Vonis Kematian




            Sudah menjadi kepastian yang tidak terbantahkan bahwa manuisa akan berhadapan langsung dengan kematian. Tanpa terkecuali. Dan kita begitu tahu serta paham mengenai hal tersebut. Hanya saja, kita lebih banyak santai dan lalai, seakan-akan maut itu masih sangat jauh dari hadapan. Padahal, rumus kematian adalah ‘dimana saja, kapan saja, dan siapa saja’. Dengan sombongnya kita melenggak-lenggok di muka bumi, menjadikan hari demi hari menjadi sia, hanya untuk dunia dan dunia. Melupakan kewajiban sebagai hamba Allah, sebagai umat Rasulullah, dan sebagai manusia seutuhnya. Karena apa? Karena kita merasa masih muda, merasa vonis mati hanya untuk yang tua, merasa diri kita sehat, merasa vonis mati hanya untuk yang sekarat, merasa masih memiliki banyak waktu, dan merasa masih memiliki jalan hidup yang panjang. Padahal tidaklah demikian. Kembali kita harus mengingat rumus kematian.
            Maut bisa menjemput kita kapan saja, pagi, siang, sore, atau malam. Maut juga bisa menjemput kita dimana saja, di rumah, di sekolah, di jalan, di kamar, dan lainnya. Dan maut milik siapa saja, balita, remaja, dewasa, lansia, dan siapa saja. Ya. Siapa saja. Dan jika membicarakan judul tulisan ini, yaitu tentang vonis kematian. Kita begitu berbeda dengan orang-orang sekarat yang diprediksi secara ilmiah bahwa waktunya tidak akan lama lagi. Apa yang dia lakukan? Mengurusi segala hal tentang dunia dan akhiratnya dengan sebaik-baiknya urusan. Membangun hubungan yang harmonis dengan Allah SWT serta membangun hubungan yang begitu manis dengan sesama umat manusia. Kenapa? Karena ia sadar, ia sebentar lagi akan meninggalkan dunia fana yang bersifat sementara. Karena ia sadar, ia akan menempuh perjalanan yang tidak pernah dialaminya. Karena ia sadar, ia akan kembali pada tempat dimana seharusnya ia kembali. Karena ia sadar, ia akan dimintai pertanggung jawabannya selama ini atas segalanya. Karena ia sadar, ia memiliki deadline hidup yaitu dimulai sejak ia lahir dan berakhir pada hari dimana ia mati. Dan karena ia sadar, ia tidak boleh terlambat menjalankan segala kewajibannya, jika ia tidak ingin menyesal.
            Yang divonis mati, seperti seorang penulis dikejar deadline. Banyak membaca, ngebut riset, rutin menulis, agar di hari H bekal dan materi tulisannya siap untuk dihadapkan dengan sang editor. Begitupun dengan mereka yang ingat mati, bekerja untuk dunianya dengan sebaik-baiknya serta beramal untuk akhiratnya dengan sebaik-baiknya, karena tahu waktu terus berdetak maju dan yang terlewat tak akan pernah kembali. Agar nanti di hari H dia siap dengan perbekalan yang matang, karena semua manusia tentu ingin bahagia di dunia juga di akhirat. Begitupun dengan kita bukan? Ingatlah kita manusia yang akan mati kapan saja dan dimana saja. Jadi, jangan menunggu vonis kematian untuk berbuat baik dan berubah menjadi lebih baik.

Post a Comment

My Instagram

Designed by OddThemes | Distributed by Blogger Themes