Home Unlabelled Gaung Cinta Dalam Media
Gaung Cinta Dalam Media
Atiya Fauzan October 17, 2012 0
Siang yang cerah mengantarkanku kepada sebuah gedung bisu dan bertingkat. Jadwal harian sengaja aku kosongkan untuk ribuan detik ke depan. Demi menapaki lantai yang telah beberapa kali diinjak kaki inspiratif. Demi duduk bersama orang-orang yang haus akan pelajaran hidup. Dan demi manatap langsung seorang pembawa acara no 1 di negeri merah putih ini.
Dalam balutan sebuah acara yang pernah didengar oleh ratusan juta daun telinga rakyat Indonesia, aku menduduki sebuah kursi di pojok depan. Akhirnya aku bisa memasuki studio ini dan menyaksikan secara langsung sang inspirator.
Beberapa menit berlangsung, akhirnya acara yang disiarkan live di televisi ini dimulai juga. Sang pembawa acara dengan ke-khas-annya menyapa pemirsa di studio dan di rumah.
Pembawa acara (PA): “Selamat malam semuanya, pada malam hari ini saya memiliki bintang tamu yang luar biasa. Mereka adalah sepasang suami istri yang begitu kuat meski berulang kali diterjang badai dan perahunya terkoyak. Mereka tetap kuat dan optimis. Mari kita sambut dengan tepuk tangan yang meriah Muhammad Faza dan Siti Azkarina”
Seorang wanita anggun dan pria tampan berkursi roda memasuki ruang, mereka dihujani tepuk tangan yang begitu dahsyat. Mereka adalah pasangan muda yang menggetarkan jiwa.
PA: “selamat malam mas faza dan mbak azka”
Faza n Azka: “selamat malam juga mas”
Mereka saling berjabat tangan, ingin rasanya aku berlari ke depan dan ikut menjabat tangan beliau bertiga. Senyum mbak azka begitu ramah, mas faza tetap cool diatas kursi rodanya. Tak sia-sia aku hadir di studio ini.
PA: “bagi para pecinta tulisan, mungkin nama mas faza dan mbak azka bukan sesuatu hal yang asing lagi. Karena saya lihat beberapa kali tulisan anda berdua dimuat di media cetak dan diterbitkan. Mungkin pemirsa di studio ada yang pernah membaca karya mas faza dan mbak azka, silahkan angkat tangan anda”
Tanpa beban aku mengangkat tangan kananku. Dan banyak barisan tangan yang terangkat menyusul. Kulihat mbak azka mengembangkan senyum, beliau begitu terlihat bahagia, binarnya seperti seorang wanita yang mendapatkan penghargaan sebagai Wanita terbahagia dan terberuntung di dunia.
PA: “banyak juga ya”
Mas faza dan mbak azka kembali tersenyum tanpa komentar.
PA: “o iya, dari anda berdua, siapa yang memulai menulis terlebih dulu?”
Faza: “mungkin bareng ya, soalnya usia kami hanya beda setahun, jadi gak beda jauh saat pertama kali belajar nulis angka dan huruf dulu. Hehehe”
Azka: “Mas ini ada-ada saja, kalo ditanya siapa dulu yang nulis, kami gak bisa jawab, karena kami sendiri lupa kapan tangan itu mulai mengalir untuk merangkai kata, awalnya menulis saja tanpa target”
PA: “dalam salah satu karya mas faza, ada cerita tentang mbak azka dan kisah hidup lainnya, apa semua itu nyata?”
Faza: “Iya, istri yang setia dan tangguh itu bukanlah karangan, semuanya nyata dan ada dalam diri dek azka”
PA: “setiap harinya mas faza dan mbak azka selalu menulis?”
Faza: “kalo saya pribadi, memang setiap hari saya selalu menulis, di atas kursi roda ini hanya tuts-tuts keyboard yang bisa saya sentuh, kalo dek azka juga setiap hari menulis, tapi porsinya saja yang berbeda”
PA: “bisa dijelaskan porsi seperti apa?”
Faza: “kalo dek azka mungkin 1-2 jam sehari, kalo saya bisa berjam-jam”
PA: “wah...kuat juga ya, sekarang kita beralih dari dunia tulis menulis, sebenarnya saya penasaran dengan kisah mas faza dan mbak azka, bagaimana ceritanya anda berdua bisa bertemu?”
Faza: “saya bertemu dengan dek azka itu 9 tahun lalu, alhamdulillah kami satu universitas, berteman biasa tapi sebenarnya saling mengagumi selama beberapa tahun”
PA: “jadi sebenarnya saling kagum, kok bisa saling tahu kalo memiliki kekaguman yang sama?”
Azka: “1 tahun setelah kelulusan kami bertemu kembali, dipertemuan kedua itulah kami tak sekedar berteman, tapi bersahabat dan mulai saling curhat lebih tepatnya tuker pemikiran”
PA: “waktu itu, curhatnya tentang apa saja?”
Faza: “waktu itu kami bahas masalah pekerjaan, kebetulan profesi kami saat itu masih berkaitan”
PA: “kalo boleh tahu, apa yang membuat mas faza berani melamar mbak azka dan yang membuat mbak azka yakin untuk menerima lamaran mas faza”
Faza: “kenapa ya? Waktu itu saya berpikir bahwa ini kesempatan berharga saya yang dulu sempat hilang karena sifat pesimis saya, jadi saya tidak mau menyiakannya lagi, mumpung dek azka single juga, kalo masalah kenapa dek azka, hanya saya dan allah yang tahu mengenai sebuah keyakinan yang kuat yang tidak bisa saya definisikan disini”
PA: “kalo mbak azka sendiri?”
Azka: “berangkat dari sebuah kekaguman yang berbuah keyakinan, saya berani menerima lamaran mas faza”
PA: “lalu anda berdua memutuskan menikah dan saya dengar mbak azka memutuskan untuk berhenti dari pekerjaan awal, benar begitu?”
Azka: “iya benar, setelah kami memutuskan menikah, saya ijin sama mas faza untuk bekerja, dan ternyata mas faza mengijinkannya dengan syarat bekerja tidak diluar lingkup rumah, saya manut saja apa kata suami, lalu mas faza memberikan modal pada saya untuk membuka suatu usaha.”
PA: “usahanya berjalan sampai sekarang?”
Azka: “iya, alhamdulillah”
PA: “sebuah penerbitan buku ya kalo tidak salah?”
Azka: “iya benar”
PA: “berarti mas faza dan mbak azka ini menulis sendiri dan diterbitkan sendiri... hehehe... kembali ke masalah kisah kasih mas faza dan mbak azka, jutaan penggemar anda berdua baik di rumah ataupun di studio tentu penasaran dengan pernyataan mas faza dalam akun twitternya, mas faza menuliskan bahwa kamipun (faza n azka) sempat akan bercerai. Itu bagaimana ceritanya?”
Faza: “o...itu, ada salah satu pembaca setia karya saya yang menanyakan, apa sih rahasia kekuatan cinta saya dan dek azka dan dia juga menanyakan apa pernah kami bertengkar, akhirnya saya jawab begitu”
PA: ”benar anda berdua akan bercerai?”
Faza: “iya, cinta kami diuji ketika saya mengalami sebuah kecelakaan 2 tahun yang lalu. Dari kecelakaan tersebut, saya kehilangan dua fungsi kaki saya. Dan saya harus memakai kursi roda sampai waktu yang tak ditentukan. Saya berencana menceraikan istri saya, karena saya begitu dan sangat mencintainya, saya tidak tega melihat masa muda dan masa tuanya dek azka dihabiskan untuk merawat saya yang sudah tidak normal lagi. Tapi rencana itu saya batalkan ketika mendengar ucapan istri saya. Pada waktu itu dia berkata jika mas menginginkan kita bercerai karena hal sepele seperti ini dan menyuruhku menikah lagi, itu sama saja dengan mas menyuruhku untuk bunuh diri, aku tidak bisa mas, maaf, aku akan berusaha lebih keras lagi untuk menjadi istri yang baik bagi mas, jangankan mas kehilangan 2 kaki mas, saat mas harus kehilangan nyawa mas sekalipun, aku tidak akan menduakan mas, mas tetap raja dihatiku dimanapun, kapanpun, dan dalam keadaan seperti apapun ”
PA: “benar begitu mbak?”
Azka: “iya”
PA: “saya tertarik dengan pernyataan mbak azka tentang ‘masalah ini hanyalah hal sepele’, bisa dijelaskan mbak?”
Azka: “pernikahan itu bukan sekedar untuk hidup bersama dan saling mencari keuntungan, tapi pernikahan itu sungguh-sungguh lebih dari itu semua, suami dan istri harus saling melengkapi dan mengerti, suami saya tidak bisa berjalan, itu hal kecil, saya masih bisa berjalan, saya masih bisa memasak, saya masih bisa menuntunnya untuk melihat dunia, dan saat saya membutuhkan seorang imam dan guru, mas faza ada untuk saya”
PA: “mbak azka sempat kabur juga dari rumah, benar begitu?”
Azka: “bukan kabur sih, tapi keluar secara baik-baik dari rumah, jadi saya dan suami dulunya bertetangga dengan kakak saya, sayangnya, kakak saya memiliki pemikiran yang sama dengan mas faza, beliau menyuruh saya bercerai dengan mas faza lalu menikah lagi, saya menolak keras, karena bagi saya cukup satu sampai mati, dan akhirnya saya keluar dari rumah”
PA: “apa harapan mas faza untuk mbak azka?”
Faza: “saya berharap dia tidak berubah, tetap kuat dan tangguh. Saya juga berharap, dia menjadi wanita paling bahagia karena telah bersanding dengan saya”
Bersambung...
About Author
Subscribe to:
Post Comments
(
Atom
)
Post a Comment