Home Unlabelled Cerpen_Kepergian Maz Anwar
Cerpen_Kepergian Maz Anwar
Atiya Fauzan December 06, 2010 1
“Kepergian Maz Anwar”
Aku tercengang melihat punggung kakakku, Maz Anwar yang mulai menjauh. Ribuan bulir airmata berlomba untuk keluar. Aku tetap berdiri sambil terisak terus memandangi Maz Anwar hingga samar lalu lenyap. Saat itu, Maz Anwar mengenakan setelan jas berwarna kopi susu. Sungguh sangat tampan Mazku ketika itu. Ikatan pernikahan telah merenggutnya dari hidupku. Sekarang, ia hidup bersama istrinya di luar kota. Aku sangat dan sangat sedih. Aku ingin Maz Anwar tidak pernah meninggalkan rumah. Tanpa Maz Anwar, rumah akan sepi dan mati. Cukup Abah yang pergi dari hidupku, jangan Maz Anwar. Siapa yang akan aku ajak bertengkar lagi? Siapa yang akan menjahiliku lagi? Siapa yang akan memarahiku lagi? Siapa yang akan membuat aku menangis? Kalau bukan Maz Anwar. Satu hal yang aku tahu, yang bisa sedikit mengobati rasa sakit yang bersarang di hatiku. Yakni, aku tahu Maz Anwar masih hidup. Rinduku bisa terobati tapi entah samapai kapan aku mengalami masa kehilangan ini. Sedangkan Abah, beliau telah pulang ke Rahmatullah. Aku hanya bisa bertemu dengan Abah dalam mimpi.
Pernikahan Maz Anwar adalah kebahagiaan bagiku sedangkan kepergiannya adalah kesedihan bagiku. Aku tidak mungkin menghalangi maz untuk menikah, ia sudah berumur 26 tahun. Sudah saatnya untuk memasuki jenjang itu. Aku harus menyadari satu hal, bahwa tak ada yang abadi. Tak selamanya maz akan bersamaku. Ada saatnya seseorang untuk bertemu dan ada saatnya seseorang untuk berpisah. Inilah saatku untuk berpisah dengan Maz Anwar. Kelak, aku akan mengalami apa yang telah Maz Anwar alami, hidup bersama orang baru. Siap atau tidak siap, masa itu akan menghampiriku. Aku hanya berharap, Maz Anwar tidak pernah lupa bahwa dia mempunyai seorang adik yang selalu merindukannya. Adik yang tulus menyayanginya. Adik yang tanpa henti mendoakannya. Adik yang senantiasa menginginkan kebahagiaan untuknya. Adik itu adalah aku, Aisyatul Ulya.
Maz Anwar pergi, hidupku sepi. Aku rindu tawanya, senyumnya, nasehatnya, matanya ketika melotot, keusilannya dan masih banyak lagi. Tak bisa aku hapus bersih file tentang Maz Anwar dari otakku. Untuk kedua kalinya aku harus kehilangan seorang laki-laki yang amat aku sayangi, yakni Abah dan Maz Anwar.
Disetiap harinya, Maz Anwar tidak pernah absen membuatku cemberut dan menangis. Kadang ia baik, kadang ia jahat. Tapi semuanya tidak pernah merubah tali persaudaraan diantara kami, tidak pula memudarkan keakraban kami yang tanpa jeda. Aku sadari, aku bukanlah seorang adik yang sempurna, aku sering melakukan hal-hal yang dilarang oleh Maz Anwar, tidak pernah menuruti nasehatnya, aku pernah pula sangat membencinya ketika umi lebih menyayangi Maz Anwar dari pada aku. Kenapa harus ada kata terlambat. Aku terlambat untuk memahami kasih sayang Maz Anwar. Aku terlambat untuk menyadari betapa pentingnya keberadaan Maz Anwar bagiku. Aku juga menilai bahwa Maz Anwar bukanlah seorang kakak yang sempurna, meskipun begitu, doa dan kasih sayangku tak akan pernah terputus untuknya.
Semua orang perlu menyadari bahwa, waktu tidak akan pernah bisa kembali. Jadi, sayangilah orang yang harus disayangi, selagi orang itu ada mendampingi. Jika terlambat, siap-siaplah untuk berteman dengan tangisan dan penyesalan. Aku sendiri telah mengalaminya. Cukup aku, jangan yang lainnya. Jika mengingat masa-masa dengan Maz Anwar, aku ingin memperbaiki sikapku, aku ingin menjadi adik yang baik, aku ingin selalu membuat Maz Anwar tersenyum bahagia. Kenapa aku baru menyadarinya disaat aku telah kehilangannya. Nasi telah menjadi bubur. Dulu, bagiku maz adalah orang yang menyebalkan karena suka jahil, tapi kini kejahilannya yang kurindukan. Dulu, bagiku maz adalah orang yang membosankan karena hanya bisa marah dan memberi nasehat panjang lebar, tapi kini nasehat dan marahnya aku rindukan juga.
Kepergian Maz Anwar telah mengajariku sebuah arti persaudaraan. Saudara yang mengasihi tidak harus bersikap manis, saudara yang menyayangi tidak selalu bersikap baik, saudara yang mencintai tidak mesti menuruti kemauan saudaranya sendiri. Aku tetap bersyukur pada Allah, meski maz telah jauh dariku, dia tetap kakakku. Kemanapun maz pergi, tali persaudaraan ini tak akan pernah terputus, karena telah diikat oleh ikatan darah. Mungkin saja orang yang berada dalam ikatan pernikahan bisa bercerai, tapi saudara tidak akan pernah bisa.
“Ya Allah… Terima kasih telah Engkau hadirkan seorang kakak seperti Maz Anwar dalam hidupku. Aku serahkan semuanya pada Engkau, aku berusaha sabar menjalani takdirmu. Dan aku mohon padamu, jaga dan lindungi Maz Anwarku dimanapun ia berada” Do’aku. Aku tahu bahwa Maz Anwar memang jauh dari pandangan mataku, tapi sesungguhnya hatinya tidak. Aku tahu bahwa Maz Anwar memang telah pergi, tapi sesungguhnya kasih sayangnya tidak. Aku tahu Maz Anwar telah bersama orang lain, tapi sesungguhnya dia tetap bersamaku dalam Qalbuku.
Jember_06 Desember ‘10_16:21
Akhirnya...
ReplyDelete