MENU

Pusara Dan Air Mata

                Aku teringat sebuah detik yang tak terlupakan. Menit-menit disaat buliran tangisan ku keluarkan. Kamis di bulan ramai hujan, aku merindukan seorang sosok yang tak bisa aku lukiskan kehebatannya di atas kertas putih.
                Keceriaan menghiasi rupaku saat itu. Tanpa henti aku bercanda, bercerita, hingga mewarnai dunia sempitku. Senyuman bertahta lama melekat pada bibirku, tawa dan tawa, itulah yang aku suguhkan untuk semua.
                DItengah itu semua, sebuah tangan menggamitku untuk menjauh. “Mau ikut?” tawarnya. “Pasti” satu kata itulah yang aku balaskan padanya. Dengan anggunnya ia memacu kuda besi diantara liukan jalanan desa.
                Sepanjang jalan, mulutku tak henti berkomat-kamit tentang pengalaman, komentar, kritikan, dan lainnya. Ada saja cerita yang aku bagi, gerik bibirku seperti MC yang membawakan sepuluh acara tanpa henti.
                Pada sebuah gerbang, aku mengurangi kecepatan bicara dari 3 kata/detik menjadi 1 kata/detik. Menelusuri jalan yang mulai tanpa aspal. Mulutku terbungkam, terkunci, dan terkatup seketika, dihadapan nisan yang berusia sekitar delapan tahun.
                Lututku lemas, jangankan untuk tersenyum, untuk berkedip saja aku tak mampu. Sungguh, aku benar-benar mematung. Aku tersungkur di atas gundukan tanah, menatap apa yang tak ku pandang. AlQur’an saku yang kugenggam, terbuka perlahan.
                Buram, kantong mataku penuh dengan air. Tangisku pecah, tumpah ruah dalam relung hati. Aku lupa bagaimana cara dan rasa untuk tersenyum. Ku lihat, wanita tegar dihadapanku ikut mengalirkan airmata. Ternyata, rindu kami sama-sama membuncah.
Rindu adalah rindu
Rindu adalah dorongan rasa untuk bertemu
Rinda adalah sesuatu yang tertancap dalam kalbu
Rindu adalah hal yang kita miliki dengan ilmu
Rindu adalah rindu

Post a Comment

My Instagram

Designed by OddThemes | Distributed by Blogger Themes