Home Unlabelled Jangan Pergi, Erni
Jangan Pergi, Erni
Atiya Fauzan December 11, 2014 0
Sejak tahun 2009, aku mengenal nama ini, Erni Lestari. Pertama kali bertemu, kami laksana langit dan bumi. Erni begitu aktif dan cerewet, sedangkan aku pasif dan pendiam. Tapi kini, setelah banyak hari mengenal, kami sama, diam bersama, cerewet bersama. Dan untuk menjadi teman atau sahabat, kami tidak pernah menobatkan diri sebagai teman ataupun sahabat. Saling mengenal, satu kelas ketika kuliah, komunikasi, berbagi suka dan duka. Begitu saja.
Di dunia ini, yang memanggilku dengan nama “Ty” ya hanya Erni saja. Aku begitu yakin, panggilan itu kepanjangan dari Sweaty. Karena semasa kuliah dulu, kami *mahasiswi kelas A1* memiliki panggilan sendiri (Erna: Baby, Wulan: Say, Ais: Mamik, Aku: Bunda, dll) tapi hanya Erni yang ngeyel dan istiqomah memanggilku “Ty” selama lebih dari 5 tahun ini. Jika ditanya sekarang tentang kepanjangan “Ty”, Erni pasti mengelak tentang sweaty, dia akan menjawab bahwa itu diambil dari namaku. Tapi, apapun itu, aku dengarkan dengan bahagia.
Semasa kuliah, semua mahasiswi kelas A1 bersahabat baik. Tidak ada istilah A dan B lalu C dan D. Sama sekali tidak ada. Kami belajar bersama dan kami berbagi bersama. Namun, disaat semester akhir, pertemuan diantara kami semua memudar karena kesibukan skripsi, pernikahan, melahirkan, dan lainnya. Biasanya bertemu setiap hari, kini menjadi seminggu sekali bahkan sebulan sekali. Dan setelah lulus kuliah, kami semakin jarang saja untuk sekedar bercakap-cakap.
Namun, ditengah itu semua, Erni masih ada. Dia tidak pergi jauh. Rumah domisilinya tidak begitu jauh dari pondok tempat tinggalku. Alhasil, jarak tidak menghalangi kami untuk bertemu setiap waktu. Dan hal ini membuatku tergantung pada Erni dan Erni tergantung padaku. Meski posisinya ‘sudah menikah’, tetap saja tidak mengubah apapun dari persahabatan yang dibangun 5 tahun lalu.
Ketika Erni sibuk dengan skripsinya (yang tertunda 1 tahun karena cuti), aku sibuk mengurus anak semata wayangnya. Menggendong kesana-kemari, print skrpsi, menemui pembimbing, mengejar tanda tangan dosen, dan lainnya. Ketika Erni aktif dengan usahanya, aku ikut keliling menemani, membuat adonan, menggoreng, dan lainnya. Namun sungguh, aku lebih merepotkan lagi dari pada dia yang merepotkanku. Itu belum seberapa.
Ketika aku butuh tumpangan, Erni selalu siap mengantarkan jika dia memiliki kesempatan. Aku pasti akan SMS/ BBM jika ingin mengunjungi suatu tempat. “Erni, aku harus negosiasi di MEMO” “Erni, aku harus montoring anak-anak yang PSG di JTV Jember” “Erni, ada bazar buku murah” “Erni, peralatan bulananku habis. Ayo ke Roxy atau GM” “Erni, ayo jenguk anaknya Bety” “Erni, temenku nikah, anterin ya” dan masih banyak lagi. Erni pasti membalas ajakanku dengan kalimat khasnya. “Kapan? Aku bisanya hari sekian jam sekian”. Dan seringkali juga Erni mengajakku jalan-jalan (Ke car free day, makan-makan, wahana anak, dll), karena untuk saat ini, dia hanya tinggal berdua dengan putra tunggalnya, sedangkan suaminya bekerja diluar kota.
Aku tidak tahu bagaimana jadinya jika rencananya benar-benar terlaksana. Akhir tahun pindah ke rumah mertuanya di Probolinggo. Tidak ada tempat lagi, untuk aku bisa berbagi cerita kesedihan dan cerita kebahagiaan. Padahal, begitu sering aku menginap di rumahnya, masak-masak an, curhat-curhat an, dan sekarang? Aku harus kehilangan. Erni begitu hafal tentang aku dan kepribadianku. Hal apa yang membuat aku marah, apa yang aku suka, seperti apa gaya tidurku, apa saja mimpiku, seperti apa tangisanku. Dia tahu. Dia paham. Terkadang dia bisa menjadi seorang kakak, yang menasehatiku habis-habisan. Menjadi seorang sahabat, yang begitu mengerti dan memahami. Dan menjadi seorang musuh, yang menyerangku dengan kritikan tajam. Dia tahu semuanya seperti apa ceritaku. Karena setelah aku curhat panjang lebar dengan ibu, aku pasti juga menumpahkannya pada Erni setelahnya. “Aku begini… aku begitu… aku harus bagaimana… apa yang harus aku katakan… sebaiknya gimana…”. Dia tidak pernah bosan untuk menjawabnya.
Dan sebenarnya tulisan ini berjudul “Jangan Pergi, Erni”, itu artinya aku menyuruh Erni pergi. Hidupnya akan lebih bahagia disana, bersama keluarga besar suaminya. Rumah barunya bisa ia jadikan sebagai ladang pahala sebagai bekal untuk meraih ridhoNya dan sampai di syurgaNya. Selamat jalan… dan selamat berbahagia…
(@Erni, ada salam dari ibuku, kapan kamu dan keluarga kecilmu main ke rumah lagi?)
About Author
Subscribe to:
Post Comments
(
Atom
)
Post a Comment