Home Unlabelled 0 (Nol) Sahabat
0 (Nol) Sahabat
Atiya Fauzan January 27, 2013 0
1992. Aku terlahir di dunia. Entah seperti apa dunia yang pertama kali kulihat, sangat tak ingat. Masa kecilpun, aku tak ingat sepenuhnya. Hanya beberapa yang terekam jelas dengan gambar yang jelas pula. Yang kuingat dalam rasa, aku begitu dekat dan sangat dekat dengan bapak.
1997. Diusia baru menginjak 5 tahun, aku sudah berseragam putih-merah. Tak heran, aku langganan menjadi siswi termuda. Seperti apa indahnya masa taman kanak-kanak, aku tak pernah merasakannya. Indahkah? Entahlah.
Selama 6 tahun aku menduduki bangku sekolah dasar. Bukan waktu yang sebentar, tak heran jika tali persahabatan masa kecil begitu erat. Tanpa topeng dan tanpa ikat yang semu. Tulus dan ikhlas. Begitulah persahabatan itu terjalin. Bersama nur, fadilah, fatimah, anisa, saidah, ike, ita, yuni, lutfiah, dan ida.
2003. Aku memasuki dua dunia baru, yaitu pesantren dan masa sekolah menengah pertama. Pengalaman tak terlupakan, karena untuk pertama kalinya tidak beratapkan rumah dan berpisah jauh dari orang tua. Di tempat inilah aku belajar kesederhanaan, berbagi, mengantri, mengalah, menahan emosi, dan milyaran sikap lainnya. Jangan ditanya berapa kawanku, ribuan. Diantara banyak kepala itu, ada sekian persen yang menobatkan diri sebagai sahabatku. Ada umi, dini, uyun, hilda, citra, faiz, titin, zai, zulaikha, ketty, dan masih banyak lagi.
2006. Putih-abu abu mulai aku kenakan. Tetap dikelilingi tembok yang menjulang tinggi dan dibatasi pagar besi. Tetapkah sahabatku? TIDAK. Mereka bertambah. Wataknya semakin berwarna, aku suka. Karena darimana lagi kita akan belajar penyesuaian dan pembacaan karakter?
Diisi oleh luvi, lilik, sus, hanik, vicky, merry, anis, farida, ida, ephow, dan tak terhitung lagi. Begitu ramai tiap detik-detik sepiku selama ini. Hingga tak ku temukan rasa sendiri.
2009. Aku menapaki masa sebagai mahasiswa. Ku kira, aku tidak bisa cekikikan bersama. Ternyata ada tempat bernama asrama. Ya... asrama. Tempat berpuluh-puluh sahabat terbaikku tinggal. Alful, atin, ayun, sofi, hilya, entong, evi, faiz, faiq, faik, ida, iim, intan, jien, kayiz, lujel, mufida, nangen, nayla,pingoh, pitrop,ripah,ripen, sulis, tipe, zidni, zizi, zizah, dan beberapa lagi. WOW, itulah mereka. Yang menghiasi kehidupan ku baik itu berwarna hitam,putih, abu-abu, merah, kuning, dan lainnya. Ya... menit-menitku terjadwal untuk mereka isi.
2012. AKu harus keluar dari asrama, karena usia semesterku tak lagi muda. Kehilangan? Tentu,pasti,sangat,banget. Namun, sahabat-sahabat itu tidak pergi. Di sebuah pondok bernama Nurul Fikri, kecerianku belumlah luntur. Diwarnai oleh mamik, sipit, ernak, chilya, apep, dan erni. Benar-benar sudah 20 tahun aku menghirup oksigen dunia. Tak terasa...
Tapi kini, disebuah kos yang bertengger dijalan pabrik kulit-surabaya, aku hanya bisa berdiskusi dengan buku, berduet dengan mp3 handphone, dan bercerita pada laptop yang bisu. Kemana mereka? Hanya sebuah pesan singkat yang bisa dikirm. Tak asyik hari-hariku kali ini. Seorang diri, sungguh tak terbiasa. Aku rindu kehidupan layaknya pasar, kecerewetan mereka semua membetahkanku. Tapi, sekarang hidupku serasa dikuburan. Mana pasar kaget itu? Masih lama akan kurasakan, pertengahan bulan di Maret. Aku harus menghitung hari seorang diri dan untuk pertama kalinya, aku tahu rasanya memiliki 0 (NOL) sahabat.
1997. Diusia baru menginjak 5 tahun, aku sudah berseragam putih-merah. Tak heran, aku langganan menjadi siswi termuda. Seperti apa indahnya masa taman kanak-kanak, aku tak pernah merasakannya. Indahkah? Entahlah.
Selama 6 tahun aku menduduki bangku sekolah dasar. Bukan waktu yang sebentar, tak heran jika tali persahabatan masa kecil begitu erat. Tanpa topeng dan tanpa ikat yang semu. Tulus dan ikhlas. Begitulah persahabatan itu terjalin. Bersama nur, fadilah, fatimah, anisa, saidah, ike, ita, yuni, lutfiah, dan ida.
2003. Aku memasuki dua dunia baru, yaitu pesantren dan masa sekolah menengah pertama. Pengalaman tak terlupakan, karena untuk pertama kalinya tidak beratapkan rumah dan berpisah jauh dari orang tua. Di tempat inilah aku belajar kesederhanaan, berbagi, mengantri, mengalah, menahan emosi, dan milyaran sikap lainnya. Jangan ditanya berapa kawanku, ribuan. Diantara banyak kepala itu, ada sekian persen yang menobatkan diri sebagai sahabatku. Ada umi, dini, uyun, hilda, citra, faiz, titin, zai, zulaikha, ketty, dan masih banyak lagi.
2006. Putih-abu abu mulai aku kenakan. Tetap dikelilingi tembok yang menjulang tinggi dan dibatasi pagar besi. Tetapkah sahabatku? TIDAK. Mereka bertambah. Wataknya semakin berwarna, aku suka. Karena darimana lagi kita akan belajar penyesuaian dan pembacaan karakter?
Diisi oleh luvi, lilik, sus, hanik, vicky, merry, anis, farida, ida, ephow, dan tak terhitung lagi. Begitu ramai tiap detik-detik sepiku selama ini. Hingga tak ku temukan rasa sendiri.
2009. Aku menapaki masa sebagai mahasiswa. Ku kira, aku tidak bisa cekikikan bersama. Ternyata ada tempat bernama asrama. Ya... asrama. Tempat berpuluh-puluh sahabat terbaikku tinggal. Alful, atin, ayun, sofi, hilya, entong, evi, faiz, faiq, faik, ida, iim, intan, jien, kayiz, lujel, mufida, nangen, nayla,pingoh, pitrop,ripah,ripen, sulis, tipe, zidni, zizi, zizah, dan beberapa lagi. WOW, itulah mereka. Yang menghiasi kehidupan ku baik itu berwarna hitam,putih, abu-abu, merah, kuning, dan lainnya. Ya... menit-menitku terjadwal untuk mereka isi.
2012. AKu harus keluar dari asrama, karena usia semesterku tak lagi muda. Kehilangan? Tentu,pasti,sangat,banget. Namun, sahabat-sahabat itu tidak pergi. Di sebuah pondok bernama Nurul Fikri, kecerianku belumlah luntur. Diwarnai oleh mamik, sipit, ernak, chilya, apep, dan erni. Benar-benar sudah 20 tahun aku menghirup oksigen dunia. Tak terasa...
Tapi kini, disebuah kos yang bertengger dijalan pabrik kulit-surabaya, aku hanya bisa berdiskusi dengan buku, berduet dengan mp3 handphone, dan bercerita pada laptop yang bisu. Kemana mereka? Hanya sebuah pesan singkat yang bisa dikirm. Tak asyik hari-hariku kali ini. Seorang diri, sungguh tak terbiasa. Aku rindu kehidupan layaknya pasar, kecerewetan mereka semua membetahkanku. Tapi, sekarang hidupku serasa dikuburan. Mana pasar kaget itu? Masih lama akan kurasakan, pertengahan bulan di Maret. Aku harus menghitung hari seorang diri dan untuk pertama kalinya, aku tahu rasanya memiliki 0 (NOL) sahabat.
About Author
Subscribe to:
Post Comments
(
Atom
)
Post a Comment