Home Unlabelled Romantis Bersama Ibu
Romantis Bersama Ibu
Atiya Fauzan December 03, 2012 0
Di liburan panjang pada sebuah bulan penuh serangan air dari langit, aku mendekap dalam pelukan ibu. Saat yang lain berbondong-bondong mencari tempat terindah bersama orang yang mengindahkan hidupnya, aku memilih berlindung di bawah ketiak ibu. Tidur di samping ibu, sesekali memeluknya. Ibu, betapa aku bahagia bersamamu.
Cerita-cerita menghiburmu aku nanti, melihat rona wajahmu yang selalu berubah mengikuti alur, begitu pandainya engkau ibu, putri teaterkah kau dulu? Cerita sejak 1915 ketika kakek dilahirkan sampai detik ini, saat aku bernafas disampingmu, kau tak pernah lelah menggerakkan bibir, bercerita segalanya, memberikan manfaat dan hikmah dari makna yang terkandung di dalamnya. Dimana ayah temukan wanita secerdas kau ibu?
Kau mengusap dahiku berulang, megelus rambutku yang tak terlalu rapi saat itu. Cerita terus kau utarakan, pelukanmu masih sama, hangatnya kasihmu tak berubah. Meski aku kini sudah berusia 20 tahun, tanganmu memperlakukanku seperti balita saja. Putri bungsumu sudah besar bu, tidurlah saat aku berada di luar penjagaanmu, makanlah saat kau khawatirkan aku, aku benar-benar sudah dewasa bu.
Kau tatap mataku penuh kasih, adakah yang lebih indah dari ini? Sungguh, keindahan itu ada pada sunggingan senyummu bu. Ada telaga kedamian dalam retinamu bu. Sampai hujan lelah menjatuhkan diri, kau masih bersemangat menularkan cerita yang begitu menyentuh dan member pelajaran bagiku.
Kau memang bukan seorang profesor, doctor, magister, ataupun sarjana. Tapi kau lebih dari perlatan ilmiah itu bu. Sekali lagi aku bertanya dalam hati, dimana ayah temukan wanita sehebat engkau? Lembutnya perasaanmu mengalahkan wol terbaik dunia. Betapa beruntungnya aku bisa berada dalam rahimmu selama Sembilan bulan. Sungguh beruntung.
Suara corong masjid yang menghentikanmu bu, kau beranjak menggamit tanganku, lekaslah wudhu’, itulah bahasa isyaratmu untukku. Milyaran kali aku dengar nasihatmu, mengapa harus shalat diawal waktu, mengapa harus begitu dan mengapa harus begini. Tapi telingaku tak pernah mengatup kelelahan. Adakah tempat di dunia ini yang lebih indah daripada di sisimu bu? Sekali lagi ingin ku tanyakan langsung pada ayah, dimana beliau menemukan wanita sehebat ibu?
About Author
Subscribe to:
Post Comments
(
Atom
)
Post a Comment