurusan BC, aku ceritakan masalahku dengan benda bernama printer, beliau memberi solusi untuk menggunakan printer di lab MM (Multimedia). Aku bersorak dalam hati, waktu masuk kelas 10 menit lagi, semoga bisa. Akupun meminta kunci lab MM ke pak Muji, dan memasuki ruang lab dengan perasaan yang mengharu biru. Tapi, senyum itu tidak bertahan lama, tinta habis. Aku kecewa.
09:10 WIB, aku memasuki kelas X BC bukan dengan semangat ’45 tapi dengan semangat ’99. Aku siap divonis apapun, seperti yang aku perkirakan, mereka akan memaklumi kesalahan fatalku ini, tapi aku tidak bisa memaklumi kesalahanku sendiri. Terima kasih untuk maaf kalian X BC. Dan terserah anda (pembaca) menyebut saya apa...
About Author
Subscribe to:
Post Comments
(
Atom
)
Post a Comment