MENU

Pahlawan Di Surau Kecil

     “Kenapa masih ada saja orang seikhlas dia ditengah luapan para koruptor?” ucap salah seorang teman penulis ketika melihat sosok dia yang begitu sederhana. Dia bukanlah seorang sarjana, tak ada titel mengikuti namanya. Satu dasipun ia tak punya. Dia hanya lulusan madrasah aliyah swasta. Berbekal ilmu agama, dia berani mengajar anak-anak kecil disekitar rumahnya.
    Ruang sederhana, papan tulis berukuran kecil, kapur putih yang tak lagi seragam panjangnya, dan sebuah lampu yang tak bersinar sempurna. Seperti itulah keadaan setiap harinya. Disaat orang lain berkoar-koar meminta fasilitas, berlomba merebutkan rupiah, dia bertahan dengan kesederhanaannya. Berapa putra bangsa yang sudah menjadi orang hebat selepas keluar dari suraunya, tak hanya hebat dalam intelektual tapi juga hebat dalam hal spiritual dan emosional.
    Jika kita menyangka dia menjadikan surau sebagai tempat usaha, salah besar. Tiap anak yang mengaji disana, tak diwajibkan membayar iuran. Seadanya saja, tidak perlu dipaksa. Jika ada uang, mereka membayar Rp 3.000/bulan. Jika tidak ada, mereka bisa izin tidak bayar iuran. Dalam segi ekonomi, bukan keuntungan yang didapat tapi kerugian. Sedangkan diluar itu, banyak keuntungan yang didapat. Semakin banyak orang-orang yang paham ilmu agama dan semakin banyak pula mata yang bisa membaca huruf hijaiyah.
Dia tak meminta apa-apa atas apa yang telah dia berikan kepada murid-muridnya. Yang terpenting baginya adalah anak didiknya mau datang dan mendengarkan. Itu sudah lebih dari cukup. Ia juga tak meminta orang lain untuk memanggilnya ustadz, mungkin karena ia tak terlalu lama di pesantren. Ia juga tak tak meminta orang lain untuk menyebutnya pak kyai, mungkin karena ia belum pernah ke Baitullah. Yang jelas, dia hanya tampil apa adanya, selalu memikirkan pemberian terbaik untuk orang lain bukan pemberian terbaik dari orang lain.
    Dia sering diistilahkan sebagai guru langgaran (surau). Dan untuk memiliki profesi tersebut, 6 ijazah rasanya tak cukup, perlu belajar lagi untuk menjadi orang yang tidak pernah menghitung untung rugi dalam kebaikan. Sungguh keadaan yang sangat kontras dengan Indonesia saat ini. Dimana kebanyakan orang menghalalkan segala cara agar dirinya sendiri mendapatkan profit disetiap keringat palsunya. Hak orang lainpun tega dirampas, tak peduli berapa ribu tetes airmata akan mengalir setelahnya.
Sedangkan dalam pikiran guru langgaran hanya terbesit tentang bagaimana caranya semakin banyak senyum yang hadir di negeri merah putih ini. Haknya pun akan rela diberikan cuma-cuma tanpa imbalan. Dialah sosok pahlawan sesungguhnya di era ini. Bukan tumpah darah yang dia persembahkan, tapi hanyalah sebuah keringat nyata dengan ketulusan untuk menjadikan Negara ini lebih baik dengan mengerahkan seluruh kemampuannya. Ilmu, harta, dan keluarga disumbangsihkan untuk calon pemimpin bangsa dihari esok.

Post a Comment

My Instagram

Designed by OddThemes | Distributed by Blogger Themes