Home Unlabelled Hidupku di Perkampungan Penuh Gang (Budi Setiono)
Hidupku di Perkampungan Penuh Gang (Budi Setiono)
Atiya Fauzan June 11, 2012 0
Permisi Bu...permisi Pak......Itu kata yang setiap hari aku ucapkan di sepanjang perjalanan dari tempat kostmenuju kampus, maupun sebaliknya. Belum lama kebiasaan mengucapkan permisi itu aku jalani. Kurang lebih dua bulan lalu saat aku pindah nge-kost. Aku sebelumnya ngontrak di sebuah perumahan yang tak jauh dari tempat kostku sekarang. Kebiasaan permisi itu pertama terasa mengganggu, risih, ribet, tapi ya seperti ini. Sadar kalau hidup di perkampungan dengan gang-gang yang banyak memang harus membudayakan permisi. Kenapa hal ini harus di lakukan? Karena sebagai sebuah bentuk rasa hormat dan sopan santun kita. Dengan mengucapkan permisi, berarti kita menghormati seseorang yang permisi itu kita tujukan padanya.
Sepele memang, tapi lihatlah dengan mengucapkan permisi, seseorang menjadi ramah pada kita, dengan permisi kita juga beribadah, berupa seulas senyum kepada orang lain dan orang lain pun begitu. Dan permisi itu aku ucapkan tiap hari, sambil menyusuri gang kecil, berkelok, kumuh. Tapi disana aku melihat sesuatu, kehidupan. Kehidupan yang beragam, mulai dari orang pinter, kurang pinter, orang kaya, kurang kaya, pedagang, pemulung, masih banyak lagi. Hidup di tengah perkampungan dengan gang-gang yang menyajikan aneka warna dan rasa kehidupan. Indah, menakjubkan.
Suatu hari, ketika dengan biasa aku ucapkan permisi kepada ibu-ibu yang sedang berkumpul di depan sebuah rumah, aku menundukan kepala sambil tersenyum, lalu “permisi Bu...” dan duk!! Aauu... Kepalaku terantuk sebuah atap rumah yang memang sangat rendah, “hati-hati mas” sambil cekikikan para ibu-ibu itu memperhatikan tingkahku yang malu-malu sambil senyum kanan kiri dan menggaruk kepala (yang sebenarnya tidak gatal). Yang terfikirkan olehku saat itu, sejak kapan atap rumah menjadi serendah itu? bikin orang malu aja!!
Cerita lain lagi, saat itu aku sedang terburu-buru karena terlambat 15 menit untuk masuk kuliah, dan ada 2 anak kecil yang berlari-lari di gang yang aku lewati, anak kecil itu berusia sekitar 6 atu 7 tahunan yang tingginya kira-kira sepinggang orang dewasa, aku berjalan setengah berlari dan ku lihat tak jauh di depanku dua orang wanita berkerudung, yang kemungkinan besar kost di sekitar tempat kostku, dan tiba-tiba, Buukk!! Anak kecil yang tadi berlari menabrakku tepat mengenai bagian sensitif laki-laki, segera saja aku mengaduh dan meringis kesakitan, dan dua wanita yang tadi agak jauh dariku kini berpapasan denganku yang sedang memegang bagian sensitif itu karena refleks, dan mereka ikut meringis, mereka mengejek atau merasakan sakit yang kurasakan, aku tak tahu. Anak kecil yang menabrakku dengan rasa tidak bersalah, lari begitu saja sambil cekikikan. Tiba-tiba saja aku berfikir, kenapa mereka tak seumuran denganku, kalau saja begitu sudah ku balas perbuatan mereka. Ngilu rasanya!
Itu merupakan sedikit pengalaman bagaimana hidup di tengah perkampungan dengan banyak gang-gang sempit. Dua bulan aku hidup di perkampungan ini sudah mendapatkan pengalaman agak pahit. Tapi menyenangkan buatku, bisa hidup begitu dekat dengan berbagai macam orang dengan berbagai tingkah lakunya pula.
About Author
Related Posts
- Ibu Guru Stand Up Comedy (Garing Banget)
- Suasana Religius di SMK Negeri 4 Jember
- Manusia Berhati Iblis Itu Nyata, Bukan Sinetron Belaka
- Diundang Talkshow TV Nasional? Tapi, Bukan Gue
- Eksis di Youtube (Ibu Guru Baca Asmaul Husna)
- Please, Jangan Tutup Mata !!!
- “Suka Menghina? Agama dan Negara Melarangnya”
- Hati Penuh Cinta
Subscribe to:
Post Comments
(
Atom
)
Post a Comment