MENU

Perang Puisi Antara Aku dan Mas

Perang Puisi Antara Aku dan Mas
Malam minggu, 031211 (19:45) Sebuah pesan masuk di HP-ku
Malam sekarang dihiasi buliran air hujan, untaian kalimat cinta terbentuk bersama angin. Dinding-dinding hati bergetar seirama dengan detak jarum jam. Sejenak aku terdiam. Aku merasakan kehangatan, bangun aku dalam sadar. Ternyata anakku kencing… Sambil tersenyum aku berkata “Mugo-mugo sesok nggak mendung, baumbaan akeh. Hem”
(Komentar: Keponakan kecilQ yang baru berumur beberapa hari sukses menjahili ayahnya. Good Job My Nephew. Lek Atik mendukungmu. Jangan lupa ulangi lagi ya. Wkwkwk… J)
Malam yang sama, aku sejenak berpikir, lalu membalasnya
Dalam helaan nafas aku berharap. Rindu ini tak menyerang semakin kuat. Keadaan yang mengharuskanku bertahan. Diakhir pejaman mata, aku berdo’a, semoga ada usia untuk bertemu dengannya. Dia yang aku lamunankan. Dia yang aku ukir dalam sebuah coretan. Dia yang aku rindukan. Dia yang aku tanam dalam pikiran. Sesosok pria bening tanpa dosa. Yang baru terlahir ke dunia. Pria itu bernama Fazaa.
(Komentar: Fazaa,,, sejak pertama kalinya kau menghirup udara dunia hingga saat ini, Lek Atik sama sekali tak tahu mirip siapa kamu sayang? Mirip ayah kah? Ibu kah? Nenekmu? Atau tantemu?  ^_^)
Beberapa menit kemudian, tepat pukul 20.00
Malaikat kecil aku lirih tenang di pangkuanku. Bidadariku terkulai penuh haru di sampingku. Bersama belum lengkap mencapai ridhomu. Tanpa adik manisku. Lekaslah pulang. Cinta aku sudah dahaga akan rindumu. Cepatlah kembali, jantung ini meledak membendung rindu untukmu. Cepatlah, aku tak sanggup menghitung detik, memikirkan menit, bergelut dengan jam. Aku rindu padamu setiap nadiku berdetak. Aku ingat kamu setiap terbentuk sel-sel darah biru di tubuhku. Pulanglah, separuh denyut nadiku.
(Komentar: Alay masQ ni. Kalau jauh dikangenin. Kalau dekat dijahilin. Sebenarnya mana yang bener?)
Dengan segera aku membalasnya
Andai aku punya satu status, hanya sebagai adik. Atau hanya sebagai anak. Tentu aku akan pulang, mengobati rindu yang teramat sangat melanda jiwa. Tapi, dunia menuntutku untuk ikhlas menjadi “lebih”. Sebagai mahasiswi, mahasantri, penulis, sutradara, pimred, pengurus, de el el. Relaku harus dipertaruhkan, demi manusia lainnya. Meski rindu itu memuncak, aku tetap berdiam diri di tempat. Demi kebahagianku dan kebahagian orang lain… Afwan Mas…
(Komentar: Tak ada maksud untuk lebay/berlebihan. Hanya menyalurkan perasaan hati saja. He…. *_*)
Bersambung…
Tunggu edisi selanjutnya, LEMPAR KATA BIJAK ANTARA AKU DAN MBAK

1 comment :

My Instagram

Designed by OddThemes | Distributed by Blogger Themes