Sedetik Lagi, Bu!

Sedetik Lagi, Bu! - Dalam pekerjaan yang melelahkan, tugas yang memberatkan, waktu yang menjemukan, katakan ‘sedetik lagi’, ‘selangkah lagi’ pada diri sendiri. Karena saat kita berhenti di satu titik, maka semuanya akan berakhir.

Hal itu hanya dilakukan oleh manusia tanpa harapan dan manusia tanpa mimpi. Nilai ujian belum baik? Belajar lagi, belajar lagi, kita akan lulus. Skripsi belum selesai? Teliti lagi, teliti lagi, semua akan beres. Belum ada pekerjaan? Usaha lagi, usaha lagi, solusi sudah menanti. Gagal lomba menulis? Menulis lagi, menulis lagi, akan tiba masanya kita sebagai juara. Entah di lomba ke-99 ataupun ke berapa. Namun saat kita berhenti di lomba ke-80, maka semuanya berakhir dan benar-benar berakhir. Berikut aku kutipkan bagian awal cerita pendekku, tentang makna ‘sedetik lagi’. Kisah dan tokoh hanya fiktif belaka, maaf jika ada kesamaan nama/ tempat/ kejadian, sungguh diluar kesengajaan.


Sedetik Lagi, Bu

Saat senja, diteras belakang rumah, aku dan ibu duduk santai sembari melihat langit yang terlihat menawan.

“Fara, kamu masih menunggunya?” Tanya ibu membuka obrolan

Aku tahu kemana arah pembicaraan ini. Pasti tentang hatiku dan Fuad. Ya, Fuad. Nama yang masih merajai hatiku sejak pertama kali hati ini terbuka. Nama yang masih tersimpan rapi didalam relung mimpi yang aku rangkai sendiri. Dan nama yang masih aku tunggu.

“Iya bu”

“Nak, kapan kamu akan melangkah maju jika tetap seperti ini. Kalau bisa, jangan menunggu dia lagi. Karena kamu sedang ditunggu oleh yang lain. Bukankah pekerjaan menunggu itu melelahkan jiwa dan menguras tenaga? Oranglain pun merasakan hal yang sama”

“Sedetik lagi, bu”

“Sampai kapan Fara? Kamu mengabaikan orang yang peduli padamu dan peduli pada orang yang mengabaikanmu. Ibu menanyakan ini, karena ibu sayang Fara”

“Fara tahu, hanya Ibu yang mencintai Fara melebihi cinta pada diri sendiri. Bukankah ibu pernah bilang, jika memiliki batas bukan sabar namanya. Fara akan tetap menunggu”

“Sedetik lagi nak, mungkin itu yang selalu kamu ingat tentang ibu. Saat ibu dengan tega memasukkanmu ke dalam pesantren diusia dini, lalu kamu hanya bisa menangis ditelepon mengatakan bahwa kamu rindu ibu, saudara-saudaramu, dan sahabat-sahabat kecilmu. Ibu hanya bisa mengatakan, sedetik lagi nak, tunggulah waktunya dengan sabar, karena penantian yang baik selalu berbuah manis”

“Fara hanya melakukan suatu hal yang ibu ridhoi. Jika ibu tidak ridho dengan sikap Fara yang tetap mengharapkan Fuad, Fara akan berhenti. Jika ibu ingin menjodohkan Fara dengan pria pilihan abah, Fara akan terima”

“Tunggulah sedetik lagi, ibu ridho. Ibu akan mengalah dalam satu hal ini. Lebih dari belasan tahun kamu menuruti apa yang ibu inginkan, dan kini biarkan ibu yang menuruti apa yang kamu inginkan”

“Terima kasih ibu, untuk sedetik yang ibu berikan”.

Post a Comment

My Instagram

Designed by OddThemes | Distributed by Blogger Themes